"Waw. Baru pertama aku mengikuti kelas praktik menari dan kesulitan mengikutinya," keluh Ara sambil memasuki toilet sekolahnya. "Lama tidak menari, apa aku sudah kehilangan kemampuanku?"
Hari itu anak-anak jurusan tari disibukkan dengan latihan yang sudah terjadwal. Sudah sejak lama Kim Ara menantikan momen ini. Saat di mana ia bisa menggeluti hobinya tanpa takut diremehkan oleh orang lain. Terlebih karena kekurangan fisiknya, dulu.
Makanya, sekarang ketika ada kesempatan untuk Ara melakukan apa yang disukanya, ia tidak akan dengan mudah melepas itu. Keadaan semua sudah membaik. Orang-orang di sekitarnya pun menyukai gadis itu. Hanya saja ....
"Eoh? Kau Kim Ara?" tanya seseorang yang baru saja keluar dari bilik kamar mandi. Gadis itu beralih ke samping Ara. Memandangi wajahnya di cermin sembari merapikan rambut.
"Youra? Hai," jawab Ara. Ia menarik sudut bibirnya sedikit.
"Kau cukup baik juga tadi," puji gadis itu, "untuk ukuran anak baru."
"Ah? Gomawo."
Youra menghentikan aktivitasnya kemudian memutar tubuh, menghadap Ara. "Aku penasaran dan ingin bertanya sejak lama."
"Apa kau merasa kalau kita pernah bertemu sebelumnya?" Youra bergerak memajukan tubuhnya sedikit sambil meneliti wajah Ara.
Gadis yang diajaknya bicara itu refleks menjauhkan wajahnya. "Tidak. Aku baru bertemu denganmu di sini."
"Seperti ... seseorang yang pernah aku tahu di Busan."
Busan? Kata itu mengejutkan Ara. Ia membulatkan matanya. Apa dia benar-benar seseorang yang pernah mengenalku dulu?
Kalimat-kalimat penuh tanda tanya itu berputar di pikiran Ara. Datang dengan wajah dan diri yang baru, tentu ia tidak ingin ada seorang pun yang menyadari dirinya yang lama. Takut akan kejadian dulu terulang lagi, pastinya.
"Hmm ... sudahlah, mungkin aku salah orang," lanjutnya sembari tertawa. "Yang sebenarnya adalah aku iri denganmu."
Apa yang diucapkan oleh Youra justru membuat Ara ternganga. Ia mengerutkan dahinya. "Karena?"
"Kau mendapat perhatian semua orang."
"Yang kau maksud ...."
Youra mengangguk. "Jika kau menerka-nerka tentang Jihoon dan sahabatnya, maka jawabannya adalah iya."
Gadis itu menyalakan kran air kemudian membasahi kedua tangannya, sementara Ara hanya terus memandangi Youra.
"Banyak orang menyukaimu, terlebih Jihoon yang semakin kuperhatikan kelihatannya dia juga peduli denganmu," jelas gadis berstatus adik Kang Daniel ini sembari mengambil tisu untuk mengeringkan tangannya.
Ara terdiam sesaat sebelum akhirnya berani mengucapkan, "Kau suka dengannya?"
Terdengar suara kekehan dari sana. Juga diselingi oleh decakan. "Apa itu sebuah pertanyaan? Hei, siapa yang tidak menyukai seorang Park Jihoon?"
Ya, Youra benar karena aku juga termasuk ke dalam sana. "Ah ... jadi dia sangat populer."
"Sangat! Tapi kuharap kau bukan salah satu orang yang juga menyukai Jihoon, ya," ujar Youra kemudian beralih pergi menuju pintu keluar.
"Youra?"
Ara mengikuti gadis itu dan berjalan di belakangnya.
"Sebaiknya kau tidak menyukai Jihoon karena aku tidak tinggal diam kalau ada seseorang merebut posisi yang seharusnya milikku."
"Wah ... kedengarannya seperti sebuah ancaman," tanggap Ara dengan nada bicara melemah.
Sedikit banyak, Ara merasa takut dengan orang semacam Youra. Gadis cukup populer yang bisa melakukan hal seenaknya, tanpa mempedulikan keberadaan orang lain.
"Mengingatkan, bukan mengancam."
🔼🔽🔼
Ara dan Youra sampai di aula. Ketika keduanya tiba, murid lain sedang melanjutkan latihan sesuai dengan instruksi guru. Lantas, mereka juga ikut masuk ke dalam barisan dan melakukan hal sama.
Akibat pembicaraan tidak sengaja dengan Youra, Ara jadi merasa tidak nyaman. Gerakannya seakan terbatas. Ia takut, masa lalunya menghantui.
"Kim Ara!" teriak seorang pria yang memantau dari depan aula. "Ada apa? Kau tidak fokus, gerakanmu lambat sekali."
"Maaf, Pak. Aku akan lebih fokus kali ini," ucap Ara sembari membungkukkan tubuhnya 90 derajat.
Pelatihnya menggeleng kemudian melayangkan pandangan ke salah seorang yang letaknya tidak begitu jauh dari Ara. Seseorang yang sejak tadi tidak terganggu fokusnya.
"Park Jihoon, bantu Ara."
Lelaki yang dipanggil namanya itu sontak menghentikan gerakannya dan terkejut. Namun, sesudahnya langsung mengangguk dan menuruti apa yang diucapkan oleh pak pelatih. Ia berjalan menghampiri Ara, sementara gadis yang ditujunya sudah menunduk dan merutuki diri sendiri.
Dari sekian banyak orang di sini, kenapa harus Park Jihoon? Orang yang seharusnya aku hindari karena sudah membuatku merasa tidak nyaman, justru mendekat. Kim Ara, bodoh, seharusnya kau bisa menolak apa yang dikatakan pak pelatih.
Samar-samar Ara menoleh ke tempat Youra berdiri dan tentu saja gadis itu sedang memperhatikannya. Sementara itu, Jihoon yang sudah ada di samping Ara, langsung menuntun gadis itu untuk kembali mengulangi gerakan tari yang sudah diajarkan.
Mau tidak mau, Ara mengikutinya meskipun di dalam hati ia ingin sekali menghindar. Satu per satu gerakannya dapat diikuti Ara dengan baik. Hingga sampai pada satu gerakan yang memiliki tempo cepat.
"Ah, bisa kau mengulanginya lagi dengan perlahan?" pinta gadis yang kini kesulitan mengatur napasnya lantaran kelelahan.
"Kau harus memainkan kakimu dengan baik di gerakan ini, jadi coba perhatikan." Jihoon menunjukkannya dengan begitu sabar dan pelan, diikuti dengan Ara yang membagi pandangan antara kakinya dengan kaki Jihoon.
"Begini, begini, begini, dan---Aw!" Nada bicaranya tiba-tiba naik.
Jihoon menghentikan gerakan kakinya dan refleks memegangi kedua bahu Ara. "Kau tidak apa-apa?"
"Kakiku sakit, sepertinya terkilir," ringis Ara.
"Lagi?" respon Jihoon yang menimbulkan tanda tanya dalam benak Ara. "Kau benar-benar orang yang ceroboh."
"Pak Pelatih Choi, kaki Ara terkilir. Aku akan membantunya pergi ke UKS," ujar Jihoon sembari mengangkat tangannya. Tentu saja, pak pelatih langsung mempersilakan Jihoon dan Ara untuk pergi.
Ara menggeleng. Lagi-lagi Ara bersikap bodoh. Ini hanya membuatku dekat dengan Jihoon dalam waktu yang lama. "Aku akan pergi sendiri ke UKS. Kau tidak perlu repot-repot."
"Dengan kakimu yang seperti itu? Coba saja, paling hanya dua langkah saja kau akan meringis lagi." Jihoon melipat kedua tangannya di depan dada.
Lelaki itu berdiri di tempatnya dan hanya memperhatikan Ara yang berusaha menegakkan tubuhnya dan berjalan menuju pintu keluar. Satu ... dua ....
"Ah...."
Langkah Jihoon cepat menangkap lengan Ara sebelum tubuh gadis itu melemah. "Sudah kubilang."
Ia meletakkan lengan Ara di bahunya kemudian memegangi tangan gadis itu dengan erat. Membantu Ara berjalan secara perlahan. "Ikuti saja apa kataku."
Ara menghela napas. "Iya, terima kasih lagi sudah membantuku."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Memory of Us | PJH; BJY ✔
Fanfic[COMPLETED] Kim Ara, gadis pindahan dari Busan yang baru memasuki sekolah seni ternama di Seoul. Kehadirannya berhasil mencuri hati dua pria tampan, Park Jihoon dan Bae Jinyoung. Namun, bukan tanpa alasan Ara memilih sekolah tersebut dari sekian ba...