"mas Ali?" Lirih Prilly sambil menitihkan air matanya.
Ali, Ali.... sungguh hebat dirimu, bisa meluruhkan air mata seorang gadis berkali-kali tanpa kamu tau. Sebegitu dalamnya kah cinta gadis itu untukmu? Kemana saja hatimu selama ini? Kemana saja matamu selama ini? Hingga kau tak pernah melihat ada seseorang yang selalu memanggilmu dalam doa, yang selalu menyebutmu dalam hati, serta menyayangimu begitu tulus, hingga dia pun tak bisa melupakanmu.
Melupakan walaupun kau tak pernah mengerti atau sekedar tau sosok gadis itu, gadis yang selalu mencintaimu dalam diam tanpa mengharap balasan apapun."Mas Ali, maafkan Prilly. Seandainya saja Illy nggak pernah mencoba masuk ke kehidupan mas, pasti hidup mas akan baik-baik saja.... Prilly minta maaf mas, mas Ali cepet sembuh ya. Dengan begitu, Illy akan cepet pergi dalam hidup mas, karena Illy mau mas bahagia" dengan menyentuh tangan dan pipi Ali dengan lembut, dan tatapan mata yang memancarkan kesenduan mendalam.
Sekali lagi kau hebat Ali, bahkan gadis itu bisa bicara seperti itu kala kau terbaring lemah di sisinya. Dia masih memikirkan mu, dia masih memikirkan hidupmu, dia masih merasa bersalah, diapun tak perduli dengan perasaannya. Lihat Ali, apakah kau buta? Mau kau tutup sampai kapan mata hatimu? Mau kau buang sampai kapan sikap tak perduli mu? Dia sudah bertahan untukmu. Walau hanya sekedar melihatmu dari jauh.....
"I-illy?" Wajah itu adalah wajah pertama yang dilihat Ali saat sadar, tangan itu juga yang membelai pipinya dengan lembut, dan suara itu juga yang terdengar merdu saat berbicara.
"M-mas Ali? Kamu udah bangun? Bentar, aku mau panggil dokter dulu-"
"Gausah, cukup kamu disini aja itu udah lebih dari cukup. Tetep disini, temani aku. Yang aku butuhin sekarang itu kamu, bukan orang lain !" Titah Ali dengan senyuman manisnya.
"Mas, kalo kamu senyum kayak gitu. Kamu malah buat hati aku nggak kuat buat pergi dari hidup kamu" batinnya kesal, kenapa cintanya seperti ini? Kenapa cintanya semakin dalam, kenapa senyumnya dapat meruntuhkan segalanya?
Tes...
Satu bulir air kembali lolos dari mata, membuat Ali begitu terkejut olehnya. Sungguh, Prilly merasa sakit sekarang. Dia tak bisa menjauhi Ali, orang yang selama 3 tahun ini dia cintai.
"Loh Pril? Kamu kenapa nangis? Ada yang sakit? Atau aku ada salah? Maafin aku Prill!" Ali bingung sambil mencoba untuk bangun, namun Prilly langsung menghentikannya.
"Prilly gapapa mas, jangan gerak dulu...mas baru sadar. Mas harus cepet sembuh agar Prilly sanggup buat pergi dari hidup mas!" Ujar Prilly lirih kala, ia mengungkapkan pergi dari hidup Ali.
"Apa? Kamu mau pergi? Aku salah apa Pril? Apa pengakuan aku ke kamu di danau tadi belum cukup? Apa dengan aku di rumah sakit belum bikin kamu bertahan untuk tetap masuk dalam hidup ku? Apa itu kurang Pril? Sebenernya apa sih salah aku? Please Pril, kamu terima aku..." Ali frustasi, ia tak mampu untuk tetap diam. Kali ini ia harus memperjuangkan perasaannya.
"Kamu nggak salah mas, cinta nggak salah, takdir juga nggak salah, tapi aku yang salah. Seharusnya aku nggak pernah ketemu sama kamu, seharusnya aku nggak cinta, seharusnya aku nggak nekat masuk ke hidup kamu, dan seharusnya aku nggak minta balesan apapun dari kamu kayak gini!" Tangis Prilly pecah setelah selesai ia mengatakan itu semua. Ia lelah dengan perasaannya, ia sakit kala perasaannya terus berkembang.
"Tuhaan, kenapa gadis dihadapanku ini tak bisa berpikir jika aku benar-benar mencintainya sekarang? Kenapa dia terus berfikir jika ini salahnya?" Teriak Ali kesal, ia bangun dari tidurnya. Ali memegang pergelangan tangan Prilly.
"Prilly, jangan pernah berfikir kamu salah. Aku senang kamu punya perasaan lebih ke aku. Akupun juga punya perasaan ke kamu, tapi kamu malah mau ngejauh dari aku. Mau kamu apa sih Pril? Sampai kapanpun, aku nggak akan pernah ngebiarin kami ngejauh dari aku kayak gini. Aku sayang sama kamu Pril, please ngertiin aku sayang" panggilan itu akhirnya terucap oleh Ali. Ia tak ragu untuk sekedar memanggilnya dengan sebutan sayang. Karena ia memang sangat mencintai Prilly.
"Tapi prilly nggak pantes buat mas. Prilly gendut, jelek, mana ada cowok yang mau sama Prilly-"
"Jadi kamu nyamain aku sama cowok lain? Aku beda Prill, aku sayang sama kamu. Kalo aku cuma mandang fisik, dari awal aku ketemu gabakalan aku ngomong kek gini ke kamu.... ayolah Prill please!!" Ali memohon dengan sangat.
Ia berpikir jika kali ini dia yang harus berjuang. Dia harus memenangkan hati sang pujaannya. Ali tak bisa lagi kehilangan orang terkasih nya untuk yang kedua kalinya
"Hiks.....mas beneran sayang sama Illy? Mas gaboong kan? Kalo emang mas nggak sayang sama Illy gapapa. Illy bakalan senang hati buat pergi dari kehidupan -" omongannya terputus.
"Kamu nggak boleh pergi. Prilly, akutuh sayang, cinta sama kamu. Please, liat ketulusan aku kali ini aja. Prill, ini untuk yang terakhir kalinya aku minta. Kamu mau nggak jadi pacar aku?" Yang ditanya hanya menitihkan air mata. Tak percaya apa yang ia dengar, mencoba mencari kebohongan dinamik mata. Namun, yang ada hanya ketulusan dan kejujuran. Sesegera mungkin Prilly mengangguk meng-iakan.
"Jawabannya apa?" Prilly kembali mengangguk. Ali mengerti maksudnya, tapi kali ini Ali mencoba sedikit menggodanya.
"Pril, aku tanya jawaban aku apa? Iya atau enggak?" Tanya Ali dengan suara yang sedikit tegas. Prilly merasa jengkel sekarang, dasar cowok nggak peka. Artinya anggukan aja gak tau- batin Prilly kesal.
Dengan segera Prilly menubrukkan badannya ke Ali, menangis sejadi jadinya. "Iya, Prilly mau mas. Prilly mau, ih mas nyebelin. Masa artinya anggukan gatau sih"
Mendengar jawaban prilly membuat Ali tersenyum sambil terkikik, akhirnya ia pun membalas pelukan Prilly seraya mengecup rambut Prilly berkali-kali.
"Terimakasih sayang, mulai saat ini aku bakalan terus ada buat kamu. Jika kita menemui masa sulit apapun kita hadapi itu sama sama. Karena aku, sayang sama kamu. Eh? Salah maksud aku cinta" Prilly melepaskan pelukannya dan tersenyum bahagia. Tidak pernah ia memikirkan akan bersama seperti ini bersama mas Alinya tersayang."Ouwhh, jangan nangis gitu dong my embem" dengan gaya menggodanya Ali tertawa, Prilly yang merasa ditertawakan langsung mencubit lengan Ali.
"Ih, apaan sih aku bukan anak kecil yang kamu bujuk kayak gitu!" Prilly tertawa dalam sisa tangisnya
"Hahahaha, iya maaf sayang. Pril, maafin mas ya karena aku udah terlambat buat nyatain ini. Eh, tapi aku nyesel sekarang jadian sama kamu--"
"Nggak papa mas, Prilly ngerti seharusnya Prilly tau diri. Kalo mas nyesel gausah pertahanan hubungan ini juga gapapa. Prilly mau mas bahagia, Prilly rela asalkan mas selalu bahagia. Maaf--"
"Cukup Prill, dengarkan mas dulu. Mas nyesel jadian sama kamu sekarang karena seharusnya mas jadian sama kamu dari pertama kita kenal. Maaf ya sayang, udah jangan pernah berfikir buat ninggalin aku. Sini peluk!" Prilly mendongak dan mulai menangis, tapi kakinya tak beranjak memenuhi panggilan Ali.
"Prilly sayang, sini peluk..." Tetap tak bergeming, Prilly menatap lekat Ali.
"Prill....ah udah ah kalo kamu nggak mau peluk aku ngam-" Prilly dengan cepat langsung memeluk Ali. Merapalkan ucapan terimakasih.
Sedangkan Ali tersenyum, belum pernah perasaannya senang ini. Ia nyaman, ia nyaman oleh gadis gembilnya. Ali bersyukur karena Tuhan telah mengirim Prilly dalam hidupnya.
..
.
.
.
.
End....
Eh ngga Ding, tapi cerita ini aku bikin slow update.
Maaf ya yang sudah nungguin lama, karena aku lagi bikin cerita lagi judulnya awal kebahagiaan.Carinya gaes, baca siapa tau aja nyangkut.
😂😂
Pai Pai 😘😘❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Tanpa Pertemuan (fat girl)
Fanfiction"kalo ini masalahnya kamu ngomong! Jangan diem kayak gitu, jangan cuek kayak gitu. Kalo kamu nggak ngomong, aku nggak bakalan tau mau kamu tuh apa? aku nggak akan tau masalahnya itu apa? salah aku apa!" ucapnya sambil memegang kedua bahu ily. "hiks...