Ternyata

474 30 8
                                    

Setelah selesai melaksanakan pertunangan, Ali dan Prilly semakin dekat. Bagi Ali, Prilly adalah hidupnya yang kedua setelah sang mama. Sedangkan bagi Prilly, Ali adalah sosok orang yang selalu mengerti dia, seperti sosok papanya. Prilly pun menjadi sosok yang lebih terbuka sekarang khususnya kepada Ali, dia juga sering menampakkan sifat aslinya.

"Mas, kamu ngapain masih berdiri disitu? Mau nungguin Sampek jam sembilan malem? Ayo berangkat, entar aku telat!" Ali masih berdiri sibuk dengan berkas yang ada di tangannya.

"Ngapain masih diem sih? Gak dengerin aku ngomong emang? Yaudah aku berangkat duluan aja sama tetangga sebelah, cowok, ganteng, lagian satu sekolah juga kok!" Baru saja Prilly melangkah pergi Ali sudah menghentikannya dengan suara karena tangannya penuh dengan tugas skripsi.

"Tunggu, iya ayo berangkat...maaf aku sibuk sama skripsi aku, maaf kalo kamu lama nunggu aku, tapi please jangan pergi sama cowok lain. Kamu marah silahkan, tapi jangan sama cowok lain. Aku sayang kamu Pril" Prilly tersenyum lalu mengambil tumpukan skripsi Ali sebagian lalu berjalan sambil berbicara.

"Udah ah ayo berangkat, aku tadi becanda. Aku gak mungkin sama laki-laki lain" Ali hanya menggelengkan kepalanya, dan segera berjalan menuju Prilly.

Aku bersyukur memilikimu pril -batin Ali.

.
.
.
"Udah ya sekarang kamu masuk, entar kalo udah pulang kamu chat aku aja oke?" Yang mendapatkan anggukan oleh Prilly.

"Yaudah aku masuk dulu ya mas.." baru saja ingin membuka pintu tangan Prilly langsung dicekal.

"Kok masih mas sih? Aku ngerasa jadi kakak kamu kalo gini? Kamu pikir aku kang somay apa.." Ali cemberut sambil merengut tak suka, Prilly sedikit terkikik geli mendengar rengekan Ali.

"Yah.. kok ngambek sih? Maafin Illy dong, abisnya Illy mau manggil apa? Illy bingung mas.." ucap Prilly dengan menangkup kedua pipi Ali dan menekannya membuat mulut Ali seperti bebek.

"Ywa kamwu wanggil apwa kek kan bwisa!" Ucapnya tak jelas. Prilly semakin terkikik geli.

"Udah ya mas, entar pulang sekolah aku panggil kamu dengan sebutan lain. Yaudah aku masuk dulu"

Chu~
Prilly mencium pipi Ali dengan hidungnya lalu pergi ke gerbang sekolah. Ali hanya tersenyum dan pipinya sudah seperti kepiting rebus. Bisa-bisanya gembilnya bersikap seperti ini padanya.

"Dasar gembil kelebihan gula. Selalu manis plus imut mau ngapain aja. Love you Pril" setelahnya mobil Ali melaju kencang menuju universitasnya.
.
.
.
"Apaan sih tuh cewek, udah gendut masih aja gak tau diri ngedeketin cowok perfect kayak gitu"

"Iya, sumpah gue aja yang ngeliatnya ilfeel, palingan dia dijodohin sama orang tuanya"

"Iya tuh, gue juga yakin kalo si cowoknya terpaksa buat pacaran sama cewek gendut kayak gitu" hati Prilly serasa diiris oleh ucapan tersebut. Prilly tau jika dirinya tak cantik, dan Alinya menerima itu... mungkin. Pikiran Prilly mulai berkecamuk lagi.

"Apa benar jika mas Ali tak menyukai ku? Atau, aku terlalu percaya diri?" Gumamnya sambil mengerutkan alisnya sedih.

"Eh Lo ngomong apa barusan? Mau gue tampol mulut Lo? Mau gue bilangin ke cowoknya dia?"

"He eh atuh, lagian emang cowok kasepnya aja kok yang memperjuangin Prilly. Emangnya kalian atuh? Cabe-cabean yang nggak tau malu!" Itu sahabat Prilly, Lala dan Lilis yup mereka mendengar semuanya, mereka juga sangat terkejut mengetahui hubungan Prilly dengan Ali sejauh itu.

"Sudahlah, aku tak papa. Ayo masuk, atau kita akan terlambat nanti, masalah mas Ali biar nanti aku omongin sama dia sendiri" ucap Prilly mencoba tersenyum seceria mungkin walaupun masih tersirat kesedihan disana.
.
.
.
"Sayang....Bie, kamu kenapa? Kamu sakit, kok diem aja?" Prilly masih saja membisu. Dia takut jika Alinya memang tak nyaman bersamanya. Apalagi mengingat dia dan Ali adalah sahabat kecil, mungkin saja Ali hanya tak enak dengan Prilly.

"Eng..., Nggak papa kok mas. Prilly baik baik aja.." ucapnya sambil menunduk. Ali sedikit menghela nafas lalu segera menepikan mobilnya. Prilly menatapnya bingung.

"Ada apa mas? Kenapa mobilnya berhenti, mogok ya? Yaudah ayo aku dorongin..." Baru saja Prilly ingin turun, Ali langsung mencekal tangan Prilly.

"Bie..," Prilly melebarkan matanya tanda ia menunggu kata selanjutnya dari Ali.

"Please, listen to me! Kamu kenapa, aku nggak suka kamu nutupin sesuatu dari aku--" Prilly gugup lalu dia tersenyum.

"Nggak papa, bukan hal penting kok--"

"KALO INI NGGAK PENTING KAMU NGGAK AKAN MURUNG KAYAK GINI!..... sayang, bilang ke aku kamu kenapa?"

"Hiks...hiks..., A-aku takut itu fakta hiks...kak...hiks...." Melihat gembilnya menangis, Ali langsung memeluknya. Sebenernya ia bingung apa maksudnya fakta.

"Sudah Bie...sstt jangan menangis. Cerita pelan-pelan ya, kamu takut fakta apa?" Dengan masih memeluk Ali Sarah menjawab.

"A-aku...hiks...m-mas nggak macarin aku hiks....cuma karena aku hiks...te-temen kecil k-kamu kan? Hiks...." Ali mengernyit.

"Gimana kamu bisa nyimpulin kayak gitu Bie? Kamu nggak percaya kalo aku cinta sama kamu? Kamu kira perasaan aku ke kamu selama ini bohong? Apa pengorbanan aku ke kamu selama ini belum cukup? Aku harus ngelakuin apa untuk buat kamu percaya? Hiks...." Mendengar rentetan kalimat itu hati Prilly seakan tersentak. Perasaan? Pengorbanan? Belum cukup?

"M-maksud a-aku hiks...nggak gitu mas. A-aku cuma takut kehilanganmu. A-aku cinta sama mas, m-maaf karena aku hiks...a-aku cuma ingin memastikan bahwa omongan orang tentang hubungan kita itu nggak bener! Aku pingin buktiin kalo aku layak dapetin kamu, kalo kamu emang tulus Nerima aku. Ka-kalo a-aku nggak pernah maksa kamu buat jalin hubungan sama aku...hiks..." Ali mengeratkan rahangnya marah, dia meluap tapi berusaha ia tahan.

"Siapa?.... siapa yang bilang....SIAPAA!!" Prilly langsung memeluk Ali kembali.

"Sssttt, sudah! Aku tau jawaban atas pertanyaan aku, jadi udah stop jangan marah lagi....a-aku takut..." Ali mencoba mengatur emosinya. Dia harus sadar jika Prilly nya takut bentakan. Dia harus mati matian nahan amarah itu.

"Maaf Bie...hah...aku kebawa emosi tadi, aku cuma nggak rela kamu dikata-katain kayak gitu. Aku sayang kamu Pril" Ali terus menciumi rambut Prilly, ia sangat menyayangi gembilnya itu.

"2 Minggu lagi kita nikah Bie. Aku harap kamu nggak berubah pikiran ya...aku sayang kamu Bie!"

"Nggak akan! Aku nggak akan pernah berubah pikiran. Seminggu lagi aku udah lulus, dan aku mau kita ngebangun keluarga kecil sendiri Li. Aku mau kita punya rumah sendiri, tak perlu besar yang penting nyaman dan bersamamu!" Ali tersenyum, tapi ia baru sadar jika barusan Prilly bukan memanggilnya mas, tapi Ali. Itu yang membuat Ali berlipat-lipat bahagia.

"Gitu dong sayang, jangan panggil aku mas-mas lagi, aku bukan penjual dagangan keliling" keduanya tertawa dengan masih posisi didalam mobil
.
.
.

.
.
Hellooww...
Wellcome back to my story', ya Tuhan aku mohon berilah inspirasi kepada ku

😭😭😭

Cinta Tanpa Pertemuan (fat girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang