Faded | Chapter 14 - Awalnya percaya

6K 642 35
                                    


Sorry for typos..

~~~

"Bagi saya, cara terbaik untuk mencintai kamu adalah dengan memiliki kamu seutuhnya. Ayo Safaa, kita berakad di hadapan-Nya."

Bibir Safaa kelu. Tangannya semakin terasa dingin.

Apakah Davian baru saja melamarnya?

"Pak, say—"

Kring!

Sebelum Safaa menjawab ucapan Davian, Davian terlebih dahulu meoleh. Ia, merogoh saku celananya, kemudian mengambil handphone yang ada di sana.

Safaa bergeming, membiarkan Davian mengangkat telponnya dan sejenak mengabaikan Safaa yang sampai sekarang masih diam menatap bosnya itu.

"Ya, hallo Aurel?"

Aurel?

Aurel?

Aurel?

Tidak tahu, kenapa rasanya semenyakitkan ini? Safaa tidak bisa mengelak jika mungkin saja Aurel menelpon Davian dengan maksud lain, mengingat perempuan itu juga sudah memiliki tunangan. Tapi, sekali lagi. Rasa sakit itu ada. Bukankah Safaa juga tahu jika Aurel dahulu pernah mati-matian mengejar Davian? Jika dulu bisa seperti itu, lalu kenapa sekarang tidak?

Cinta memang bisa segila itu. Di saat Aurel sendiri sudah memiliki tunangan, namun tidak menutup kemungkinan jika itu bukanlah suatu alasan untuk dia kembali memperjuangkan Davian.

"Apa?"

Safaa mengangkatkan kepalanya, menatap dengan saksama raut wajah Davian yang terlihat berbeda dari sebelumnya. Pria itu, Davian tampak terlihat marah. Ada apa?

"Oke."

Sesegera mungkin Safaa memalingkan wajahnya, saat beberapa waktu kemudian Davian menatap ke arahnya.

Hening beberapa saat, Safaa tahu jika kini Davian memerhatikannya. Tapi, ia tidak memerdulikam itu.

"Safaa?" Safaa mendengar jika Davian memanggilnya dengan nada pelan, seolah sesuatu ia lihat pada Safaa. "Hidung kamu, berdarah."

Mendengar ucapan Davian, membuat Safaa mendongkak, ia menyentuh bagian bawah hidungnya, dan ya seperti biasa, darah segar itu kembali keluar dari hidungnya. Dengan cepat, Safaa mengambil sesuatu dari saku roknya, dan itu tissyu.

"Pak, saya—"

"Safaa, maafkan saya. Sepertinya saya harus pergi, ada hal yang tidak bisa saya tinggalkan sekarang. Kamu, masih kuat untuk pulang sendiri?"

Apa?

Bukankah Davian baru saja melamarnya? Memberi tahu jika ia mencintai Safaa? Dan Safaa, ia bahkan belum menjawab lamaran Davian. Dan sekarang pria itu harus pergi, tanpa mengungkit dan menanyakan jawaban Safaa, seolah hal yang ia ucapkan tadi tidak pernah terjadi?

Air mata sudah mengantung memenuhi pelupuk mata Safaa. Tapi dengan sekuat tenaga ia tahan. Bukankah ini bagus? Harusnya Safaa senang jika lamaran tadi hanya sebuah kata yang sepintas diucapkan oleh Davian, harusnya ia juga senang jika Davian tidak memerdulikannya.

Safaa menyemangati dirinya sendiri. Namun tidak hilang, rasa sakit itu kian semakin menjadi berbarengan dengan kepalanya yang kembali terasa pusing.

"Safaa, kamu—"

Safaa menoleh sambil tangannya masih memegang tissu di hidungnya, tissu yang Safaa gunakan untuk membendung darah yang keluar dari sana.

"Bapak kalau mau pulang, pulang aja Pak, saya bisa sendiri," jawab Safaa sambil tersenyum, namun setelahnya, air mata semakin menggantung di pelupuk matanya.

FADED | End of Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang