mDH 10

16.5K 865 123
                                    

"TOLONG!!!"

"JANGAN!!!"

Gadis itu langsung terbangun dari tidurnya, napasnya tersengal-sengal, keringat membanjiri wajah cantiknya. Apa itu? Apa tadi? Mimpi apa-apaan itu, kenapa rasanya begitu nyata!

Nina menatap sekeliling kamarnya,  lalu tatapannya menuju ke arah tubuhnya sendiri. Ia menghela napas lega saat mengetahui jika pakaiannya masih utuh melekat di tubuh.

"Kenapa gue bisa mimpi gajelas kayak tadi." Gerutunya pelan sembari memijit pelipisnya. Kepalanya terasa mulai pusing.

Detik berikutnya mata gadis itu langsung melotot, panik. "Om! Tante! Handphone? Mana handphone gue?!" Dirinya mulai panik sendiri, bagaimana keadaan om dan tantenya sekarang? Mimpi tadi benar-benar membuatnya frustasi setengah mampus.

Memikirkannya saja Nina tidak sanggup. Bisa-bisanya ia bermimpi bahwa makhluk sialan itu membunuh Om serta Tante dan memperkosa dirinya. Argh! Benar-benar tidak masuk diakal!

"Halo? Ada apa Nina?" Sambungan telepon terhubung.

Nina menatap layar ponsel lalu setelah itu menempelkannya di daun telinganya lagi. "Ini tante kan? Tante nggak kenapa-kenapa kan? Maksudku tante sama om baik-baik aja kan disana?"

"Halo? Tante kenapa ga di jawab?" Bangkit dari rebahannya, Nina mulai berjalan menuju balkon kamar, menatap hamparan taman depan rumah yang begitu terawat indah.

"Kamu kenapa?"

"Ck, bukannya jawab pertanyaan Nina malah balik tanya." Dumelnya, yang membuat Sari mengernyitkan dahi di sebrang sana. "Yaudah kalo kalian baik-baik aja, Nina lag--- anjir."

Tut!

Setelah mengumpat pelan di akhir telepon, ia langsung mematikan sambungan telepon itu dengan sepihak, membuat Sari terheran-heran dengan keponakannya. Berjalan cepat keluar rumah, Nina mendumel tidak jelas, tentu saja ia sudah membasuh muka dan sikat gigi terlebih dahulu.

🖤🖤🖤

"Emang bener-bener ga bisa dibiarin, WOI!" Teriaknya lantang.

"Eh, udah keluar orangnya bi."

"Yaudah, Bibi kebelakang dulu ya Den." Pamit Bi Inah pada seorang pemuda yang  tengah berdiri didepan rumah Nonanya, yang saat ini menggunakan celana kolor selutut serta kaos oblong dan jangan lupakan handuk lap keringat yang ada di lehernya.

Memang beberapa hari yang lalu Nina sudah memperkerjakan dua orang asisten rumah tangga dan satu orang satpam serta sopir. Untuk masalah gaji dan kebutuhan sehari-hari, Nina tidak perlu pusing lagi. Karena semua itu di tanggung oleh Sari dan suaminya yang saat ini juga membantu menghandle perusahaan peninggalan orang tua Nina. Setelah lulus kuliah Nina baru bisa mengambil alih perusahaan itu, namun sesekali saat ini dirinya juga terkadang andil turut serta menghadiri acara meeting, itung-itung untuk belajar.

"Mau apa lo kesini?!" Tanya Nina ngegas, membuat pemuda itu mengelus dada, sabar.

"Ya mau jemput calon istri atuh, joging yok beb." Ucapnya tanpa tampang dosa, benar-benar minta di tabok dia.

"Calon istri ndasmu! Ngapain sih lo pagi-pagi kesini?! Bikin emosi orang aja. Sana pergi!" Sarkas Nina tanpa perasaan, sifatnya kini sudah kembali seperti dulu. Ia meraih tangan pemuda itu untuk ia seret keluar dari area halaman rumahnya. "Sana pergi Bagas!"

Ya, nama pemuda itu adalah Bagas, tetangga baru Nina yang ada di komplek perumahan. Musuh bebuyutannya saat ini.

Bagas memutar bola matanya malas, selalu seperti ini. "Belum nikah aja udah marah-marah mulu, suka KDRT. Gimana kalo kita udah nikah."

my DeviL HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang