21. Terabaikan

262 33 14
                                    

PLAK!!!

Sebuah tamparan dilayangkan Kian ke pipi Bian yang membuatku refleks memeluknya untuk melindunginya.

"Sudah dari awal gue bilang apa yang kalian lakukan itu salah" ucap Kian marah.

"Kak, Udah! Ini bukan cuma salah Bian!"ucapku dan aku sudah tidak bisa menahan tsngisanku, apalagi saat kulihat Bian yang hanya terdiam dengan pandangan kosongnya.

"Gue nggak nyangka kalian sebodoh itu, dan elo Va, lo sudah menghancurkan masa depan lo  dengan cara pikir lo yang pendek itu. Nggak semua masalah bisa lo selesaikan dengan seks dan harusnya lo tau itu "kata Kian lagi dengan suara yang sudah meninggi.

"Gue tau kak, gue...

"Sekarang gue tanya sama lo, lo cinta Bian apa enggak??"tanyanya dan sukses membuatku terdiam.

"Kenapa diam? Bahkan sampai sekarang lo nggak bisa nerima perasaan dia Va, lo...

"Kak udah" sergah Bian yang akhirnya keluar suara. Kian hanya terdiam dengan wajahnya yang sudah memerah karena marah.

"Gue kecewa sama kalian berdua"ucapnya dengan penuh penekanan. Kian lalu pergi keluar, hatiku mencelos saat Kian membanting pintu dengan sangat kencang. Ini pertama kalinya aku melihat Kian marah seperti itu, dan ini sangat menyesakkan bagiku.

Sekarang disini hanya ada aku, Bian dan Lian yang masih terdiam dengan pikiran kami masing-masing. 

"Kak Li?"panggilku pelan.

Lian lalu berdiri dan menghampiri kami, aku bersiaga memasang badan, jaga-jaga kalau Lian menampar Bian juga. Tapi ternyata tidak, dia mengulurkan tangannya padaku yang saat itu masih duduk bersimpuh di sebelah kursi roda milik Bian.

"Ayo ikut gue"ajaknya, akhirnya tanpa ragu aku menyambut uluran tangan Lian.

"Bi, lo gue tinggal disini sendirian nggak papa kan?"tanya Lian dan Bian mengangguk lemah. Sebenarnya aku tidak tega meninggalkan Bian sendirian, lihatlah wajahnya bena-benar terlihat shock. Tamparan Kian tadi juga pasti sangat mengejutkan baginya.

Lian mengajakku ke coffee shop di sebelah apartemen. Kami memilih tempat duduk di sudut ruangan yang agak sepi. Aku hanya diam sambil mengaduk-aduk milkshake coklat milikku.

"Udah berapa bulan?"tanya Lian akhirnya buka suara.

"4 minggu"

"Lo udah periksa?"aku mengangguk.

"Janinnya sehat dan kuat" Lian tersenyum mendengar jawabanku. 

"Kenapa kakak nggak marah seperti Kian?"pasalnya diantara mereka berdua, Lian lah yang lebih emosional.  Tapi di luar dugaan, justru tadi Kian lah yang emosinya meledak.

"Kalau ditanya marah apa enggak, jelas gue marah sama kalian, gue juga kecewa sama kalian. Tapi biar gimana pun semua udah kejadian, anak itu nggak bersalah"aku buru-buru menyeka air mataku yang sedang berlomba-lomba ingin keluar.

"Maafin gue kak"pintaku tulus.

"It's ok Va, sekarang yang lebih penting lo harus kasih tau Davin"

"Kasih tau gue apa?"tubuhku menegang saat mendengar suara itu. Dan benar, di belakangku sudah ada Davin yang berdiri.

"Vin...

"Apa yang harus gue ketahui?"tanyanya lagi.

***

Aku dan Lian masih berusaha mengejar Davin, begitu keluar dari lift dia sudah berlari seperti orang kesetanan.  Lian mempercepat larinya saat kulihat pintu unit mereka dalam keadaan terbuka, mempermudah Davin untuk segera menemukan Bian.

The Hot Guardian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang