Tanpa menunggu aba-aba, Jeffrey yang sebelumnya berada di belakang gudang – terpisah dariku, tiba-tiba saja sudah berada di hadapanku dan mengahajar siswa-siswa SMA pengabdi setan tersebut.
Satu per satu mereka terbang, lalu mendarat di lantai dengan posisi yang kelihatannya menyakitkan.
Aku tahu, Jeffrey itu ahli dalam beberapa ilmu bela diri. Tetapi aku tidak menyangka, ia dapat mengontrol kekuatannya sampai selama ini.
15 menit bukanlah waktu yang singkat.
Tetapi, dalam 15 menit itu juga Jeffrey berhasil membuat 8 murid SMA itu tidak sadarkan diri dan terkapar lemah di bawah lantai.
"Anak SMA jaman sekarang mengerikan," ujarnya sambil menyeka keringat.
Seiring menghilangnya keringat di wajah Jeffrey, ikut hilang juga kewarasanku.
Perutku tiba-tiba sakit karena aku melihat darah yang keluar dari tubuh anak SMA itu. Warna darahnya bukan merah segar, melainkan hitam pekat dengan tekstur yang kelihatan kental.
"LOH, KOK DARAHNYA?" heboh Jeffrey.
Pelan-pelan darahnya mulai menyebar dan tepat saat darah hitam tersebut menyentuh sebuah gambar aneh di lantai, gambar itu mengeluarkan cahaya kehitaman yang membuat Jeffrey mengulurkan tangan kirinya padaku – memintaku untuk tetap berada di tempatku.
Cahaya kehitaman itu semakin lama semakin pekat sehingga berbentuk seperti kabut.
Seorang wanita paruh baya dengan paras yang sangat rupawan keluar dari kabut yang membatasi penglihatan kami selama beberapa saat.
Ya Tuhan, aku tahu akhir-akhir ini memang sering ada kejadian aneh di sekitarku. Dan baru kali ini aku bisa menyampaikan bahwa aku sangat rindu kehidupanku yang dulu di Australia.
Tetapi, kali ini juga, aku akan meminta sesuatu yang lebih aneh padaMu.
Tolong berikan aku petunjuk tentang makhluk yang baru saja keluar dari kabut hitam. Masalahnya, Jeffrey sudah mulai mundur dan memerintahkanku untuk munutup mulutku. Ini sepertinya akan berakhir buruk.
Apapun makhluk yang berada di hadapan kami, tolong bilang pada kami bahwa itu bukan setan.
"Roseanne.." gumam Jeffrey pelan tanpa menolehkan kepalanya.
I'm sorry, tetapi hal yang pertama aku lakukan saat panik sedang melanda adalah menenangkan diri dengan berdialog didalam kepalaku. Dan, Jeffrey happened to be a mind-reader. Ha, matahari sudah terbenam. Waktunya Teletubbies berpisah, waktunya Teletubbies berpisah.
Kali ini Jeffrey menoleh padaku, menggelengkan kepalanya sambil mengulurukan tangan kirinya, "Kamu kalau takut bilang saja. Ini ambil tangan saya," perintahnya sambil mengubah arah pandangnya kebawah.
"My child.."
Bulu kudukku naik saat wanita itu membuka mulutnya. Matanya menatap kearah kami dengan tatapan yang sulit diartikan, tatapan yang seakan-akan mengajak kami untuk datang kesana, mengikutinya agar kami bisa tahu.
Sepersekian detik pandanganku bertemu dengan wanita itu.
Entah energi apa yang datang dari dalam tubuhku, tetapi saat aku menyipitkan mataku karena ketakukan, seluruh tubuhku tiba-tiba terasa hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pavia
Fanfiction[ Bahasa - AU ] A door in Suburb Pavia will lead you to an unknown parallel universe where the loyalty stands with the King. Jaehyun x Rosé, Featuring 97liners. ⚠️ it's a Fantasy-Fanfic, read at your own risk.