BAB II

24 7 3
                                    

Merangkai cerita tanpa aksara.

****

Sudah seminggu Aurell menjalani rutinitasnya kembali sebagai siswi disalah satu sekolah swasta yang berada di Jakarta. Kegiatan Belajar Mengajar sudah berjalan normal, tugas-tugas sudah mulai berdatangan mengisi hari-harinya.

Masih ingat laki-laki yang duduk dikursi paling belakang? Ansell Arian Rendra namanya. Laki-laki yang terlihat urakan, berangkat dari rumah pagi hari sampai ke kelas saat bel masuk sudah berbunyi. Satu hal yang membuat Aurell sedikit terkejut, laki-laki itu memiliki otak diatas rata-rata. Saingan gue tambah banyak, batin Aurell.

"Din, makalah matematika udah kan?" Tanya Aurell, karena beberapa saat lagi akan berlangsung pelajaran matematika.

"Udah, lo yang presentasi kan?"

"Apaan? Nggak! Itu tuh si Nanta aja, dia kan anak osis public speaking-nya lebih bagus dari gue. Nan, lo yang presentasi ya nanti cuma jelasin materi dari kelompok kita doang ko."

"Oke, kerja sama aja ya nanti. Takut ditanya-tanya, ya lo tau lah betapa killer-nya guru MTK kita." Ujar Nanta setuju.

"Iya tenang, nanti kalau ada pertanyaan gue bantu jawab" Balas Aurell.

Pelajaran Matematika sedang berlangsung setiap kelompok wajib menjelaskan materi yang diberi guru. Kelompok Aurell sudah presentasi lebih dulu dengan lancar tanpa halangan.

Sepintar apa sih dia, batin Aurell.

Ansell mulai menjelaskan materi yang dibahas di kelompoknya. Menjelaskan tanpa melihat makalah yang di buat kelompoknya dengan lancar, menjelaskan dengan cara yang mudah agar teman-temannya mengerti. Setelah selesai Ansell duduk dan mendapat tepuk tangan yang cukup meriah. Saingan gue tambah banyak, batin Aurell.

"Itu Ansell? Dia sepinter itu?" Tanya Aurell pada teman satu kelompoknya.

"Gue juga nggak nyangka dia sepinter itu," sahut Chandra.

"Dia emang pinter, cuma nggak keliatan karena pergaulan dia. Don't judge book by it's cover, cuy." Jelas Nanta.

"Din, lo percaya nggak? Gue bakal dapetin dia." Bisik Aurell setelah selesai mendengarkan penjelasan temannya.

"Nggaklah. Percaya sama lo dosa gue yang ada." Elak Dinda.

"Kita liat aja, pegang omongan gue din." Jawab Aurell sambil memperhatikan Ansell dari kursinya, tanpa sepengetahuan Ansell tentu saja.

Freeclass sedang berlangsung dikelas XI MIPA 2. Sudah bisa ditebak suasana didalam kelas seperti apa, sama seperti freeclass pada umumnya.

Aurell yang mudah bergaul sangat disuka oleh teman-teman kelasnya. Seperti saat ini, teman-teman Aurell berkumpul di meja yang ditempati Aurell, bercerita apa saja yang ingin diceritakan, dari mulai hal lucu sampai hal yang menyeramkan mereka ceritakan.

"Eh, ni gue punya cerita. Pas itukan kebetulan gue lewat di daerah kampung gitukan sama kakak sepupu gue, abis beli jajanan gitu. Eh, ada anak bocah main sepeda agak ngebut padahal itu turunan dia mau nabrak motor belakang gue tapi dia nggak ada rem terus sama dia malah dibelokin ke gang eh ditabrakin ke tembok sepedanya sampe ngejungkel kedepan kepalanya ke hantam tembok. Sumpah ya itu tuh lucu banget," Cerita Salsa, sambil tertawa terbahak.

"Kok lo pada nggak ketawa sih? Itu tuh lucu tau, sebel deh." Lanjutnya dengan muka yang ditekuk. Aurell hanya terkekeh melihat teman yang lain justru melirik Salsa tajam, karena menurut mereka ceritanya tidak lucu sama sekali.

A LOVE JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang