tiga

4.5K 487 15
                                    

•••

“Anak ibu mengalami syok anafilaktik akibat alergi yang dideritanya. Kalau boleh tahu apa penyebab alergi anak ibu?” tanya dokter yang tadi menangani Erlangga, dokter Badri.

“Keju.”

Kirana jadi teringat saat Erlangga berusia lima tahun. Saat itu Erlangga kecil memakan keju yang diberikan pembantu rumah tangganya. Hanya sedikit, bahkan sangat sedikit karena hanya berupa parutan keju di atas kue kering. Tapi kulit Erlangga langsung memerah dan mulai muncul ruam-ruam. Setelah diperiksakan ke dokter, ternyata Erlangga memiliki alergi terhadap keju. Tapi kejadian di hari itu tidak separah saat ini. Hari ini, dengan bodohnya Kirana kembali memberi anak itu keju.

“Ah, mungkin anak ibu mengonsumsinya terlalu banyak sehingga terjadi kondisi seperti ini.” Benar juga. Erlangga tadi mungkin akan menghabiskan seluruh kuenya jika tidak Ares hentikan.

“Apa itu berbahaya dok?”

“Bisa dikatakan berbahaya, Bu. Syok ini adalah reaksi alergi yang tergolong berat karena dapat mengancam nyawa penderitanya. Dalam kasus ini, anak ibu bahkan sempat mengalami henti napas saat ditangani.” Kirana menutup mulut yang membuka akibat terlalu kaget di hadapan dokter Badri. Se-berbahaya itu kah? Bahkan sampai mengancam nyawa. Erlangga henti napas?

“Ibu tenang saja, anak ibu pasti akan segera membaik. Pertolongan yang dilakukan dengan EpiPen sebelum dibawa ke rumah sakit benar-benar membantu. Kami akan memastikan tidak ada reaksi kedua sebelum memindahkan anak ibu dari UGD ke kamar rawat.”

Setidaknya Kirana bisa menghembuskan napas lega. Ares benar-benar kakak yang sangat memahami adiknya. Di saat Kirana bingung harus berbuat apa, Areslah yang memberikan Erlangga pertolongan dengan EpiPen dan langsung membawanya ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lanjutan.

Setelah beberapa jam berada di UGD, akhirnya Erlangga bisa dipindahkan ke ruang rawat karena sudah dipastikan tidak akan mengalami reaksi kedua. Kirana memasuki kamar rawat Erlangga dan mendapati anak itu masih belum sadar dengan nasal cannula yang bertengger manis di hidungnya. Ares yang menyadari kedatangan Kirana langsung mendekati ibunya dengan emosi yang tidak bisa disembunyikan lagi. Ibunya benar-benar keterlaluan kali ini.

“Kenapa mama kasih keju sama Langga? Mama sengaja?” tanyanya tanpa tedeng aling-aling. Nadanya sangat tajam.

“Maafin mama, Ares. Mama, mama lupa.” Mendapati jawaban mamanya, Ares terkekeh sinis. Alasan yang konyol menurutnya.

“Lupa? Mama beneran lupa atau pura-pura lupa? Atau bahkan mama nggak tahu kalau Langga alergi keju?” Ares semakin memojokkan mamanya yang lalai dalam menjaga Erlangga. Ares tidak terima karena Kirana dengan mudahnya memberi Erlangga keju. Apa mamanya ingin Erlangga mati cepat?

“Apa mama nggak lihat seberapa bahagianya adek aku tadi? Bahkan saking bahagianya, dia sampai lupa sama alerginya sendiri. Cuma karena kue, Ma. Kue pertama yang mama kasih ke Langga. Apa mama nggak mikir betapa kecewanya Langga kalau dia tahu hal ini? Mama ha-”

“Eunghh.” Lenguhan kecil Erlangga mengalihkan atensi ibu anak itu sehingga lupa akan perdebatan mereka yang sedang panas-panasnya. Mereka mendekati ranjang tempat Erlangga terbaring lemah.

“Lang? Udah sadar?” Ares dapat melihat Erlangga yang berusaha keras membuka matanya. Kali ini Kirana yang sigap memanggil dokter. Tak lama dokter Badri datang dan segera mengecek kondisi Erlangga.

“Erlangga, bisa dengar saya?” Erlangga menanggapinya dengan anggukan lemah. Dokter Badri mengulas senyum di bibirnya. Paling tidak Erlangga bisa merespons.

“Apa yang kamu rasakan?” Erlangga ingin mengatakan kalau tubuhnya sangat lemas tapi dia sulit mengeluarkan suaranya, tenggorokannya sakit. Dia hanya membuka mulutnya tanpa ada satu kata pun yang keluar. Dokter Badri mengangguk paham akan reaksi yang anak itu tunjukkan.

“Erlangga mengalami pembengkakan di tenggorokan sehingga sulit untuk berbicara sampai reaksi alerginya hilang. Tubuhnya juga masih lemah, itu wajar. Akan segera sembuh asal diobati dengan tepat.”

Kirana dan Ares mendengarkan dengan seksama penjelasan dari dokter Badri tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama proses penyembuhan Erlangga. Dokter menyarankan agar Erlangga istirahat beberapa hari dulu.

“Lo denger kan kata dokter tadi, sekarang istirahat biar cepat sembuh.” Ares berucap pada Erlangga yang hanya bisa terdiam dengan tatapan kosong. Tak lama, mata indah itu kembali menutup.

...

Pada pukul 00.23, Marendra sudah sampai di rumah sakit. Tadi Kirana mengabarkan kalau Erlangga masuk rumah sakit karena alerginya kambuh. Tapi dia tidak bisa segera datang karena harus menghadiri pertemuan penting di luar kota hingga menyebabkannya baru bisa menyusul ke rumah sakit saat larut malam.

Ternyata Erlangga sudah tertidur, begitu pun Kirana dan Ares yang tidur di sofa. Marendra mendudukkan diri di kursi di samping ranjang rawat anaknya. Entah apa yang hatinya rasakan saat ini. Cemas, khawatir, bersalah, menyesal, semuanya bercampur menjadi satu.

Mereka tidak seperti ayah dan anak pada umumnya. Mereka jarang bertemu walau nyatanya satu rumah. Tapi Marendra tetaplah ayah Erlangga. Ia juga bisa merasa sakit saat melihat anaknya terbaring lemah di ranjang pesakitan.

Pintu terketuk dua kali dan langsung terbuka, menampakkan suster yang segera menghampiri ranjang Erlangga dengan peralatannya. “Maaf mengganggu, Pak. Saya akan mengganti infus Erlangga.” Marendra mempersilahkan suster itu melakukan tugasnya. Dia melakukan tugasnya dengan telaten. Lantas menyuntikkan cairan yang entah apa namanya ke dalam kantong infus Erlangga. Karena kelelahan, Marendra jatuh tertidur dengan kepala yang ada di sisi ranjang Erlangga.

...

Nyatanya, Erlangga hanya mendapatkan perhatian kedua orang tuanya saat ia sakit. Papa dan mama bergantian mengambil cuti untuk menemani dan menjaga Erlangga di rumah. Setelah Erlangga sembuh, ya sudah. Masa indah dalam hidupnya resmi berakhir. Apa ia harus sakit setiap hari? Ide bagus, patut dicoba.

Erlangga menyelinap masuk ke kamar kakaknya. Ternyata Ares sudah siap dengan segala peralatannya. Kuas, cat air, serta kanvas.

Hobi unik mereka sejak Erlangga berusia sebelas tahun, melukis bersama. Ares dan Erlangga memiliki bakat yang serupa di bidang seni lukis sehingga mereka bisa menyalurkannya bersama. Sudah banyak sekali lukisan yang mereka hasilkan, tentu dengan banyak media. Mereka biasanya melukis di kanvas. Memerlukan waktu paling tidak lima hari karena mereka melukis sedikit demi sedikit di kanvas yang sama. Mereka juga sering melukis dengan hanya berbekalkan pensil dan kertas HVS, menghasilkan gambar hitam putih sederhana tapi enak di pandang mata.

Di saat-saat tertentu, untuk menambah ketrampilan, mereka melukis di dinding kamar. Tidak banyak, mungkin hanya beberapa lukisan kecil lantas dihapus lagi menggunakan paint remover. Orang tua mereka tak melarang. Karena mereka juga tak peduli akan hal itu, bahkan mereka juga tak tahu.

Ares biasanya melukis bagian tokoh dan segala aktivitasnya. Sedangkan adiknya kebagian menggambar latar belakang serta pemandangan yang mendukung.

“Mau bikin apa hari ini?” tanya Ares saat Erlangga sudah duduk di sebelahnya.

“Gue lagi pengen ngelukis di tembok deh, Bang. Tapi kali ini yang besar dan nggak akan dihapus. Boleh nggak?” Entah tercetus dari mana ide itu. Yang pasti, Erlangga sangat ingin melukis bersama kakaknya di dinding. Tantangan baru yang menyenangkan untuknya.

“Boleh sih. Tuh tembok bagian kanan masih kosong.” Bagian itu cukup luas, tidak ada hiasan dinding juga di sana. Memudahkan kakak beradik itu untuk melukis apa saja yang ingin mereka lukis.

“Mau ngelukis apa sih sebenarnya?” tanya Ares penasaran.

“Gak tahu. Gimana lukisannya, nanti kita pikir sambil jalan aja. Tapi kali ini pengen gue kasih judul. Biar kayak pelukis-pelukis ternama gitu.”

“Ada-ada aja. Judulnya apaan?”

“our dream life.”

Mereka terdiam dengan sejuta pemikiran di kepala masing-masing.

•••

tentang syok anafilaktik, epipen dsb nya itu aku dapat dari google. jadi ... kalau ada kesalahan mohon maaf. kalau bisa dikasih tahu kesalahannya di mana ya,  supaya bisa dibetulkan :)

mundaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang