10. Strange, Doctor Strange

653 131 10
                                    

Bisa saja aku menuntut anak-anak SMA yang belajar ilmu hitam sembarangan itu karena telah membuat pikiranku tidak berada di tempat yang seharusnya.

Semuanya berantakan.

Sampai hari dimana kami harus pura-pura pindah, karena tugas kami sudah selesai pun aku masih memikirkan apa yang dikatakan oleh mereka.

Apa sih sebenernya yang ingin dikatakan Mr. Max?

Kenapa aku harus diberi obat tidur?

Segala pertanyaan yang berada didalam kepalaku itu belum terjawab hingga detik ini.

Saat aku membuka mataku, aku sudah berada didalam pesawat, dan Mr. Max tidak ada didalam pesawat itu. Begitu juga Mr. Jay.

Yang berada disini hanya aku, Jeffrey, dan June – yang sedang sibuk mengunyah makanan ringan miliknya sambil memaki karakter yang berada di film yang sedang ia tonton.

Entahlah, aku tidak memiliki energi juga untuk bertanya tentang semua ini.

Pastinya kami ini sedang berada di perjalanan pulang ke Pavia, dan salah satu staff dari Pevaria akan menjemput kami di Bandar Udara.

Hanya saja..

Ah, aku merasakan sakit kepala lagi.

Kenapa tidak ada yang memberi tahu aku ya? Mereka malah sibuk dengan kesibukan masing-masing. Apa mereka belum menyadari bahwa aku sudah bangun? Atau mereka diperintahkan Mr. Max untuk pura-pura sibuk?

Bagaimana dengan misi menghancurkan ilmu hitam teletubbies kami disana? Apakah berjalan dengan lancar?

Lalu siapa yang menggantikan pakaianku?

JANGAN BILANG MISTER J— HIHIHI, Mr. Jay? Masa sih. Tapi HIHIHIHI. Lucu sekali aku ini. Hanya dengan self-monologue saja aku bisa tertawa.

"Staff hotel yang gantikan baju kamu."

Ya Tuhan, aku lupa kalau ada Jeffrey. Sebenarnya tidak lupa keberadaannya, hanya lupa kekuatannya.

"..kenapa kamu sampai sesenang itu mikirin Mr. Jay gantiin kamu baju? Otak kamu kotor banget," sambungnya.

HIH. Siapa juga yang otaknya kotor. Dasar anak laki-laki. Selalu saja menebak-nebak isi pikiran perempuan! Huft, padahal kan mereka harusnya sudah tahu isi kepala perempuan itu susah ditebak?

"Mr. Max mana?" tanyaku saat Jeffrey meletakkan jus apelnya.

Lelaki itu mendelik, "Jeffrey kamu nggak apa-apa? Gimana tangan kamu? Luka nggak? Apa kepala kamu masih sakit?" ia memicingkan matanya lalu melanjutkan, "Gitu kek kalau kamu mau bertanya. Ini yang ditanya duluan Mr. Max yang jelas-jelas tidak kenapa-napa."

Roseanne Park salah lagi.

"Kamu emang ada urusan apa sampai tanya Mr. Max?" tanyanya.

Aku memutar bola mataku dan memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Jeffrey. Sakit kepalaku akan semakin terasa kalau harus terus-terusan menjawab Jeffrey yang tingkat ingin tahunya sudah melebihi Dora dan Diego.

"GUE HERAN DEH SAMA POSEIDON. MASA DEWA NGGAK BISA BUKTIIN APA-APA? ITU ANAKNYA DITUDUH NYURI PETIR! SIAPA JUGA MAKHLUK MORTAL YANG MAU NYURI GELEDEK?!" omelan June semakin menjadi-jadi.

Sepertinya sakit kepalaku bukan tanpa sebab, deh. Sudah pasti penyebabnya Jeffrey dan June.

***

Mr. Max menatapku dan Jeffrey secara bergantian.

Kami berdua sedang berada didalam ruangan Mr. Max – atau bisa disebut juga di ruang Dekan? Bukan, bukan Dekan. Rektor? Iya, ruangan Rektor.

PaviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang