12. I Got It for You

55 17 67
                                    

Dering ponsel membuat Kim Ara harus berhenti memandangi Jihoon dari kejauhan. Sebuah foto perempuan dengan rambut pendek sebahu yang sedang tersenyum lebar terlihat di layarnya. Cepat-cepat Ara mengangkat panggilan itu.

"Kyung Mi!" pekik Ara meneriaki nama sahabatnya. "Eotteohke?"

Nada bicaranya menunjukkan kegelisahan. Dari ujung telepon, terdengar desisan Kyung Mi. Apa lagi kalau bukan karena mendengar teriakan sahabatnya. Selalu saja begitu.

"Hei, hei, Kim Ara, kau kenapa? Kau selalu saja tiba-tiba bertanya seperti itu."

Ara melangkah menuju tepi jalan. Punggungnya ia sandarkan di tembok bagian depan sebuah toko. Sambil menggenggam ponsel, tangan satunya terlipat di depan dada.

"Tentang Jihoon. Sudah kuduga harusnya aku tidak melakukan idemu," keluhnya. "Sepertinya Jihoon ingat siapa aku dan masa laluku."

"Mwo? Bagaimana bisa ingat? Kau melakukan apa memangnya?"

Ara membuang napasnya. "Aku cerita tentang aku yang jadi korban bully waktu di sekolah dulu."

"Ya! Kim Ara kenapa kau bodoh sekali?"

Suara yang ada di ujung telepon hanya memarahi Ara panjang lebar, sedang gadis itu terus mengangguk. Raut wajah Ara terlihat malas menanggapi perkataan sahabatnya.

"Dulu aku memang menyukai Jihoon, tapi tidak seharusnya aku balas dendam karena dulu dia menjatuhkanku. Mengubah diri dan penampilan, datang ke sekolah ini untuk mendekati Jihoon, membuatnya jatuh cinta padaku lalu aku mencampakkannya."

"Kyung Mi-ya, itu terlalu jahat, bukan?"

Sempat terdiam beberapa detik. Ara menggigit bagian bawah bibirnya. Gadis itu terlihat cemas.

"Kau sudah terlanjur melakukan ini, kenapa tidak sekalian saja diselesaikan?" balas suara di ujung sana. "Lagi pula kau sekolah di sana kan juga bukan semata-mata karena Jihoon, tapi itu memang sekolah impianmu."

Ara tidak bisa membantah perkataan Kyung Mi. Ada benarnya juga apa yang dibicarakan oleh sahabatnya.

"T-t-tapi kan tetap saja ...."

"Sudah, Ara, dengarkan saja aku. Jangan bertingkah aneh lagi yang bisa membuat Jihoon ingat siapa kau dulu. Besok aku akan ke Busan. Akan kubicarakan lagi denganmu besok. Oke?"

"Ah, satu lagi, bagaimana dengan Jihoon? Dia masih tampan seperti dulu?"

Ara berdecak kemudian memanyunkan bibirnya. "Kau menanyakan pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Ya, tentu saja!"

"Jangan jatuh cinta lagi padanya."

Ish, jahatnya Kyung Mi. Dia yang membuatku dekat lagi dengan Jihoon, tapi dia juga yang mencegahku. "Iya, baiklah, Nona. Kutunggu kau besok di Busan. Annyeong!"

"Sampai kapan aku bertingkah seperti ini, bersembunyi di balik sifat orang lain?"

Ara menghela napas kemudian menyimpan kembali ponselnya. Langkah kakinya bergerak dengan pasti, menyusuri jalanan menuju rumahnya.

🔼🔽🔼

"Hyung, kau ke mana? Yang lain sudah sampai duluan di sini," tanya Kuanlin yang sedang melipat lengan bajunya.

Suasana yang selalu didapatkan oleh Jihoon di ruangan itu. Latihan, latihan, dan latihan. Semua orang selalu sibuk bersiap-siap. Jihoon lelah, bosan dengan kegiatan yang itu-itu saja. Ya, Jihoon tahu resikonya memilih menjalankan hidup sebagai seorang idol dan itu juga impiannya. Jadi, tidak seharusnya ia mengeluh, bukan?

"Aku pergi ke supermarket sebentar. Jadwal latihan juga baru akan dimulai 15 menit lagi, 'kan?" jawab Jihoon sembari meletakkan tasnya.

Laki-laki berbahu lebar berjalan menghampirinya. "Jihoon-ah ...."

Seseorang yang dipanggilnya menoleh. Ia mendapati Kang Daniel berdiri di sampingnya.

"Kau bukan ke supermarket, tapi ke taman dengan seorang perempuan, bukan?"

Daniel mendesis sembari memiringkan kepala. Matanya menyipit, dahinya mengerut. Ia meningat sesuatu.

"Kalau tidak salah ... hmm ... Kim Ara?"

Jihoon tertegun. Bagaimana laki-laki itu bisa tahu kegiatannya selama di luar, sementara ia hanya berdiam diri di ruang latihannya ini?

"A-aniyo ...." Jihoon mengusap tengkuknya. "Kau bicara apa? Jangan sok tahu."

"Aku hanya tidak mau dia menganggu fokusmu di sini. Sebentar lagi kita akan comeback, latihan itu penting. Kau paham maksudku, 'kan?"

"Iya, iya, Hyung. Aku tidak seperti ini lagi."

"Sebentar, sebentar." Seseorang memotong percakapan mereka. Langkah kakinya terdengar cepat. "Kim Ara? Ara noona?"

Jihoon dan Daniel mengalihkan pandangan ke arah datangnya suara. Bae Jinyoung sudah berdiri di hadapannya dengan wajah bingung. Lelaki itu seperti punya radar khusus saat mendengar nama Ara disebutkan.

"Jihoon Hyung, kau pergi dengan noona? Aigoo ... benar dugaanku kalau kau juga punya rasa dengannya, 'kan? Kau tega denganku, Hyung? Kita, 'kan, teman dan kau sudah tahu kalau aku menyukai Ara noona ... masa kau juga yang mau merebutnya?"

Jihoon menghela napas kemudian membuangnya usai mendengar kalimat panjang lebar yang terlontar dari mulut Jinyoung. Tangannya mendarat di pundak Jinyoung kemudian merangkulnya.

Lelaki itu berbisik, tidak membiarkan Daniel mendengar obrolannya.

"Kemarin kau memintaku untuk cari tahu tentang Ara? Aku sudah dapatkan informasi buatmu."

Mendengarnya, Jinyoung menoleh ke arah Jihoon yang sedang menaikkan alisnya dan tersenyum tipis. "Benarkah?"

Jinyoung memunculkan kepalanya dari lengan Jihoon dan melihat ke belakang, tempat di mana Daniel masih memperhatikan mereka. Ia kembali menatap Jihoon kemudian kedua ujung bibirnya terangkat.

"Kita bicarakan lagi, tapi jangan di sini. Ke sana saja," bisiknya kemudian mengajak Jihoon beralih pergi.

Sementara, Daniel masih di sana dan bertanya-tanya sembari memperhatikan Jihoon dan Jinyoung dari belakang. Ia melipat tangannya di depan dada.

"Aneh, tadi Jinyoung marah-marah, sekarang malah akur. Apa hanya aku yang tidak tahu situasi apa sekarang ini?"

The Memory of Us | PJH; BJY ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang