19. Mulai Terungkap

308 38 4
                                    

"Iya ma, Bian sehat kok"

....

"Cuma flu doang, makanya suara Bian begini"

....

"Iya ma, kalau ada waktu Bian bakal pulang kesana"

....

"Miss you too ma, i love you"

Aku meletakkan kembali ponselku di atas meja, menjalankan kursi rodaku ke arah jendela, memandang pemandangan sekitar apartemen dari jendela kamarku belakangan ini membuat hatiku sedikit lebih tenang.

"Mama bilang apa Bi?"tanya Lian yang baru saja masuk ke dalam kamar

"Cuma nanya kabar, katanya semalam mama mimpi gue, makanya nelpon"jawabku, seperti kata Kian, ikatan batin antara ibu dan anak itu kuat. Sejak sakit mama memang lumayan sering menghubungiku sekedar menanyakan kabar.

"Mungkin mama sama papa harus tau tentang keadaan lo Bi"

"Tunggu sampe gue kuat kak, tunggu sampe gue bisa bangkit lagi, please"pintaku, keadaanku yang seperti ini hanya akan menyakiti hati mama dan papa, aku tidak mau. Aku harus kuat saat aku bertemu mereka.

"Gue pingin jalan-jalan kak"pintaku, kulihat raut wajah Lian yang cerah seketika

"Ayo"ajak Lian yang sudah mengambil alih kursi rodaku.

.

.

.

Jantungku berdetak kencang tidak karuan saat kami keluar dari lift, banyak mata yang menatapku dengan berbagai macam pandangan. Kebanyakan menatapku kasihan dan membuatku refleks menundukkan kepalaku.

"Angkat kepala lo Bi"tegur Lian, akhirnya dengan ragu aku mulai mengangkat kepalaku dan perlahan membalas senyuman dan sapaan dari orang-orang yang kami temui.

Lian membawaku ke taman yang tidak jauh dari apartemen, karena sudah sore disini banyak anak kecil yang bermain. Ada yang bermain bola dengan teman-temannya, ada juga yang bermain dengan orang tuanya. Sesekali aku tertawa melihat sekumpulan anak kecil yang sedang bermain bola.

"Kak"panggilku

"Ya"sahut Lian sambil membungkukkan badannya hingga kepalanya sejajar dengan kepalaku

"Gue pingin es duren kak"tunjukku pada penjual es  yang ada di depan taman

"Lo yakin Bi?"tanya Lian ngeri, tentu saja dia merasa aneh, pasalnya kami bertiga tidak ada yang suka dengan buah itu. Tapi tiba-tiba saja aku ingin makan buah  itu sekarang meskipun dalam bentuk es, aku belum bisa kalau harus makan buahnya.

"Gue pingin kak"rengekku

"Oke oke lo tunggu disini, gue pergi beli"Lian akhirnya memilih untuk pergi membelikan apa yang kuinginkan sedangkan aku kembali mengamati bocah-bocah yang masih asik main bola tidak jauh dari tempatku duduk. Melihat mereka bermain membuatku teringat masa kecilku, dulu Lian dan Kian jarang sekali mengajakku bermain. Mereka lebih suka menggodaku dan membuatku menangis. Bagi mereka, aku lah mainan mereka dan biasanya Davin akan datang untuk membelaku dan akhirnya aku malah bermain dengan Davin dan Dava.

Lamunanku terhenti saat sebuah bola menggelinding dan membentur kursi roda milikku. Kulihat seorang bocah laki-laki berambut coklat berlari menghampiriku, aku tertegun melihatnya, dia sangat mirip dengan Carel.

"Maaf ya kak"pintanya dengan wajah polosnya, aku mengambil bola itu dari kakiku dan memberikannya padanya.

"Kakak kenapa sendirian? Mau main sama kami?"tawarnya dan aku menggeleng sambil tersenyum

The Hot Guardian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang