Side Story : Kim Namjoon

2.6K 527 97
                                    

Seharian ini rasanya perasaanku terasa tidak enak, seperti ada yang mengganjal hingga aku harus memukul-mukul dadaku sendiri tanpa alasan yang jelas. Dan pikiranku, entah kenapa tertuju padanya.

Pada Jungkook.

Atau mungkin, perasaan ini muncul karena perdebatanku dengan ibu kemarin? Karena aku yang ingin ibu kembali menganggap Jungkook sebagai anaknya lagi, meski sebenarnya aku juga tidak bisa menatap Jungkook sebagaimana dulu aku memandangnya layaknya adik kandungku sendiri saat pertama aku tahu bahwa Jungkook itu anak hasil perselingkuhan ayah dengan wanita yang ayah bawa ke rumah dengan dalih bahwa Jungkook adalah anak teman lama nya yang sudah meninggal dunia.

Aku mengerti luka ibu, aku juga merasakan nya. Dikhianati oleh seorang lelaki yang kami percaya sebagai pemimpin keluarga yang baik justru selama ini bermain belakang dan menyakiti keluarganya sendiri sedemikian rupa.

Tapi, saat aku hendak meninggalkan rumah karena tidak ingin berada entah di antara ayah yang sudah membohongiku atau dengan ibu yang menyalahkan semua yang terjadi ini pada dirinya sendiri dan mendendam pada ayah, Jungkook justru ingin bersamaku. Dia ingin ikut denganku, dengan mata bulatnya itu dia mengatakan ingin tinggal denganku.

Bagaimana aku bisa menolak permintaan nya? Kalau Jungkook ketika itu menatapku dengan sepasang mata bulat yang masih memandangku sama sebagai kakak nya walau dia tidak tahu kehancuran keluarga ini juga akibat dirinya. Dia yang terlahir karena sebuah kesalahan.

Jadi saat itu aku mengambil keputusan, sesuatu yang keluar sendiri dari bibirku dan bahkan sejujurnya aku pun terkejut. Aku mengatakan bahwa Jungkook akan tinggal denganku, bahwa aku yang akan bertanggung jawab dengan nya mulai sekarang. Keputusan yang saat itu membuat mata ibu melebar karena terkejut, namun aku melihat wajah ayah yang terlihat lega akan keputusanku.

Aku membawanya untuk tinggal di apartemen yang memang sudah aku beli jauh-jauh hari, hasil dari uangku sendiri. Tapi sepertinya luka ini memang tidak bisa pulih dengan cepat, karena justru setiap kali aku melihat nya dan aku harus melihat wajah Jungkook setiap hari dua puluh empat jam dalam seminggu aku jadi teringat pengkhianatan ayah hingga Jungkook terlahir ke dunia ini.

Tidak, aku tidak ingin menyalahkan Jungkook. Dia terlahir tanpa tahu apa yang terjadi. Kita semua terlahir seperti itu. Tapi sungguh, rasa nya masih berat melihat wajah Jungkook setiap saat. Karena itu aku mengalihkan nya dengan bekerja hingga larut malam berharap jika aku pulang dia sudah tidur di kamarnya dan pergi ke kantor lebih pagi sebelum dia terbangun.

Namun setiap aku pulang, aku selalu melihat Jungkook tertidur di sofa, berdalih tertidur saat menonton televisi. Aku tahu itu bohong, dia menungguku, dan itu membuat hatiku hancur. Aku ini kakak yang jahat untuknya, kan? Tapi aku hanya ingin meminta sedikit waktu sedikit lagi untuk bisa menyembuhkan luka ini agar bisa kembali menjadi kakak yang baik untuk Jungkook. Agar kami bisa bercerita dan bercanda seperti dulu lagi, agar kami bisa tertawa bersama seperti hari-hari yang lalu.
Aku tengah mengerjakan laporanku saat ponsel di tepi meja kerjaku berdering, dari Jungkook.

Jungkook terkadang meneleponku disaat-saat tak tentu. Kata nya hanya ingin menanyakan kegiatanku, setelah itu menutup telepon nya. Sementara aku lagi-lagi hanya akan menjawab seadanya.

Kim Namjoon yang bodoh dan egois.

"Jungkook? Kenapa menelepon?" aku bertanya dengan nada datar seperti biasa.

"Maaf, aku menganggu hyung bekerja, ya? Lagi-lagi aku mengganggu hyung padahal aku tahu hyung sedang sibuk. Aku...hanya ingin mendengar suaramu, hyung."

Aku menegakan badan, suaranya terdengar aneh. Juga jawaban nya. "Jungkook, apa terjadi sesuatu?"

"Apa kau kesulitan, hyung?"

BREATHE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang