16: Manis itu...

240 31 5
                                    

Happy Reading..



Shila baru saja selesai berganti pakaian ketika Airin datang membuka pintu kamarnya, senyum Airin mengembang.

"Sarapan yuk.." ajak Airin.

Shila mengangguk, mengiyakan. Setelah mengikat rambutnya menjadi satu, ia berjalan mengikuti Airin.

"Pagi tadi, lo kemana? Kok udah ilang aja dari kamar?"

"Oh, tadi gue lari pagi sama Alif, Zhafran juga. Gue liat lo pules banget tidurnya jadi nggak gue bangunin."

"Gue kirain kemana, pas bangun ada mbak-mbak yg lagi beresin keranjang kain."

"Bik Minah namanya, ART yang ngurus cucian baju kotor," jelas Airin sembari menuruni anak tangga.

"Perasaan dari kemaren gue liat, rame banget ya ART yang ada disini?" tanya Shila bingung.

Airin terkekeh, "Semua punya tugas masing-masing, Shil."

"Termasuk sisirin rambut?" tanya Shila mengarahkan pandangannya pada Aya, adik bungsu Airin yang sedang duduk menunggu ART merapikan rambutnya.

Airin kembali terkekeh, namun kepalanya mengangguk meng-iya-kan. "Semua,"

Shila ikut menganggukan kepalanya, ia jadi lebih tahu bagaimana enaknnya jadi orang kaya. Berkat Airin dan keluarganya.

Bayangkan saja, bagaimana enaknya hidup anak-anak di keluarga ini? Shila yang cuma numpang satu malam saja pagi-pagi sudah ada yang membantunya merapikan tempat tidur, menyiapkan air hangat untuk mandi, bahkan segala keperluannya di sediakan.

"Shila, ayo duduk disini..." ajak Ailin. "Gimana tidurnya semalam? Nyaman?" tanyanya ketika Shila duduk.

Shila tersenyum, "Lebih dari nyaman, Bun..." jawabnya.

"Kamu jadi pulang hari ini?" kini Azzam yang bertanya.

"Iya o--eh, Ayah. Syifa mau ngajak pergi katanya."

"Padahal kamu bisa main disini lebih lama, Airin baru kali ini ajak temennya main ke rumah."

"Lain kali, Shila main lagi. Disini enak sih," ujar Shila senang.

"Abang mana?" tanya Ailin pada Zhafran ketika melihat anak ketiganya itu keluar kamar seorang diri.

"Bobo pagi katanya, Bun" Zhafran mengambil duduk di samping Ayahnya.

Ailin hanya menghela nafas berat, padahal pagi tadi ia baru melihat Alif lari pagi bersama adik-adiknya.

"Yaudah, kita sarapan duluan yuk!" ajak Azzam. "Bik, mana yang lain?" tanyanya pada Bik Ayu.

"Sudah saya panggil, Tuan."

Berselang beberapa detik, satu persatu ART masuk ke dapur mengambil sarapan di meja panjang yang terletak di sudut ruang makan. Semua itu tidak terlepas dari pandangan Shila, ia semakin kagum dengan keluarga Airin. Setelah selesai makan, sama seperti tadi. Semua ART masuk kembali ke dapur lalu mencuci piring dan gelas bekas sarapan masing-masing dan meletakkannya di tempat semula.

"Bunda yang buat peraturan, semua ART makan bareng sama keluarga. Kata Bunda, dulu kalo Ayah lagi tugas di luar kota, Bunda sering kesepian makan sendiri. Jadi semenjak saat itu semua ART diajak makan bareng" Airin meloloskan sepotong kue ke dalam mulutnya.

.
.
.
.

"Beneran mau pulang?" Shila menoleh ke asal suara, Alif berdiri tak jauh darinya yang sedang duduk di bangku teras.

Shila tersenyum, "Ini lagi tunggu di jemput."

"Besok 'kan masih libur, kenapa nggak besok aja pulangnya?" tanya Alif lagi sembari mendudukkan dirinya di bangku kosong bersebelahan dengan Shila.

Hello Arshila!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang