27. a thousand years

415 39 7
                                    

Aku tersenyum melihat sosok gadis yang sedang duduk di depanku. Kondisinya jauh dari baik-baik saja, wajah pucat, lingkar mata yang menghitam, belum lagi tubuhnya yang terlihat lebih kurus.

"I miss you Lil"ucapku tapi tidak ada balasan darinya, dia hanya duduk diam dengan pandangan kosong. Nico lalu turun dari kursinya, menghampiri Lily dan menyentuh tangan kurusnya.

"Kakak, Nico baik-baik aja kok, semua keluarganya kak Bian baik banget sama Nico. Kakak disini harus jaga kesehatan ya"

Hatiku menghangat mendengar kata-kata dari mulut polos Nico. Kulihat tangan Lily merespon genggaman tangan Nico meskipun matanya belum mau menatap Nico.

"Nico sayang sama kakak, Nico janji bakal jadi anak baik dan nggak akan merepotkan keluarganya kak Bian"kata Nico lagi yang berhasil membuat mata Lily berkaca-kaca. 

"Mulai sekarang gue yang bakal jagain Nico. Gue pastikan dia tumbuh dengan baik"janjiku pada Lily.

Mungkin bagi beberapa orang aku terlihat bodoh karena masih saja baik pada Lily. Entahlah, sampai kapanpun aku tidak akan membencinya, biar bagaimanapun dia itu sudah kuanggap sahabat.

"Ni....co...."

Hatiku menghangat mendengar suara Lily menyebutkan nama Nico dengan suara lembutnya.

"Iya kak, ini Nico"

"Nicooo"Lily menangis kencang sambil memeluk tubuh adik kecilnya itu. Tidak selamanya kejahatan harus dilawan. Terlihat kan? Saat kita menyayangi dan mempedulikan dengan tulus, perasaan itu akan tersampaikan dengan sendirinya tanpa harus dipaksakan.

"Kenapa Bi? Kenapa kamu masih baik padahal aku udah jahat banget sama kamu"ucap Lily, setelah lebih tenang aku meminta pada pihak kepolisian untuk memberi waktu lebih lama dan menitipkan Nico di depan agar aku bisa bicara dengan Lily.

"Lo itu sahabat gue"

"Aku udah jahat sama kamu Bi"

"Dan gue nggak peduli, gue sayang sama lo Lil, lo udah jadi tempat ternyaman gue Lil, lo yang selalu ada buat gue kapanpun gue butuh. Jadi nggak mungkin gue bisa lupain lo gitu aja"kulihat Lily mulai kembali menangis, aku lalu menghampirinya dan memeluknya.

"Maaf Lil, maaf karena gue nggak bisa membalas perasaan lo"

***

"Lo yakin mau masuk?"tanya Lian, mobil kami sekarang sudah terparkir di depan rumah Dava, setelah menjenguk Lily aku memang berencana mau menemui om Arkhan sekali lagi.

"Gue harus ketemu mereka kak"

Aku sengaja meminta agar Lian saja yang menjemputku sedangkan Dava bersama mama di apartemen. Kalau papa sepertinya sedang meninjau perkembangan bisnis di Bandung bersama Kian.

"Nico temani ya"tawar Nico yang saat itu duduk manis di kursi belakang. Aku tersenyum sambil tanganku menepuk puncak kepala bocah kecil itu.

"Biar kakak sendiri yang masuk"aku tersenyum sekilas pada Lian lalu segera keluar dari mobil.

Aku berjalan pelan memasuki halaman rumah, satpam yang menjaga di depan langsung mempersilahkanku masuk dan kebetulan sekali saat aku sampai di dalam ada Davin dan om Arkhan yang sedang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing. 

"Bian? Ngapain lo disini?"tanya Davin bingung.

"Ada yang harus kita bicarakan"ucapku tegas. Akhirnya om Arkhan menutup buku bacaannya dan mempersilahkanku untuk duduk.

"Davin, masuk ke dalam dulu"suruh om Arkhan, akhirnya Davin mengalah dan memilih untuk masuk ke dalam.

"Kamu mau bicara apa?"tanya om Arkhan datar.

The Hot Guardian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang