Ara hanya terdiam. Masih tetap memunggungi Jihoon, enggan untuk berbalik meski hanya sekadar melihat apa lelaki itu mengatakan kalimatnya barusan dengan sungguh-sungguh. Seorang Park Jihoon bisa bilang seperti itu. Ada apa?
"Kalau kau mencariku untuk---"
"Untuk meminta maaf," lanjut Jihoon yang sengaja memotong perkataan Ara.
Jihoon berjalan menghampiri Ara. Kini laki-laki itu sudah ada di hadapannya. Memandang Ara yang masik tertunduk. Tanpa sadar, ia mengangkat sedikit ujung bibirnya ketika melihat orang yang dicarinya sudah berada dengannya.
"Tidak perlu berlagak meminta maaf. Kau sudah tahu siapa aku. Aku yang minta maaf karena sudah muncul di hadapanmu lagi. Kau juga pasti tidak mau lagi berteman denganku, mungkin malu."
Ara sedikit mendongakkan kepala sebelum melanjutkan kalimatnya. "Itu yang kau lakukan juga kemarin waktu tahu yang sebenarnya, 'kan?"
Jihoon memegang kedua bahu Ara, tapi gadis itu menolak. "Bukan itu."
"Aku tahu kalau aku terlalu jahat denganmu. Aku juga tidak pernah menyangka akan bertemu denganmu lagi seperti ini. Aku memilih untuk diam karena sadar meski membantumu sekali pun tidak bisa menghapus kesalahanku di masa lalu."
Ara menghela napasnya. "Lalu?"
"Aku benar-benar mau meminta maaf. Sesungguhnya aku mulai tahu siapa kau setelah mendengar lagu-lagu yang ada di pemutar musikmu. Bahkan aku dengan bodohnya mengucap maaf dengan cara yang tidak jantan. Hanya merekam suara dan berharap kau mendengarnya."
Jadi, benar Jihoon? batin Ara. Gadis itu masih bisa mengingat tiap kalimat dan suara yang tidak sengaja terputar kala itu.
"Sekarang aku katakan kalimat itu lagi. Apa kau mau memaafkanku?" tanya Jihoon.
Rasa kecewa yang tumbuh di dalam tubuh Ara lantaran lelaki itu mengabaikannya beberapa hari lalu kini berubah menjadi rasa bersalah. Tanpa alasan yang jelas, ia merasa sedih. Ara memejamkan matanya sejenak. Ada air mata yang tanpa sadar mengalir di wajahnya.
"Kau ... menangis?" Jihoon sedikit merendahkan tubuhnya dan berusaha melihat wajah gadis di hadapannya.
Ara cepat-cepat menyeka air matanya. "T-tidak. Baru kali ini ... ada orang yang meminta maaf padaku. Ada orang yang ternyata memikirkanku selain keluargaku dan Kyung Mi."
Refleks, Jihoon terkekeh. "Kau bilang kita ini teman. Sudah seharusnya teman yang baik bersikap seperti itu, bukan?"
Bukannya menanggapi kalimat Jihoon, lagi-lagi Ara menangis. Gadis itu bukanlah gadis kuat yang selalu ceria seperti apa yang terlihat dari luar. Siapa tahu di dalam hatinya Ara selalu merasa sendiri dan takut. Namun, dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Jihoon, laki-laki itu membuatnya merasa lebih aman.
"Ne....." Ara memaksa diri untuk tersenyum meski dalam kondisi menangis.
Jihoon tertawa kecil sekali lagi melihat sikap Ara kemudian mengusap air mata Ara yang jatuh. Menarik tubuh Ara dan memeluknya. Ia menepuk-nepuk punggung Ara, sementara gadis itu menyandarkan kepala ke bahu Jihoon.
"Kau boleh menangis sesuka hatimu, tapi setelahnya kau harus ikut aku kembali ke Seoul. Anak-anak merindukanmu, Jinyoung merindukanmu, dan...."
Laki-laki itu tersenyum meski Ara tidak dapat melihatnya. Sengaja ia memindahkan tangannya dari punggung ke pucuk kepala Ara, mengusapnya. "Aku juga."
Sontak Ara memundurkan tubuhnya. Menatap Jihoon dengan matanya yang masih berlinang air mata. "Kau bilang apa?"
🔼🔽🔼
"Park Jihoon? Jinjja Park Jihoon?! Kenapa ada di sini?" tanya Kyung Mi heran saat melihat sahabatnya sedang ada bersama Jihoon, berdiri di depan pintu rumahnya.
Cepat-cepat Kyung Mi menarik lengan Ara dan membawa gadis itu ke belakang tubuhnya. Tatapan Kyung Mi sangat tajam menatap laki-laki berjaket biru yang malah melemparkan senyum manisnya. Jihoon melambaikan tangan.
"Kenapa kau bisa pulang dengannya? Ada apa, huh?" bisik Kyung Mi, bertanya pada sahabatnya.
"Bertemu dengannya di jalan," jawab Ara.
Kyung Mi mendecak. "Maksudku, bagaimana bisa?"
"Maaf, tapi aku bisa mendengar pembicaraan kalian," sela Jihoon. "Aku---"
"Kalau kau datang hanya untuk mengejek Ara, lebih baik pulang sana. Ara tidak butuh orang sepertimu," ucap Kyung Mi sembari melipat kedua tangan di depan dada.
Gadis itu beralih menatap Ara kemudian berkata, "Ayo, kita masuk saja! Bersyukur kau tidak pulang terlalu malam, kita makan bersama di dalam."
Tanpa mengindahkan keberadaan Jihoon, Kyung Mi dengan sengaja menutup pintu rumahnya. Namun, dengan sigap juga Jihoon menahan.
"Aku belum bicara."
Kyung Mi menggertakkan giginya. "Ada apa lagi? Belum puas juga?"
Satu hal yang selalu Ara tahu adalah Kyung Mi tidak pernah membiarkan dirinya sedih. Ia adalah perempuan yang punya sifat keras dan galak. Namun, bukan hal yang negatif karena Kyung Mi seperti itu selalu untuk melindugi Ara.
"Aku sudah minta maaf dengan Ara atas apa yang kulakukan dulu. Kalau kuingat-ingat, memang aku keterlaluan. Tapi bukankah anak kecil biasa melakukan lelucon seperti itu?" jelas Jihoon.
"Biasa?! Hal yang bahkan sampai sekarang membuat Ara ketakutan itu kau bilang hal yang biasa?" gerutu Kyung Mi.
Sementara itu, Ara meletakkan tangan di pundak sahabatnya. "Kyung Mi-ya, biarkan Jihoon bicara dulu."
"Sekarang pikiranku sudah terbuka dan lebih dewasa. Menyadari kalau itu bukanlah sebuah lelucon lagi. Salahku karena hanya melihat penampilan Ara dari luar dan menjadikannya bahan ejekan, tanpa aku tahu seperti apa Ara sebenarnya."
"Lalu sekarang kau mau mendekati Ara karena dia bukan lagi gadis buruk rupa seperti dulu?" tebak Kyung Mi sembari menggerakkan tangannya. "Klasik."
"Waktu pertama Ara datang, mungkin akulah teman pertamanya di sana," lanjut Jihoon sambil sedikit tersenyum karena melihat Ara mengangguk dari belakang Kyung Mi. "Aku jadi lebih mengenal Ara. Dia anak yang baik. Semakin hari, aku semakin dekat dengannya. Bahkan sekarang, meski aku tahu siapa Ara di masa lalu pun aku masih mau berteman dengannya. Mencarinya jauh-jauh ke Busan setelah aku tahu kalau Ara ada di Busan dari ibunya."
"Tunggu," sela Ara yang sejak tadi memilih untuk membungkam, "kau datang ke rumahku?"
Jihoon mengangguk. "Jinyoung yang mengajakku. Anak itu benar-benar khawatir denganmu."
"Ah, Jinyoung pernah mengantarku pulang. Pantas dia tahu di mana rumahku."
Kyung Mi mengembuskan napasnya berat. "Oke, aku percaya kalau kau sudah berubah. Terima kasih sudah mau peduli dengan Ara. Terima kasih sudah mau menjemputnya karena sebenarnya aku juga khawatir dengan Ara yang mengabaikan sekolahnya."
Gadis itu mengacak-acak rambut Ara dengan sengaja kemudian memeluknya. "Sudah kubilang, kau tidak perlu takut berlebihan."
"Kalau begitu, kita pulang sekarang?" ajak Jihoon pada Ara. Namun, ditolak mentah-mentah oleh Kyung Mi.
"Ya! Pemilik rumah macam apa aku ini yang membiarkan tamunya pergi tanpa mempersilakan masuk terlebih dahulu?" Kyung Mi melepaskan pelukannya dengan Ara dan melihat ke arah Jihoon. "Masuklah! Kalian harus makan dulu sebelum kembali lagi ke Seoul."
"Ah, begitu? Sebagai tamu yang baik, aku juga tidak boleh menolak ajakan ini," balas Jihoon sembari tertawa.
Ara menjadi lebih tenang. Terlihat jelas dari raut wajahnya yang kini sedang tertawa lepas. Beruntung, Tuhan mendekatkan dirinya pada orang-orang yang baik dan peduli. Sekarang, apa lagi yang harus ditakuti oleh Ara?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memory of Us | PJH; BJY ✔
Fanfic[COMPLETED] Kim Ara, gadis pindahan dari Busan yang baru memasuki sekolah seni ternama di Seoul. Kehadirannya berhasil mencuri hati dua pria tampan, Park Jihoon dan Bae Jinyoung. Namun, bukan tanpa alasan Ara memilih sekolah tersebut dari sekian ba...