Faded | Chapter 37 - Davian versus Safaa

2.3K 335 45
                                    

Absen dulu, yang nungguin Davian - Safaa adakah?🤔

Maapkeun tipona nyaa❤️
Tandaan atuh mun mendakan tipo😅✌️

~~

"Dibilangin ini udah dikompres pakek es batu Sa, kamu nggak percaya banget sih." Davian memegang pelan sudut bibirnya yang lagi dan lagi masih berdenyut nyeri. Jika boleh jujur, luka di kepala akibat hantaman pot bunga itu, bahkan jauh terasa lebih menyakitkan. Kepalanya bahkan masih berdenyut nyeri sejah ini. Ah, seandainya bukan demi Safaa, Davian pasti akan lebih memilih tidur untuk mengurangi sedikit saja rasa sakit yang dirasanya. Tapi sekali lagi, ini demi Safaa. Davian bahkan tak memerdulikan rasa sakit itu. Selepas pulang dari rumahnya kemudian menjemput Aqilla pulang, ia langsung bergegas kembali ke rumah orang tuanya. Iya, awalnya Davian bahkan sudah memutuskan untuk tidak pulang ke rumah orang tuanya. Namun, karena tidak ingin membuat keduanya khawatir, jadilah Davian memilih untuk pulang.

Belakangan ini, Davian memang sering pulang ke rumahnya, rumah yang sengaja ia buat untuk ditempatinya setelah menikah nanti. Ralat, sebentar lagi Davian pasti akan menempati rumah itu, tentu saja dengan Safaa, sang gadis pujaan hatinya. Memikirkan itu, membuat Davian terkekeh pelan sambil menatap Safaa yang kini sibuk dengan betadine dan kain kasa yang dipegangnya.

"Aduh—"

Davian terdiam, menyentuh sudut keningnya yang sedikit tertutupi oleh rambut. Selama beberapa detik, ia hanya mampu terpaku. Menatap Safaa yang juga tengah menatapnya sambil meringis pelan.

"Eh, kekencengan, ya?" Tanya Safaa. Tangannya, ia jauhkan dari kening Davian yang nampak robek itu.

Davian masih terpaku sambil menatap Safaa. Bagaimana bisa, Bundanya saja tidak menyadari jika ada luka lain selain luka lebam di wajahnya. Iya, luka bekas vas bunga yang dipukulkan oleh Pak Arnold ke kening Davian, yang beberapa waktu lalu masih mengucurkan darah. Tapi, kenapa Safaa seteliti itu hingga ia menyadari keberadaan luka di kening Davian?

"Ini kayaknya robek lho Dav, mending ke dokter aja," di sisi lain, Safaa menatap dengan saksama luka Davian itu. Letak lukanya cukup terhalang oleh rambut Davian. Kalau saja tadi Safaa tidak melihat adanya darah yang keluar dari sana, mungkin Safaa juga tidak akan menyadari keberadaan luka ini. "Kamu ngapain aja sih, sampe babak belur kayak gini?" Tanya Safaa. Tangan gadis itu, dengan telaten mengoleskan betadine secara perlahan menggunakan kapas ke kepala Davian.

Tangan Safaa kemudian terulur, mengambil kain kasa yang tadi ia beli di apotik sekitar. Ia, menutupi luka Davian dengan kain itu. "Udah."

Setelah selesai mengobati luka Davian, Safaa terdiam. Pandangannya menyapu ke segala penjuru jalanan. Kini, ia dan Davian berada di pinggir jalan yang letaknya tak jauh dari pasar malam tadi. Lebih tepatnya, keduanya sedang nongkrong sambil menunggu pesanan mie ayam mereka yang sedari tadi belum datang juga. Suasana di sini sangat ramai, membuat Safaa maupun Davian, harus mengeluarkan suara mereka lebih keras agar dapat mendengar pembicaraan satu sama lain.

"Safaa, eh sayang-"

Safaa menatap Davian sambil memelototkan matanya. Kadang, Safaa suka heran sendiri. Kenapa Davian jadi seperti ini coba? Bukankah dulu, saat pertama kali mereka dipertemukan sebagai siswa SMA, Davian itu orangnya dingin, cuek, namun berwibawa. Apalagi saat pertama kali Safaa kembali bertemu dengan pria itu setelah bertahun-tahun terpisah. Rasanya, Davian yang dahulu lebih terlihat kalem, dan ya selalu berjalan dengan aura yang mampu membuat orang lain akan tunduk dalam hormat kepadanya.

FADED | End of Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang