Faded | Chapter 24 - Where are You Now?

5K 688 99
                                    


Maaf untuk typo:)

Jangan lupa kasih vote dan komennya gengs✌

~~~

Dulu, dia telah menyelamatkan hidupnya. Dan kini, waktu menyadarkan Davian, jika apa yang sudah Dia beri dahulu, meminta untuk dikembalikan dengan cara yang lain. Entah itu kebetulan atau bukan, kadang takdir memang selucu ini.

"Saya bisa memberikan darah saya untuk—" Ia diam sejenak, menatap bingung pada orang-orang di hadapannya.

"Davian."

"Iya, saya bisa memberikan darah saya untuk Davian, saya memiliki darah yang sama dengan dia."

Semua orang di depan ruangan itu tersenyum sambil menghela napas lega. "Alhamdulillah."

"Tapi bukannya lebih baik kita nunggu Om Kean sama Bunda Fatimah? Katanya, darahnya Davian sama kaya darah Om Kean."

"Kita nggak bisa nunggu lagi, Bara. Nyawa Davian taruhannya!"

Dan ya, dia menyelamatkan Davian pada akhirnya.

Helaan napas berat keluar dari mulut Davian. Ia, menyenderkan tubuhnya pada tembok dingin. Sesekali, tangannya terulur untuk menyentuh lebam di wajahnya akibat pukulan sang Ayah kemarin. Davian tahu, apa yang dilakukannya ini tidak lah benar dan terkesan brengsek. Tapi ia tidak memiliki pilihan lain. Andai ia bisa memilih, ia ingin tetap bersama Safaa, tapi Davian tidak bisa. Davian yakin, jika Safaa memercayainya. Dan ia, hanya perlu menunggu beberapa saat untuk bisa kembali kepada Davian.

Ckrek.

Pintu ruangan itu terbuka, menampilkan seorang pria dengan jas putih miliknya. Melihat itu, Davian sontak bangkit.

"Gi-gimana, Dok?"

Dokter itu nampak tersenyum tipis, namun kilat putus asa jelas terlihat di wajah keriputnya. "Kita serahkan semuanya pada Allah."

Davian mendesah, ia dengan gusar mengepalkan tangannya. Gurat khawatir jelas terlihat di wajah tampannya. Bukan, bukan seperti ini yang Davian mau.

"Temani saja dia, dia mungkin membutuhkan Anda," dokter itu kembali tersenyum, namun kini sambil menepuk pelan bahu Davian. "Saya permisi."

Tubuh Davian terasa lemas. Ia, menatap seseorang di dalam sana dengan tatapan sendu. Senyum sendu perlahan tergambar dari wajahnya. Ia, kemudian mengambil sesuatu dari saku jaketnya. Selembar kertas yang dilipat, dan Davian perlahan membuka lipatan kertas itu.

Setelah kejadian itu, aku selalu memikirkan kamu, Dav. Aku harap, kamu nggak pergi lagi setelah sekian lama aku menunggu waktu untuk mempertemukan kita.

Untuk Davian, dari Anindiya Safa.

~~~

Safaa tidak ingin jatuh cinta, sungguh. Jika manis di awal dan pahit di akhir, mengapa begitu banyak orang yang mengagung-agungkan cinta? Tidak, cinta nyatanya tidak seindah itu. Keterlibatan dua orang di dalam cinta, tidak akan selamanya menguntungkan kedua belah pihak. Pasti salah satu akan ada yang dirugikan. Harusnya Safaa belajar, jika dua orang yang bersama dalam satu ikatan itu tak selamanya sejalan lurus; tak selamanya mereka diuntungkan oleh cinta. Contoh dekatnya saja Papa dan Mamanya. Kisah Papa dan Mamanya harusnya menjadi pelajaran bagi Safaa, jika seagung-agungnya cinta, tak selamanya mampu membuat orang yang terlibat di dalamnya bahagia. Mama dan Papanya saling mencintai, tapi pada akhirnya mereka tak bisa bersama. Di mana dari sanalah Mama menjadi pihak yang paling tersakiti. Menjadi tulang punggung keluarga untuk kedua putrinya dan ditinggalkan orang yang paling dicintainya.

FADED | End of Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang