Faded | Chapter 33 - Awal dari Sebuah Akhir

2.5K 378 103
                                    

Maafkeun typo😘

"Aduh Davi, kenapa bisa sampe sakit gini sih? Jangan ikutin kebiasaan buruk Ayah kamu, saking fokusnya kerja jadi suka lupa sama istirahat." Gwenie, selaku nenek dari Davian, memegang pelan dahi cucuknya yang panas itu.

Sementara menanggapi itu, Davian hanya bisa tersenyum paksa di balik balutan selimut yang menutupi tubuhnya. Ayolah, ia bukan akan kecil lagi, dan mengingat itu, neneknya seharusnya tak perlu melakukan itu padanya. Lagipula, Davian hanya demam biasa kok, tapi kenapa seluruh anggota keluarganya mulai dari Om, tante bahkan para sepupu laknat dan teman-teman terkutuknya juga ikut datang? Yaampun, kenapa semuanya jadi seperti ini, coba?!

Shit!

"Aduh Nek, Davi nggak papa kok, cuma demam biasa doang," celetuk Davian sambil melirik sejenak ke arah  neneknya itu.

Mendengar itu, Gwenie memelototkan matanya. "Ih kamu ini, udah jelas kamu demam, masih bilang nggak papa?" Tanyanya sarkas.

Mendengar itu, Davian memaksakan untuk tersenyum, kemudian mengangguk. Ya, lebih baik ia mengalah. "Oke deh."

"Kean, lihat itu anak kamu," Gwenie menatap Kean yang merupakan Ayah dari cucunya itu dengan pandangan tajam, dan melihat tatapan ibunya itu, membuat Kean menatap Fatimah sambil meringis pelan. Ya ampun!

"Ibu itu peduli sama dia, tapi liat tanggapannya, malah seperti itu!"

Kali ini, Kean tersenyum tipis menanggapi amarah sang ibu itu. Ia, berjalan perlahan ke arah ibunya, kemudian menatap wanita itu. "Gak usah khawatir Bu, orang Davian bilang dia baik-baik aja kok."

Davian mengangguk. "Betul itu."

"Fisik emang baik-baik aja, tapi hatinya itu loh." Alvaro datang dan dengan seenak jidatnya ikut menimpali percakapan antara Kean dan Gwenie, pemuda yang mengenakan kaos oblong putih dan celana pendek itu, berjalan memasuki kamar Davian sambil memakan oreonya. "Mau nggak, Om, Tante, Grandma?" Tawar Alvaro tanpa dosa, dan menghiraukan tatapan tajam Davian padanya.

Melihat itu, Fatimah menggeleng. "Gak baik makan sambil jalan, Var."

Alvaro nyengir, kemudian mendudukkan dirinya di ujung kasur Davian. "Ini oreo dari supermarket lho, bukan dari toko apalagi warung." Kilahnya, kemudian menatap Kean. "Om pokoknya harus cobain, sini Varo suapin." Kali ini, tangan Varo terulur untuk memeberikan satu oreonya pad a Kean, dan melihat itu, Kean akhirnya menuruti saja apa permintaan Alvaro itu.

Oh ya ampun, Alvaro baru saja menyuapi omnya itu dengan manis.

"Iya enak, Var," ucap Kean, "Coba om minta satu lagi, dong."

Mendengar itu, Alvaro dengan senang hati memberikan oreonya. "Buat Om semua aja, kayaknya Varo otw sakit gigi nih," haduh, Varo meringis sambil memegang pipinya. Ayolah, jika mamanya tahu ia makan cokelat lagi, apalagi sampai sakit gigi, bisa habis ia.

"Varo, lo ngapain sih ke sini elah," Davian mengeluh sambil menarik selimut yang dipakainya. Sepertinya, ia tidak senang dengan kehadiran sepupunya itu. "Bikin gue tambah pusing aja."

Mendengar itu, Alvaro tersadar, kemudian tersenyum sambil menatap Davian. "Ya Allah Dav, gue ke sini tuh buat jengukin lo, khawatir gue sama lo. Gimanapun juga, kal—"

FADED | End of Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang