6. Friends with benefit

711 45 2
                                    

"Friends with benefit?",

Aku mengangguk sebagai jawaban, setelah melewati malam kami yang panas, kami tidak langsung tidur, kami masih menghabiskan waktu dengan mengobrol. Maklum, dua hari ini kami tidak bertemu, jadi kami masih ingin melepas kangen.

"Menurut Lo kita kayak gitu?",tanya Dava yang masih berbaring di atas dadaku dengan tubuh polosnya

"Ya menurut Lo? Bukannya begitu kan",Dava mengangguk-anggukkan kepalanya, sepertinya dia sedang berpikir

"Carel lagi ngapain ya Bi?",aku menatap langit-langit kamarku yang temaram itu

"Dia lagi mengawasi kita, apakah sahabatnya sudah bahagia atau belum",ucapku ngawur

"Gue bahagia kok Bi selama ada lo",seandainya bahagiamu itu untuk mencintaiku, mungkin kebahagiaan itu akan sangat lengkap bagiku

"Bi?",

"Mmm?",gumamku dan Dava sudah mengangkat kepalanya, menatapku dengan mata bulatnya

"Kalo lo udah punya pacar lo tetap jadi sahabat gue kan?",tanyanya yang membuatku tersenyum

"Gue selamanya buat elo",mana mungkin aku bisa mencintai orang lain sedangkan seluruh cintaku sudah ada pada kamu.

.

.

.

Aku tersenyum menatap fotoku dan Dava yang memang kupajang di ruanganku, ini foto yang kami ambil saat kami kelas satu SMA, saat itu kami belum mengenal Carel, jadi kami masih seperti anak kembar, kemanapun selalu bersama. Dalam foto ini Dava memelukku dari belakang dan aku sedang serius melihat mading, foto ini diambil oleh Raja yang memang hobi mengambil foto candid. Dadaku tiba-tiba terasa sesak mengingat setiap momen kebersamaan kami. Aku lah yang sudah merusak persahabatan kami, aku lah yang sudah menyakiti Dava, aku memanfaatkan tubuh Dava untuk kepuasanku sendiri, aku benar-benar egois. Kubiarkan saja air mata lolos mengalir dari kedua mataku, dadaku benar-benar sesak saat ini.

"Bi...",mataku terbuka saat kurasakan Dava yang memelukku dari belakang

"Lo kenapa Bi?",tanyanya pelan, aku buru-buru menghapus air mataku sebelum membalik badanku jadi menghadap padanya

"Gue nggak papa Va, cuma nostalgia ngeliat foto lama",jawabku sambil meletakkan kembali figura foto itu di atas meja kerja Kian yang sudah sangat lama kusulap jadi meja kerja milikku

"Ini udah jam tiga subuh, kenapa lo nggak tidur?",tanyanya, aku lalu memeluknya, menyandarkan kepalanya di dadaku, tanganku mengelus puncak kepalanya dengan sayang

"Tadi gue kebangun, susah mau tidur lagi",jawabku, kulihat mata Dava mengedar mengamati seisi ruangan yang memang jarang dia masuki, gimana mau masuk wong urusan kami di tempat ini tidak jauh dari urusan kamar kok

"Ruangan ini dulu punya kak Kian kan, dulu kita sering banget ribut disini waktu kak Kian lagi ngerjain skripsi",aku terkekeh saat teringat kelakuan kami waktu itu, sebenarnya Kian meminta kami untuk membantu mengerjakan angket penelitian skripsinya, tapi memang dasarnya kami yang saat itu masih bocah ingusan yang nggak bisa diam, kerja sih kerja, tapi mulut kami yang tidak bisa diam malah membuat Kian makin stress karena keributan yang kami buat. Sebuah ciuman mendarat di pipi kananku saat aku masih asik menyelam ke dalam kenangan masa laluku. Hatiku menghangat melihat Dava yang tersenyum padaku.

"Makasih lo selalu ada di hidup gue Bi",ucapnya yang membuatku tersenyum sumringah, aku lalu merengkuh tubuhnya ke dalam pelukanku

"Gue kan udah pernah bilang kalo hidup gue tu buat elo",

.

.

.

Akhirnya perjalanan 6 hari 5 malam kami pun datang juga, yang berangkat tentu saja kami berempat ditambah anggota baru kami Vita, Riri, Yaya, Bagas, Bayu, Galang dan Miko. Kami pergi dengan 3 mobil, di mobilku ada aku dan Dava, kami cuma berdua karena semua barang untuk keperluan pemotretan ada di mobilku. Para cewek ikut mobil Raka, dan para cowok ikut mobil Rayan. Kami menginap di villa milik Davin, tu orang makin tajir aja, mana pake punya villa segala pula, aku jadi pingin cepat lulus kuliah jadinya, pingin cepetan mapan.

The Hot Guardian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang