It's all black.
I can not see anything, but I am more than sure that I'm awake.
Aku merasakan sesuatu, dan aku tidak bisa menebak apa itu.
Tanganku sakit, kepalaku sakit, kakiku sakit, dan aku tidak bisa melihat apa-apa.
It's a part of my magic, my child.
Napasku tercekat, dan aku merasakan sensasi hangat di punggungku. Rasanya seperti ada yang sedang memegang punggungku, tetapi sentuhannya tidak biasa. Ini terlalu hangat.
"Jun, tolong ambilkan pisaunya," ujar suara yang berasal dari belakangku.
Ingin sekali aku meringkuk dan menangis. This is not what I wanted.
"Sssh, kamu akan baik-baik saja," ujar suara yang sama.
Aku takut. Sangat takut.
Setelah mendengar perintahnya tadi, aku merasakan sebuah benda yang dingin ditempelkan ketubuhku. Rasanya seperti sedang di sebuah ruangan dingin, dan aku dikelilingi banyak orang.
Tetapi aku tidak tahu pasti apakah perasaanku itu benar.
"Jangan tutup matamu," suara dingin itu kembali memecah keheningan.
Bagaimana bisa aku menu- oh, jadi selama ini mataku terbuka? Hanya saja ada sesuatu yang menghalanginya? Black magic? Is that it?
Tidak lama setelah sensasi dingin dari benda yang ditempelkan ke tubuhku itu hilang, tiba-tiba saja aku merasakan sakit yang luar biasa di daerah yang sama. Seperti ada sesuatu yang menusukku, tajam. Sangat tajam.
Dapat kurasakan cairan yang kupercayai sebagai darah, mengalir deras.
Orang-orang di sekelilingku membaca sesuatu yang tidak dapat ku mengerti. Kurang lebih ada belasan orang yang mengelilingi tubuh tidak berdayaku, berdasarkan insting.
"Cave sanctus mi, audi orationes nostras,"
"..III expectata cum venit noctem."
Tidak ada kata yang pantas menggambarkan suasana hatiku selain takut. Aku sangat takut. Bahasa Latin, hanya itu saja yang bisa aku cerna.
Rasa sakit ini pun tidak kunjung hilang. Darahku masih mengucur, tidak tahu sudah menyentuh lantai atau belum. Yang pasti aku sedang duduk di sebuah, tempat tidur yang mirip seperti tempat tidur Rumah Sakit, kurasakan dari ukurannya.
"In hac sancta dilectus meus, ut quid et nos volebamus,"
Tuhan, aku benar-benar takut. Aku sama sekali tidak mengerti apa yang mereka semua maksud, tetapi tubuhku terasa sangat ringan.
Pikiranku seperti terbang. Mengambang tanpa ada pijakan jika nanti terjatuh.
Insting pertamaku adalah,
memejamkan mataku.
***
"Sie...."
Rasa sakit di punggungku tidak bisa hilang. Rasanya malah bertambah dua kali lipat.
"ROSIE!!!"
Aku membuka mataku, dan hal yang pertama aku temukan adalah Kak Junior, dengan wajah paniknya. The very same Kak Junior yang waktu kecil rela tidak beli novel kesukaannya untuk membelikanku es krim yang tidak boleh kumakan karena alergi.
Tubuhku sangat kaku, aku hanya bisa merasakan sakit di punggungku. Sisanya?
Bahkan untuk merasakan perasaan lega, atau mengespresikan rasa senangku saat melihat wajah Kak Junior saja tidak bisa. Apakah ini trauma?
Yang ingin aku ketahui saat ini adalah bagaimana aku bisa pergi kesini, dengan selamat, well luka di punggungku, tetapi bagaimana caranya mereka membawaku kembali disini?
Apakah orang-orang itu berhasil menyelesaikan mantra dalam bahasa latin mereka?
"Rosie, tidur."
Dengan cepat aku mengangkat wajahku dan bertemu pandang dengan Mr. Max. Matanya terlihat seperti lelah, sudah tidak diistirahatkan beberapa hari dan tangan sebelah kirinya sedang diperban dengan sebuah perban berwarna putih kecoklatan.
Mau dia memintaku tidur menggunakan kekuatannya pun aku tidak akan menutup mataku.
Yang kuinginkan saat ini adalah jawaban.
Aku baru saja terbebas dari situasi yang bisa saja membunuhku, dan membuat struktur dunia ini berubah. Sebagai salah satu korban, bukannya seharusnya aku mengetahui kejadian itu?
Semua kejadian itu benar-benar membuatku takut, bahkan trauma. Aku tidak bisa bebas lagi berpikir untuk melakukan hal yang membuatku senang tanpa harus membayangkan bagaiman jika kalau sebelum aku melakukan hal yang membuatku senang itu, kejadian yang sama terulang lagi?
Bagaimana jika orang-orang itu menusukku?
Bagaimana jika salah satu dari orang-orang jahat di dalam ruangan itu saat ini sedang mencariku dan akan melenyapkanku saat ia sudah menemukanku?
Tidak mau terdengar seperti orang naif, aku ini takut mati.
Ya, aku memikirkan diriku sendiri saat ini. Aku sangat takut.
Dan selanjutnya aku memikirkan bagaimana nasib keluargaku? Jika aku mati ditangan orang-orang itu, apakah itu akan menjamin keselamatan mereka? Bagaimana jika setelah aku, mereka mengincar keluargaku? Atau bahkan teman-temanku?
Bagaimana aku bisa tahu kalau aku sekarang sudah aman?
"Roseanne, we'll talk later," suara Jeffrey membuatku tersadar dari lamunanku.
Matanya bertemu denganku, dan dapat kulihat raut wajahnya yang menandakan khawatir. Ia sudah tahu apa yang sedang kupikirkan.
"Saya janji, setelah kamu istirahat, kami akan menceritakan kejadiannya," ujarnya.
Aku tetap memandang matanya, tanpa sedikitpun ada niat untuk menuruti perkataannya.
"Kamu aman disini. I can guarantee that," aku menutup mataku sejenak dan mengehala napasku secara perlahan.
Kak Junior menggenggam tanganku lalu menganggukkan kepalanya. Matanya mulai berkaca-kaca.
Aku sudah aman disini.
Tiramisuish's Note:
Hi! Writer's Block, and adulting life brought me here.
STREAM KICK IT! #NCT127 #LETSGO
KAMU SEDANG MEMBACA
Pavia
Fanfictie[ Bahasa - AU ] A door in Suburb Pavia will lead you to an unknown parallel universe where the loyalty stands with the King. Jaehyun x Rosé, Featuring 97liners. ⚠️ it's a Fantasy-Fanfic, read at your own risk.