a

5.4K 967 101
                                    

Aku lupa sejak kapan aku terbiasa dengan sesuatu yang mereka sebut kesepian. Aku bukan seseorang yang bisa dengan mudah menjadi dekat dengan orang lain, aku tertutup, aku terlalu takut untuk memulai menyapa mereka, aku takut tertolak dan itu mungkin yang membuat mereka menganggapku terlalu sombong, karena ayahku seorang pejabat pemerintahan, atau karena ibuku yang terlihat sempurna dengan predikat ibu ideal.

Tapi pada akhirnya mereka semua tahu juga kebusukan yang disimpan keluargaku selama ini, perceraian kedua orang tua ku lima bulan yang lalu. Skandal perselingkuhan ayah membuat keluarga kami hancur, tapi aku sudah lebih dulu melihatnya jauh sebelum berita itu terkuak dan perpisahan terjadi.

Mereka bertahan hanya atas dasar nama baik, bukan kami. Bukan karena aku dan Namjoon hyung. Karena saat Namjoon hyung memutuskan untuk tidak memilih tinggal dengan salah satu dari kedua orang tua kami melainkan pindah ke apartement nya sendiri kedua orang tua ku tak ada yang melarang, bahkan saat aku mengatakan aku ingin ikut dengan Namjoon hyung keduanya membiarkan. Apa sebuah nama baik lebih penting dari pada kami berdua?

Hyung harus pergi ke Busan selama dua hari, uangmu hyung letakan di amplop sebelah meja tv. Beli lah makanan dari pada memasak.

Aku mencabut sticky note yang tertempel di depan pintu kulkas ketika hendak mengambil botol susu. Aku meremas kertas itu dan membuangnya ketempat sampah.

Aku sendirian lagi, selalu seperti itu.

***

"Hei, Jungkook! Semalam ayahmu bermain dengan perempuan yang mana?"

Aku meremas tali tas ku, apa harus itu kalimat yang aku dengar saat masuk ke dalam kelas? Oh, neraka ku yang lain, setiap hari aku harus mendengar kata-kata seperti itu dari mereka semua. Orang-orang yang bahkan aku tidak mengerti kenapa mereka memperlakukan ku seperti itu.

"Hei, apa ayahmu membawa perempuan lain ke rumah kalian?"

Aku menunduk, tanganku sudah terkepal di atas meja sementara Taehyung dan beberapa teman nya sudah mengerubungi mejaku, seperti biasa.

"Hei, Taehyung. Kau lupa, ya? Sekarang kan Jungkook sudah tidak tinggal dengan orang tua nya. Mungkin dia tidak tahan mendengar suara-suara aneh dari kamar ayahnya setiap malam. Tuan Kim Jae Kyung yang terhormat itu ternyata memiliki kelakuan yang rendah."

Aku muak dengan suara tawa nya Park Jihoon. Tapi aku tidak bisa apa-apa, Kim Jungkook pengecut!

"Ya!" Taehyung mengebrak mejaku, aku yakin semua yang ada di sana pasti sekarang menaruh pandangan ke arah kami, tapi mereka akan diam saja selalu seperti itu. Karena mereka takut, karena mereka tak ingin terseret.

"Kim Taehyung! Apa yang kau lakukan?"

Dan sebelum Taehyung berbuat yang lebih jauh Guru Song datang tepat waktu ke kelas dan Taehyung juga teman-teman nya kembali ke tempatnya dengan raut wajah masan tentu saja.

Apa aku akan selamat setelah ini dari mereka? Rasanya tidak, seperti yang sudah-sudah.

***

Aku tidak tahu kenapa Taehyung terlihat sangat membenciku, benar-benar memperlihatkan bahwa dia sangat membenciku. Taehyung itu anak yang pintar, aku tahu karena dia berada satu peringkat di bawahku. Si nomor dua. Aku juga kenal keluarganya, ayahnya petinggi kepolisian. Lantas kenapa dia melakukan hal ini padaku sementara aku sendiri tak tahu dimana letak kesalahanku?

"Uhuk! Uhuk!" aku terbatuk ketika kakinya kembali menendang perutku. Badanku sudah tersudut ke tembok, yang bisa aku muntahkan hanya cairan dari dalam mulutku saja.

"Tahu tidak, aku kesal setiap melihat wajahmu yang sok polos itu!" Taehyung menginjak badanku yang sudah terasa sangat sakit dan remuk. "Bersikap baik agar disayang guru-guru!" Taehyung meludah, tepat di samping wajahku.

"Hei, Tae. Sudah. Kita tinggalkan saja dia sekarang." itu suara Jimin, teman yang paling dekat dengan Taehyung bahkan tanpa melihat wajahnya aku bisa mengenali suaranya yang lembut.

Dia menendang tubuhku sekali lagi sebelum meninggalkanku di salah satu gang dekat sekolah kami. Aku berusaha bangun, bersandar pada tembok kusam menekan perutku yang sakit. Napasku terengah, sesak. Aku tidak sanggup.

Aku mengambil ponsel dari saku celanaku, tanganku gemetaran saat menekan layar lcd dan menempelkan nya di telingaku berharap segera mendengar suara Namjoon hyung di sana.

"Ada apa Jungkook?"

"Hyung, sedang apa?"

suara Namjoon hyung seperti sebuah obat untuk pereda sakitku

"Aku sibuk. Kau meneleponku hanya untuk menanyakan ini?" suara Namjoon hyung terdengar tak sabaran di sana.

"M-maaf, hyung." aku hanya ingin mendengar suaramu, aku kesakitan, hyung. "Jangan lupa minum obat mu ya, hyung. Aku..."

"Jungkook, aku harus kembali ke ruang rapat sekarang. Nanti aku telepon lagi."

Tut!

Tapi aku tahu, Namjoon hyung tak akan meneleponku sekalipun aku menunggu telepon nya sampai lewat tengah malam.

Rasanya terlalu sakit, hatiku terasa sakit, setiap hari nya.

⌛⌛⌛



BREATHE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang