20. Kenyataan

303 35 7
                                    

Hueeekkkkk hueeekkk

"Masih mual?"tanya Davin yang kujawab dengan anggukan lemah.

"Kalo masih mual lebih baik nggak usah kuliah aja"

"Hari ini gue ada kuis kak, cukup Bian aja yang otaknya pas-pasan, gue jangan" Davin terkekeh mendengar  perkataanku.

"Jahat banget lo Va"
.
.
.

Aku berjalan gontai ke dalam sekre yang sedang sepi itu, hanya ada Vita di dalam yang saat itu sedang sibuk merapikan bahan untuk mading.

"Yang lain mana Vit?"tanyaku sambil menaruh tas ku di atas meja tempat Vita bekerja.

"Lagi main kasti di lapangan belakang" aku mengernyit, sejak kapan mereka suka main kasti?

"Vit, olesin minyak angin ini dong ke tengkuk gue" pintaku sambil memberikan botol minyak kayu putih pada Vita.

"Lo udah ngomong sama kak Bian kak?"tanya Vita yang membuatku terdiam.

"Belum"

"Lo harus ngomong kak"ucapnya lagi sambil sibuk menggosokkan minyak itu di tengkukku. 

"Bian belum stabil Vit, lo tau sendiri dia masih terpuruk begitu"

"Tapi dia berhak tau kak"

Semua berawal dari kejadian beberapa minggu yang lalu. Aku mengalami mual hebat dari pagi. Karena aku tidak mau sampai bolos kuliah akhirnya aku tetap memaksa untuk kuliah. Ternyata sampai di kampus aku benar-benar ambruk.
Aku jatuh pingsan dan untung saja saat itu ada Rayan dan Vita yang menolongku dan membawaku ke klinik kampus. Disitu dokter klinik sudah curiga dengan keadaanku sampai akhirnya saat aku sadar Vita memberikanku sebuah tespek. Vita adalah orang yang pertama kali mengetahui tentang keadaanku,  ah dan Rayan tentu saja yang tidak sengaja datang di tengah perdebatan kami.

"Gue bakal kasih tau Bian, tapi please nggak sekarang"ucapku pelan. Kemarin setelah mengetahui kebenaran tentang Lily, Bian sempat marah dan tidak terima dengan statement kami dan karena Bian yang tidak bisa menahan emosi akhirnya dia mengalami sesak nafas hebat. Kondisinya memang belum sepenuhnya pulih, itulah mengapa aku belum bisa memberitahu dia tentang kehamilanku. Ada anakku dan Bian di dalam perutku. Dan sepertinya anak kami sedang berusaha memberitahukan keberadaannya pada papanya, berawal dari Bian yang jadi lebih manja padaku,  tiba-tiba ingin macam-macam, dan mood nya yang sering berubah-ubah. Aku beruntung di semester awal kehamilanku tidak ada masalah yang berarti, semua berjalan normal karena semua gejala yang harusnya kualami malah berpindah jadi Bian yang mengalami, kecuali mual, karena mual itu masih selalu aku alami hampir setiap hari.

"Kak....

"Please vit, percaya sama gue"

***

Aku terdiam melihat Bian yang tertidur pulas, wajahnya tenang sekali. Perlahan tanganku terulur menyentuh pipinya yang sudah mulai kembali halus karena bekas-bekas luka di wajahnya sudah memudar.
Aku mengelus perut rataku dengan sebelah tanganku.

"Lihat nak, papamu ganteng ya"gumamku dan aku tidak bisa menahan senyuman di wajahku saat melihat wajah polos Bian yang sedang tertidur pulas.

Pada awalnya aku sempat stress saat mengetahui tentang kehamilanku. Biar bagaimanapun kami hamil di luar nikah, bahkan aku belum berani membayangkan bagaimana reaksi keluarga kami saat mengetahui tentang kehamilanku ini. Tapi aku sama sekali tidak menyesali kehadiran si kecil dalam perutku ini, dia adalah hartaku, ah harta kami.

"Ngghhhh" Bian mengerang saat tidurnya mulai terganggu dengan kehadiranku. Aku lalu mendudukkan diri di sebelah tubuhnya yang saat itu berbaring di pinggir tempat tidur. Matanya masih tampak sayu saat menatapku, membuatku makin gemas melihatnya. 

The Hot Guardian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang