8. Pernyataan

403 38 5
                                    

Dava's POV

Pergilah kemanapun takdir menuntunmu. Ikutlah kemanapun angin meniupmu. Berjalanlah sejauh kakimu melangkah. Karena disitulah kebahagiaan sejati menantimu.

Aku selalu mempercayai kata-kata itu, kata-kata yang kubuat untuk menguatkan hatiku yang sedang terluka parah karena kepergian Carel. Aku selalu membenci cinta karena bagiku cinta itu omong kosong. Sampai pada akhirnya cinta berhasil menjeratku pada sosok seorang pria yang bahkan bernafas tanpanya pun membuatku tersiksa, sangat tersiksa sampai-sampai mati adalah pilihan yang lebih baik daripada aku harus hidup tanpanya. 

Butuh waktu yang tidak sebentar bagiku untuk bisa bangkit dan melanjutkan hidupku. Satu hal yang sangat ingin kulakukan, semasa hidupnya Carel tidak pernah merasakan kebahagiaan yang sejati, dan sekarang aku ingin memberikan kebahagiaan itu melalui hidupku. Aku ingin hidupku bahagia karena itulah yang diinginkan Carel.
.
.
.

Aku tersenyum melihat Bian yang masih tertidur pulas, ini hari minggu dan pagi-pagi sekali aku sudah bertengger di apartemen Bian karena aku akan pergi dengannya. Sebenarnya aku mau menemani Bian yang mau ke toko buku, dia bilang mau beli komik baru. Ni anak umurnya udah banyak masih aja doyan komik.

"Dava... Kamu mau sarapan apa?",tanya Kian dari dapur

"Apa yang kakak bikin aja deh kak, Dava mah doyan aja",sahutku jenaka

"Itu si kampret tolong dibangunin",suruhnya kesal, padahal si Bian tidur di sofa, meskipun empuk tetap saja tidur di ranjang jauh lebih nyaman kan. Tapi sepertinya itu tidak mengganggu Bian, dia bisa tetap tidur pulas.

"Bi... Bangun",aku menggoncangkan badannya membuat wajahnya meringis karena tidurnya terganggu

"Gue masih ngantuk kak Ki",keluhnya dengan suara serak khas bangun tidurnya, aku mengguncang tubuhnya lagi sampai akhirnya dia memaksa matanya untuk terbuka meskipun dengan sangat berat. Dia mengucek matanya saat menatapku yang ada di depannya, lucu sekali pria ini

"Lo ngapain pagi-pagi disini Va?",tanyanya bingung tapi dia masih tetap berbaring

"Lah kan gue mau nemenin lo beli komik",jawabku sebal, semalam dia yang ngajak lah sekarang malah dia yang lupa

"Kasih gue 1 jam, gue masih ngantuk",Bian kembali menaikkan selimut hingga di dadanya dan memejamkan matanya lagi dengan nyaman, merasa gemas dengan tingkahnya, aku lalu mengecup kedua kelopak matanya bergantian yang membuat matanya terbuka seketika

"Ayo bangun, kita sarapan",ucapku lembut dan lucunya wajahnya tampak memerah sekarang,

"Elo Va,,, bikin ngantuk gue ilang aja",omelnya sambil beranjak bangun dan merapikan tempat tidur dadakannya itu, aku terkekeh melihat wajah cemberutnya, aku lalu pergi ke dapur menghampiri Kian yang sibuk memasak untuk kami

"Bian udah bangun?",tanyanya yang baru aja menyajikan 3 piring omelet di atas kitchen bar

"Udah kak, mungkin lagi mandi",

"Kalian mau pergi?",aku mengangguk menjawabnya karena mulutku masih sibuk mengunyah nugget yang ada di meja

"Kakak ada urusan di Bandung, mungkin sekitar 2 hari gitu, titip Bian ya",aku nyengir mendengar ucapan kak Kian barusan

"Bakal Dava jaga kak",cengirku

"Kalian ngomgongin apa?",tanya Bian yang baru saja datang dengan penampilannya yang lebih segar, rambutnya masih agak basah, aroma nanas menguar dari tubuhnya yang terbalut kaos putih yang agak kedodoran yang membuatku sadar kalau dia terlihat kurusan. Sebelum ini kaos itu pas di badannya, tapi sekarang tampak kedodoran.

"Lo kenapa melamun gitu Va? Terpesona sama tubuh seksi gue? AKkkhhh!",Bian memekik di akhir kalimatnya karena Kian menggetok kepalanya menggunakan centong nasi

The Hot Guardian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang