Hidup dengan methadokis membuatku lebih leluasa dan santai berlalu-lalang didepan methadokis lainnya, tidak seperti dua partner tugasku ini.
Mereka kelihatan kaku.
Matanya terlihat waspada, seperti takut akan diserang tiba-tiba.
"Chill, bros!" Ujarku.
Mereka berdua melihat kearahku dengan tatapan yang tidak dapat ditebak, intinya mereka sedang memberikan sebuah indirect message yang tidak kumengerti.
"What's with those Asians, geez. Why are they acting like they own the School already," telinga kami memang lebih sensitive.
Dan komentar tadi baru saja membawaku ke sebuah trip ke masa lalu dimana aku dan Chris diperlakukan seperti itu.. juga.. saat kami masih SMP. White chicks shucks.
"Gue tojos juga giginya tuh si pirang yang lobang idungnya gede sebelah," thanks, June. Me too, I'd love to throw a punch or two.
Jeffrey menggelengkan kepalanya dan membuang napasnya kasar, "Seragamnya jelek. Padahal Private School di Amerika kalau saya lihat di TV kan seragamnya bagus," ujarnya sambil memperhatikan seragam yang sedang kami kenakan.
Ya, dan roknya agak terlalu pendek.
"That Asian girl's got it," ujar anak laki-laki yang sedang berkumpul di depan loker bersama teman-temannya.
Belum lagi matanya mengarah kearah bagian.. belakangku.
EWH, tolong. Aku lebih tua dari mereka – telur-telur puyuh yang baru menetas kemarin subuh. Why are they talking about my ass.
Jeffrey terbatuk sambil memukul-mukul pundak June, "Aduh, sorry. Saya tersedak telor puyuh," sialan.
***
Mau di sekolah yang kami seludupi, mau di tempat asal kami– tetap saja aku duduk dihapit dengan 2 makhluk tidak jelas yang kerjanya hanya bertengkar seperti anak kecil berumur 5 tahun.
"Dia yang mulai! Kenapa saya yang kamu bilang kayak anak kecil?!" Jeffrey melipat tangannya didepan dada.
June memutar bola matanya, "Jangan mentang-mentang lo bisa baca pikiran ya jadi bisa seenaknya aja ngobrol tanpa ada kata pembuka!" Ah, shoot. Here we go again.
Belum selesai kami mendengar segala macam hinaan menganai ras dan segala macamnya, kami sudah harus singgah di kantor kepala sekolah karena June tidak dapat mengontrol emosinya.
Saat istirahat, salah satu murid menyambangi meja kami dan menanyakan hal-hal tidak penting seperti ukuran celana dalam, dan lain-lain.
Tanpa ada aba-aba, June berdiri dan melayangkan sebuah pukulan ke wajah mulus anak SMA yang kelihatannya belum menetas dari cangkangnya.
Dasar telur puyuh. Kena batunya, kan.
"But, seriously, Hayden. You should come to the secret meeting!"
Wow, secret. Tapi suaranya menggema di koridor. Bukan secret dong namanya?
Jeffrey melirikku sekilas dan meletakkan telunjuknya didepan bibirnya.
SIAPA JUGA YANG BERISIK?
"Pikiranmu yang berisik," balas Jeffrey singkat sebelum menarik tanganku dan June kedalam sebuah ruangan janitor di dekat tangga emergency.
"But.. I don't think they'll grant us their presence."
Suara keras dari arah loker membuat kami tersentak. Sepertinya salah satu dari mereka ada yang memukul pintu loker.
"Believe me, they will. This time, they'll bring the Great Goddess Medusa herself!" ujar salah satu dari anak-anak itu.
June menarik ujung seragam Jeffrey yang sudah tidak berada didalam celananya lagi. Matanya kelihatan seperti ingin bertanya.
My Child, your time has come.
Merasa sedikit kedinginan, aku menggosok-gosok lenganku dan melihat ke sekeliling. Siapa?
Say my name, and I'll lead you to the place where you belong.
Aku kembali mengedarkan pandanganku ke seisi ruangan sempit yang harus kami bagi tiga guna menjalankan salah satu tugas kami disini, nguping.
Langkah kaki, bukan hanya sepasang, tetapi beberapa pasang – mulai mendekat.
Entah kenapa June malah merapatkan tubuhnya kearahku, membuatku sedikit risih tetapi tidak bisa berkata apa-apa karena memang ruangan ini sangat sempit.
Breathe, my child. I'll help you. You'll be the most powerful child, I can guarantee that.
"Stop," bisikku sambil menutup kedua mataku.
"Roseanne?" suara Jeffrey tidak membuatku dengan cepat membuka kedua mataku.
Aku hanya ingin ketenangan.
Dari mana suara itu berasal?
Sakit kepala hebat membuatku terduduk. Dapat kurasakan sebuah tangan menahan pundakku, tetapi aku menepis tangan itu.
"Leave me alone. Oh my God, kepala aku sakit banget," aku menelungkupkan kepalaku.
I can erase those pain. Just say my name.
Dan dunia menjadi gelap.
***
"Saya nggak tahu, Mr. Jay. Tiba-tiba aja tubuhnya jatuh."
Helaan napas Mr. Jay terdengar begitu berat, "Kalian.. saya pulangkan saja deh," ujarnya.
Aku menggelengkan kepalaku dan mengubah posisi tidurku yang tadinya membelakangi mereka kini menghadap mereka.
Orang yang pertama kali sadar bahwa aku sudah terbangun dari 'tidur siang'ku adalah June. Ia juga orang yang pertama menyodorkan sebuah gelas berisi air mineral.
Meski pandanganku masih kabur, aku dapat menyimpulkan bahwa kami sudah tidak di sekolah lagi.
Oh ya, "MISTER JAY, I AM SO SORRY. WE WERE SO CLOSE TO CULPRITS BUT I HAD T–" Mr. Jay tersenyum dan mengangkat tangannya.
Ia malah memberiku sebuah roti.
"Nggak apa, Roseanne," tuturnya pelan. "Lain kali kalau kamu sakit, langsung bilang saja. Masa healer sakit?" candanya.
Anggukan kecil yang kuberikan sebagai jawaban malah membuat kepalaku sedikit pusing. Pandanganku kabur.
Seketika ruang kamar itu berubah menjadi sebuah Gua gelap, yang hanya memiliki satu cahaya terang di ujung sana. Cahaya itu berkedap-kedip seakan memanggilku kearahnya.
My child..
Suaranya semakin dekat.
Kali ini suara itu benar-benar terdengar seperti suarang seorang wanita yang usianya baru menginjak kepala tiga.
Suaranya seperti seorang Ibu yang sedang merindukan anaknya.. ah, intinya suara itu sangatlah berbeda dari suara-suara yang biasanya.
Seakan-akan suara itu memerintahku untuk menyambanginya.
Semakin dekat.
Lebih dekat lagi.
Kini suara itu jaraknya sudah terlalu dekat. Wanita itu seperti sedang berbisik di telingaku sambil merengkup tubuhku.
"Roseanne, you've summoned our Queen."
Tubuhku terasa ringan.
Tiramisuish's Notes:
You're so super eH! YEAH SUPERHUMAAAAAN!
Akhirnya libur juga akutuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pavia
Fanfiction[ Bahasa - AU ] A door in Suburb Pavia will lead you to an unknown parallel universe where the loyalty stands with the King. Jaehyun x Rosé, Featuring 97liners. ⚠️ it's a Fantasy-Fanfic, read at your own risk.