mDH 5

22.2K 1.2K 105
                                    

Part sblm in, gw khilaf dn minta maap.

Otak lgi sengklek.

🖤🖤🖤

"Aakkhh. Lepas! Lepasin!"

"Jangan! Gue mohon jangan lakuin itu!"

Teriakan-teriakan serta permintaan permohonan terdengar begitu jelas, dari mulut gadis yang saat ini tengah terbaring lemah diatas ranjang. Tendangan-tendangannya tidak menghasilkan apapun, malah membuat dirinya semakin lelah.

"Jangan! Jangan sentuh gue! Pergi sialan! Tolooonngg!!"

Terdengar begitu memilukan bagi siapa saja yang mendengarnya, gadis itu meraung-raung, meminta dilepaskan dan meminta tolong.

"Tolooonngg!!!"

Dirinya terperanjat dan langsung mengubah posisinya menjadi duduk, matanya mengerjap berkali-kali, jadi semua ini hanya mimpi? Ia bermimpi skidipapap dengan setan? Sungguh mimpi yang konyol dan gila!

"Hiks...hiks---Nina."

Nina langsung menolehkan kepalanya ke samping kanan, melihat Nesa yang sudah bercucuran air mata, apa yang sebenarnya terjadi? Bukannya?? Apa dia juga ikutan tertidur saat menidurkan Nesa tadi? Tapi mimpi tadi terlihat sangat nyata.

"Nesa takut." Rengek Nesa seperti anak kecil, gadis itu langsung menghambur ke dalam pelukan Nina, dirinya takut Nina kenapa-kenapa, bahkan ia sampai terbangun saat Nina berteriak tadi.

Nina membalas pelukan Nesa, menepuk bahunya pelan, menenangkan. "Hus, nggak usah takut, aku disini." Bisiknya pelan, sebenarnya dirinya juga masih bingung, tadi itu nyata atau hanya sekedar bunga mimpi yang sangat buruk?

"Nina nggak apa-apa?" Tanyanya dengan suara serak khas seorang yang habis menangis, dan langsung dibalas gelengan kepala Nina.

"Nesa mau pulang."

"Pulang sekarang?" Tanyanya memastikan.

"Iya."

Tetapi sebelum Nina beranjak dari duduknya, bunyi notifikasi handphonenya berbunyi, yang menandakan bahwa ada pesan masuk.

*+62 831-××××-××××

Pulang sekarang!

~Mama

'Mama? Tapi, kenapa nomornya beda? Apa mama ganti nomor telepon? Dan mama juga nggak pernah kirim pesan kayak gini.' Batin Nina bertanya-tanya, ini sangat aneh. Mencoba menghilangkan pikiran negatifnya, Nina hanya mengedihkan bahu acuh, dan melaksanakan apa yang ada di pesan tadi.

🖤🖤🖤

Nina, gadis itu sudah sampai didepan rumahnya, sepi. Seperti tidak ada penghuninya, apakah benar tadi yang mengiriminya pesan mamanya?

Gabby dan Nesa sudah ia serahkan kepada duo kembar, meskipun tadi ada sedikit drama antara mereka, apalagi Nesa, gadis itu menangis meraung-raung ingin pulang bersamanya, tapi berkat bujukan halusnya, Nesa mau diantar dengan Kris dan Kevin, sedangkan Gabby, gadis itu selalu mengoceh terus.

Dengan pelan, ia memberanikan diri untuk memasuki rumahnya sendiri, membuka pintu utama, Nina bisa melihat bahwa keadaan rumah yang begitu sepi. Kemana kedua orangtuanya? Apa ia sedang di prank?

"Ma!" Sepi, tidak ada jawaban sama sekali.

"Papa!"

"Pada dimana sih?!" Tanyanya pada diri sendiri. "Lagian juga gue bilang apa, rumah segede gini harusnya ada mbak mbak asistennya sama bapak supir." Gerutunya kesal.

Nina sudah hampir mendudukkan dirinya di sofa ruang tamu, tapi dering dari handphonenya membuat ia mengurungkan niatnya.

"Mama! Mama dimana? Aku udah pulang! Tadi mama nyuruh aku pulang cepat kan?" Sembur Nina saat ia mengangkat panggilan telfon dari Ranti, mamanya.

'Kamu nggak sopan ya! Main sembur aja bisanya, yang nyuruh kamu pulang siapa? Mama telfon kamu ini, mau suruh kamu nginep di rumah Gabby dulu, mama sama papa ada urusan mendadak ke Malang malam ini.'

Blank, otak Nina mendadak langsung blank. "Nggak usah bercanda ma, nggak lucu." Cicitnya pelan, apa-apaan ini semua.

'Mama nggak bercanda sayang.'

Tiba-tiba Nina merasakan bulu kuduknya berdiri, kenapa ia jadi merinding? Hawa dingin begitu menusuk ke kulitnya, meski memakai Hoodie, tapi rasanya sangat dingin. "Te--terus yang kirim pesan ke aku tadi siapa?" Bahkan suaranya sudah bergetar, hampir menangis. Dirinya sudah merasakan takut level akut. Tidak ada jawaban dari seberang telfon.

"Ma! Mama!"

"Sial baterai nya habis!"

Dengan gemetar, Nina menoleh menatap pintu utama yang masih terbuka lebar, dalam hati ia sudah mengambil ancang-ancang untuk lari keluar.

Dalam hitungan ketiga, dia harus lari dengan cepat. Tapi betapa terkejutnya ia saat pintu tiba-tiba tertutup sendiri dengan suara yang begitu keras, bahkan Nina baru lari sampai tengah - tengah ruangan saja.

"Aaaa toloonggg!!" Teriaknya begitu ketakutan. Keringat dingin sudah bercucuran membasahi tubuhnya.

Gadis itu berusaha membuka pintu, menendang bahkan mendobraknya, namun semua usahanya hanya berujung sia-sia.

Dor! dor! dor!

"Hiks toloongg!!!" Nina sudah tidak tahan, gadis itu mulai menangis, bahkan jika disuruh memilih. Nina lebih baik menghajar sepuluh preman dari pada berada di situasi seperti ini.

Ini semua tidak beres!

"Berteriak lah sesuka hatimu."

Deg!

Tangisnya semakin pecah saat mendengar suara yang begitu familiar namun menyeramkan di telinganya. Rasa keberaniannya kemarin lenyap begitu saja. Detak jantungnya berdetak kencang, kakinya bahkan sudah lemas seperti jelly.

"Malam ini jadilah gadis penurut untukku." Kata-kata yang terdengar santai itu membuat Nina mengepalkan tangannya, jangan lupakan air mata yang masih mengalir di pipinya.

"Gu--gue nggak takut sama Lo!"

"Oh ya?" Sosok itu menyeringai, ia mulai mendekat, berjalan kearahnya dengan perlahan, yang membuat Nina refleks berjalan mundur, hingga membentur pintu. "Apa aku harus mengetes keberanianmu itu, sayang?" Ia mulai membelai pipi putih Nina, mengusapnya pelan, yang membuat sang empu semakin merinding dibuatnya.

"Jangan buat semuanya menjadi rumit Nina, pilihannya hanya ada dua. Kamu ingin tahu?"

Nina diam, tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh sosok didepannya, otaknya sudah memikirkan hal yang tidak-tidak. Aura intimidasi sosok itu memang sangat kuat.

"Jadi gadis penurut, atau kedua orangtuamu akan mati?"

🖤🖤🖤

TBC

Finna McKenzie 🖤

my DeviL HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang