16. Hampa

315 39 2
                                    

Warning!!! 21+

Anak kecil segera menyingkir!!! Anak besar mari merapat!! #eeh

Aku menatap mading mini yang kupajang di dalam kamarku, hampa... Banyak foto menarik yang kuambil bulan ini, tapi entah kenapa rasanya masih hampa melihat hasil karyaku yang terpajang rapi di depanku ini.

"Ngapain Va?"aku menoleh ke arah suara yang barusan mengajakku bicara, Davin tentu saja. Dia lalu menghampiriku dan berdiri di sebelahku untuk ikut mengamati madingku.

"Nggak ada foto Bian ya"hatiku mencelos, ada perasaan aneh yang kurasakan saat mendengar pernyataan barusan. Bian... Itu kah yang membuat hatiku hampa?

"Kenapa lo?"mataku mengerjap, berusaha mengembalikan kesadaranku yang sempat berkelana entah kemana.

"Bian sibuk"jawabku seadanya.

"Sibuk sama pacar barunya ya?"

PLAK!!

"Aw!"pekik Davin sambil mengelus lengannya yang barusan jadi korban tamparanku.

"Lo kalo cemburu nggak gue juga kali yang jadi korban"cibirnya yang langsung mendapat cubitan sayang dariku.

"Nggak usah resek deh kak"

"Gimana kalo sesekali lo habisin waktu berdua? Lo nggak kangen sama Bian? Lo nggak kangen sama kebersamaan kalian? Bertahun-tahun bareng terus kepisah gitu aja cuma karena perasaan egois kalian"aku terdiam sambil memeluk diriku sendiri, menatap horor pada Davin yang tiba-tiba bicara serius.

"Napa lo?"tanyanya galak

"Serem kak kalo lo tiba-tiba ngomong serius begitu"kataku jujur

"Si anjir... Kesel gue! Nyesel gue ngomong sama lo, tauk dahhh lo pacaran aja sama mading, hisssss kesel banget gue, udah jarang muncul sekalinya muncul malah dikata-katain"aku terkekeh mendengar omelannya dan itu masih terdengar meski dia sudah keluar dari kamarku. Dasar Davin, pantas saja dia masih jomblo, dia harus belajar kontrol emosi. Aku lalu mengambil sebuah foto yang kupajang di atas meja belajarku. Fotoku bertiga bersama Carel dan Bian, aku berdiri di antara mereka dengan mereka yang saling berangkulan. Bahagia sekali saat itu, aku mencintai Carel dan Bian selalu ada bersama kami. Aku buru-buru menyeka butiran bening yang memaksa keluar dari kedua mataku. Sial, kalau terus-terusan begini aku malah jadi galau semalam suntuk.
.
.
.

"Dava, lo udah mabuk, gue telponkan Bian ya"aku langsung melotot menatap Ken si bertender songong.

"Kalo lo berani telpon dia, gue sunat lo sampe abis"ancamku

"Telat"Ken menunjuk ke arah pintu masuk menggunakan dagunya. Tu kan dasar songong, sialan! Aku kesini gara-gara galau, dan si songong Ken malah memanggil sumber kegalauanku kesini.

"Ngapain lo disini?"tanya Bian galak

"Jual ikan!!"jawabku kesal, memang mau ngapain lagi kesini kalo bukan buat minum. Aku lalu meraih gelas kelimaku dan meneguknya hingga tandas.

"Gelas ke berapa?"tanya Bian lagi.

"Otw 6"sahut Ken setengah berteriak karena suasana bar yang cukup ramai.

"Ayo pulang"ajak Bian dengan suara datar, bukannya menurutinya aku malah mengisi gelas milikku dan menyodorkannya pada Bian.

"Gue bakal ikut lo pulang kalo lo mau jadi temen minum gue malam ini"tantangku, aku tau kalau Bian itu tidak kuat minum. Aku harap dia menyerah dan memilih untuk pulang. Pikiranku sedang kalut malam ini, dan aku tidak mau sumber kekalutanku justru malah ada di depanku seperti ini. Tapi harapan hanya tinggal harapan, si kampret ini malah menyambar gelas itu dan menyesap isinya hingga tandas. Aku cuma terdiam melihat Bian yang sudah meraih botol milikku yang tinggal setengah dan menyesap isinya hingga benar-benar tandas.

The Hot Guardian (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang