Begin

3.4K 262 14
                                    

"Dad, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan dengan mu." Ucap Xander.

Ratzel menurunkan koran paginya untuk menatap anaknya sebentar sebelum membaca lagi korannya.

"Tentu, ada apa?" Tanya Ratzel sembari melipat korannya sebelum mendengarkan cerita dari Xander.
"Apa kau akan percaya jika aku bilang Raquel bukanlah gadis yang baik?"

Ratzel menautkan alisnya bingung ketika Xander mengatakan itu.

"Apa yang membuat mu berkata demikian nak? Aku tahu kau tidak mencintainya. Tapi itu tidak berarti kau bisa membuat orang lain membencinya."

Ratzel melipat koran paginya dan menyimpannya di meja sebelum membenarkan posisi duduknya bersiap mendengar cerita dari anaknya.

"Dia berencana menyingkirkan Emerald, dad. Dia bahkan membayar orang untuk melakukan itu, bahkan sekarang Emerald hilang."

Ucapan Xander itu membuat Ratzel terkejut, pria paruh baya itu bahkan sempat tidak percaya, tapi Xander menunjukan bukti percakapan antara Raquel dan orang bayarannya itu.

"Kau sudah melaporkan ini?" Tanya Ratzel.

Xander mengangguk sembari mengeluarkan berkas-berkas salinan laporannya.

"Aku sudah melaporkannya, aku juga melibatkan media untuk ini."

Ratzel mengangguk menanggapi keterangan anaknya, dia tahu anaknya bukanlah pembohong.

"Aku akan meminta bantuan MI 6 karena mom juga pergi bersamanya." Tambah Xander.

"Siapa yang pergi? Aku bahkan baru kembali." Ucap Caroline yang entah sejak kapan berdiri tak jauh dari mereka.

Helaan nafas lega terdengar dari dua pria ini.

"Apa ada masalah? Kalian tampak begitu serius tadi." Tanya Caroline sembari ikut duduk di samping suami dan anaknya.
"Apa kau kembali bersama Raquel sayang?" Tanya Ratzel.

Caroline menautkan alisnya sembari menggeleng.

"Dia tinggal bersama ayahnya, apa ada masalah?"
"Dia menculik Emerald."

💍

Emerald mengerang lemah kepalanya terkulai di bahunya. Perlahan dia membuka matanya. Cahaya lampu yang tergantung di atasnya menjadi satu-satunya alat penerangan di ruangan gelap ini.

Emerald menggerakan tubuhnya yang terikat kencang pada kursi yang didudukinya dengan kain yang menyumpal mulutnya.

Dia berusaha berteriak walaupun itu hal yang sia-sia. Air matanya meluncur menuruni pipinya, dia tidak tahu dia ada dimana, siapa yang membuatnya begini, dia takut. Takut jika hidup ya akan berakhir tragis tanpa ada yang mengetahui.

"Well, well, well.. Nona Fust, senang kau sudah bangun dari tidur mu."

Emerald menegakan kepalanya dan menajamkan matanya berusaha menembus gelap di sekelilingnya.

"Bagaimana tidur panjang mu? Apa kau nyaman terikat disini untuk sehari penuh?"

Emerald membalas ucapan itu tapi suaranya terhalang kain sialan yang ada di dalam muluyntnya.

"Maaf, bisa kau ulangi ucapan mu? Karena aku tidak bisa mendengarnya."

Saat itu juga sesorang pria tinggi besar keluar dari kegelapan. Emerald tahu pria itu, dia yang memukulnya dan mengakibatkan Emerald terkurung disini.

Emerald tetap memaki pria itu dengan suaranya yang tidak jelas, matanya jelas menyiratkan kebencian yang sangat dalam pada pria di depannya.

"Ah, aku akan mengambil itu." Pria itu menarik kain yang semula menyumpal mulut Emerald.
"Kau keparat." Seru Emerald ketika mulutnya terbebas.
"Aku kira bergaul bersama bangsawan akan membuat mu belajar tata krama Nona Fust." Pria itu berjalan mengelilingi Emerald sebelum berhenti di hadapan gadis itu dan menarik rambut coklat Emerald membuat kepala gadis itu menadah dan mengerang kesakitan.
"Kau harusnya bisa menjaga sikap mu." Tambah pria itu sebelum menghempaskan kepala Emerald begitu saja.

Emerald terkekeh kecil sebelum akhirnya tergelak, ini membuat pria besar di depannya menautkan alisnya.

"Kau fikir aku sudi berlaku sopan pada pria brengsek seperti mu?" Ejek Emerald.

Sedetik kemudian, pria itu mencengkram rahang Emerald.

"Kau fikir aku tidak berani melukai mu? Aku akan melakukan itu jika mulut sialan ini mengeluarkan kata kasar lagi."

Emerald mengerakan kepalanya berusaha menghindar saat pria menjijikan itu berusaha menciumnya. Tapi apa daya, pria itu berhasil menciumnya dengan kasar dan liar.

"Brengsek." Maki Emerald sebelum meludahi pria itu.
"Aku juga mencintai mu nona. Nama ku Nick, kau bisa memanggil ku sayang." Pria itu mengedipkan satu matanya.
"Aku akan kembali saat makan siang, buat diri mu nyaman nona." Tambahnya sembari menyumpal lagi mulut Emerald sebelum pergi meninggalkan Emerald.

Emerald menangis dalam diam. Dia ingin mengusap bibirnya untuk menghilangkan bekas ciuman pria keparat itu. Tapi lagi-lagu dirinya hanya bisa diam karena ikatan di tubuhnya begitu membelenggu.

Dia ingin pulang. Dia ingin kembali ke rumahnya. Dia ingin kembali ke kehidupan lamanya. Kehidupan yang jauh dari skandal, jauh dari musuh. Kehidupan tenangnya bersama keluarganya.

Lagi, tangisnya semakin menjadi kala dia mengingat keluarganya. Emerald merindukan mereka. Mereka yang bisa melindunginya tapi Tuhan mengambil mereka untuk bersamanya. Tuhan membiarkan Emerald berjuang sendirian, terlebih disaat-saat seperti ini. Tidak ada sandaran untuknya, tidak ada pelindung untuknya.

"Kenapa Kau tidak mengambil ku juga? Aku lelah disini." Seru Emerald di dalam hatinya.

Dia tahu menyalahkan Tuhan adalah hal yang salah, tapi memang Tuhan tidak adil untuknya.

Saat tangisnya mulai reda Emeral kembali menegakan kepalanya, ada sebuah pertanyaan yang menganggunya.

Siapa orang dibalik semua ini? Katelyn? Tentu wanita tua itu sangat membenci ku, tapi untuk apa? Aku sudah menjauh dari kehidupan mereka. Ah, tentu saja. Raquel.

💍

Cleui menatap tangannya yang terasa sangat dingin. Raganya memang disini tapi fikiranya terbang jauh memikirkan nasib sahabatnya yang tak tahu dimana keberadaannya.

Cleui menegakan kepalanya dan menatap pria yang duduk di sebelahnya saat tangan pria itu mengenggam tangannya.

"Semua akan baik-baik saja nona, aku yakin." Ucapnya.
"Kau berkata seolah kau tahu segalanya." Ketus Cleui.

Dia bukan tipe wanita yang mudah luluh hanya dengan pria yang berusaha menenangkannya. Apalagi yang menenangkannya adalah sahabat dari Xander. Xander pria yang kurang ajar, well sifat mereka pastinya tidak jauh berbeda.

"Setidaknya aku berusaha berpikir positif untuk sahabat mu." Robin terkekeh sembari menarik tangannya dari Cleui.

Cleui memutar bola matanya malas sembari berdecak.
Mereka berdiri kala seorang pelayan meminta mereka ikut dengannya untuk bertemu Xander yang baru saja berdiskusi dengan keluarganya. Termasuk dengan Leonore, dan Rendela karena mereka pemegang takhta kerajaan sekarang.

"Your Majesty." Sapa keduanya dengan hormat saat berpapasan dengan sang raja dan ratu Britania itu

Di ruangan itu hanya tersisa Xander yang masih duduk di tempatnya. Sembari memegang laporan dari MI6.

"Jadi bagaimana?" Tanya Robin.
"Maroko."
"Raquel memiliki aset bunker pribadi disana, dan dia menyembunyikan Emerald disana." Desis Xander.
"Kapan kita akan kesana?" Tanya Cleui.
"Besok, aku harus mengurus hal yang diperlukan untuk menangkap wanita itu."

Mereka berdua saling menatap sebelum mengangguk.

"Aku akan membalas mu untuk Emerald, kau akan berlutut untuknya."

💍

Lama ga ketemu, ada yang kangen? Gada? Hahaha ok:v


Once Upon a DanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang