Sudah menjadi pekerjaan sehari-hari bagi Dahyun jika sudah bangun pagi. Menyiapkan sarapan untuk suami, membantunya memakaikan dasi dan segela macam hal untuk pergi ke kantor. Dan Jimin merasa terbantu dengan apa yang Dahyun lakukan kepadanya.
Tapi, dua hari belakangan Jimin tampak sibuk dengan pekerjaannya, sehingga Dahyun teracuhkan. Seperti saat ini. Setelah makan malam, Jimin kembali sibuk dengan urusan pekerjaannya. Ya, Jimin sedikit merubah tata ruang yang ada di rumahnya. Hanya menambah meja dan kursi kerja pada pembatas antara ruang tengah dengan dapur. Sehingga dirinya bisa melihat apa yang Dahyun lakukan lewat ekor matanya.
Sebenarnya Jimin tidak bermaksud seperti itu, ada maksud tersembunyi di balik kesibukan yang meliputi dirinya.
Dahyun memang tampak cemberut setelah Jimin selesai makan dan kembali sibuk dengan kerjaannya. Ia bisa memaklumi, sebenarnya. Jimin memang pekerja keras. Tapi, diacuhkan oleh suami sendiri itu tidak mengenakkan. Apalagi, Dahyun tidak bisa bermanja dengan Jimin jika sudah seperti ini.
Ia hanya duduk di ruang tengah, melirik Jimin sebentar yang masih fokus dengan map-map pentingnya. Menyilang kedua tangan di depan dada dan mempoutkan bibirnya, kesal. Sungguh, didiamkan seperti ini membuat Dahyun berasa di rumah sendirian, padahal ada Jimin di sini.
Ia hanya mengganti channel yang ada, tanpa berniat ingin menontonnya. Ya, Dahyun masih kesal. Bukan masih, tapi sangat. Sangat kesal.
Jimin yang mengetahui itu hanya bisa menahan tawa. Wajah Dahyun yang seperti itu, membuat gemas dan ingin pergi menghampiri sang istri. Ia tahu, mengacuhkan Dahyun seperti ini membuat dirinya tidak tega, tapi mau bagaimana lagi, pekerjaannya masih banyak.
Jimin menyudahi pekerjaannya, walaupun sebenarnya belum semuanya selesai, tapi melihat Dahyun yang ngambek seperti ini membuat diri dan raganya tidak tega, alhasil ia menghampiri sang istri.
"Sayang."
Dahyun hanya menoleh sebentar kemudian kembali fokus pada tv di hadapannya, menghiraukan Jimin yang sudah duduk di sampingnya. Masih ngambek rupanya.
"Sayang!" Panggil Jimin lagi.
"Ada apa, hm?"
"Tidak tahu, kesal."
"Tidak tahu tapi kok jawab kesal. Tahu apa tidak?"
"Terserah. Pokoknya kesal."
Jimin menyerah. Dahyun memang ngambek. Dan itu pada dirinya. Jimin segera mengangkat tubuh Dahyun duduk di atas pahanya. Menatap wajah sang istri yang setengah shock dengan apa yang barusan ia lakukan.
"Masih ngambek, kesal, iya?"
Dahyun tidak menatap Jimin. Apakah ia berlebihan melakukan ini? Tapi, ia jadi merasa sendiri jika Jimin mengacuhkannya. Dan Dahyun hanya mengangguk, mengatakan bahwa dirinya masih kesal kepada Jimin. Jimin tampak menghela napas. Ingin marah tapi tidak jadi. Kenapa? Tidak sanggup menatap wajah Dahyun yang menggemaskan seperti ini.
"Maaf ya, aku masih sibuk. Inipun disempetin lihat kesayangan aku. Masih kesal lagi?"
Dahyun menggeleng. Entah kenapa ia jadi ingin bermanja dengan Jimin. Ini sungguh bukan dirinya. Ia mengecek suhu badannya dengan tangannya sendiri, tidak panas, pikirnya. Tapi, kenapa? Sedangkan Jimin yang melihat hal itu, hanya tersenyum kemudian mengambil tangan Dahyun yang berada di keningnya.
"Ada apa?"
"Tidak sakit, kenapa bisa?"
Alis Jimin bertaut, bingung dengan ucapan Dahyun.
"Maksudnya?"
"Eomma bilang, aku akan manja jika sedang sakit tapi ini tidak." Jawabnya lugu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mine And Only You [𝖈𝖔𝖒𝖕𝖑𝖊𝖙𝖊]
FanfictionJudul lama: MINE Sedari dulu, Dahyun tak menyangka akan melampaui batasnya. Berawal dari rasa sukanya di masa sekolah menengah kini berujung dirinya bisa bersanding dengan Jimin, pemuda yang dulu begitu ia sukai. Nyatanya, Jimin juga memiliki rasa y...