Faded | Chapter 9 - Hanya sebuah kebetulan

5.4K 634 24
                                    


~~~

Typos♥

~~~

"Saya mau ambil pesanan saya Bu."

"Maaf sekali Bu, pesanan ibu belum dapat saya penuhi."

"Ibu ini gimana sih? Hari pertama jualan kok sudah seperti ini? Bagaiamana ingin menggaet pelanggan?!"

"Maaf sekali, Bu."

"Alah, nyesel saya pesan kue di sini!"

Setidaknya, ini sudah hampir ke 5 kalinya Mama dimarahi oleh pembeli karena tidak bisa memenuhi pesanan mereka. Safaa merasa bersalah, tentu saja. Ini semua karena ia yang tidak membelikan bahan-bahan untuk membuat kue seperti apa yang diperintahkan Mamanya. Usaha menjual kue Mama baru dirintis beberapa hari selepas kepindahannya, tapi Mama sudah mengecewakan pembeli pertamanya. Dan sumber dari semua itu, tentu saja Safaa. Semuanya karena Safaa.

Rasanya Safaa ingin menangis. Melihat Mamanya dimarahi dan dicaci maki oleh pembeli jelas melukai hatinya. Tapi, tidak ada yang bisa ia lakukan untuk sekedar menolong Mamanya. Apa yang Davian lakukan kemarin, mungkin hal sepele bagi orang sepertinya, namun hal sepele itu justru berdampak besar bagi kehidupan orang seperti Safaa. Rasanya, sedih dan kecewa.

Sosok Davian yang selama ini Safaa kagumi dengan begitu dalam seolah hilang tanpa jejak. Dia bukan lagi Daviannya, Safaa sadar itu. Dan berharap untuk bisa meraih Davian, kini hanya sebuah mimpi saja baginya. Safaa bahkan enggan untuk sekedar melihat wajah laki-laki itu sekarang.

"Belum pergi kerja, Kak?"

Suara Mama lantas membuat Safaa menolehkan kepalanya. Wanita itu, menatap Mama sambil tersenyum. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena setelah itu, Safaa menangis meraung-raung di pelukan Mamanya. Sekali lagi, semua ini salahnya.

"Maafin Safaa, Ma," Safaa menatap Mamanya dengan air mata yang bercucuran. "Safaa yang udah buat Mama dimarahin sama pembeli-pembeli tadi, maafin Safaa."

Mama tersenyum, kemudian menghapus air mata Safaa. "Kamu ini bicara apa sih? Kalau mereka nggak jadi pesan di toko kita, itu tandanya ya bukan rezeki kita. Lagian, itu bukan kesalahan kamu kok, Mama juga sebenarnya sedikit kewalahan kalau harus bikin kue pesanan mereka. Biayanya mahal, jadi punya alasan deh."

Safaa tahu, apa yang Mama ucapkan hanya untuk menghilangkan rasa bersalah Safaa pada Mama. Dan Safaa, semakin menangis karenanya.

"Sudah ah, kamu kan mau kerja, nanti matanya bengkak loh."

~~~

"Kamu ngusir Friska, Bang?"

Davian menoleh ke arah Ayahnya sambil tangannya memotong dengan kesal daging yang ada di piringnya. Sejenak ia tidak menghiraukan ucapan Ayahnya. Namun hal itu tak berlangsung sampai ketika beberapa saat kemudian, sendok yang dipegangnya ditarik paksa oleh sang Bunda.

"Kalau orang tua lagi bicara itu, dengerin," itu kata Bundanya.

Oke, akhirnya Davian menegakkan duduknya, kemudian menatap Ayahnya dengan saksama. Mata cokelatnya, menatap mata abu milik sang Ayah. Davian sebenarnya malas jika harus membahas perempuan-perempuan kurang kerjaan yang pekerjaannya hanya menganggu Davian. Tapi karena Ayah yang memintanya, oke akan ia ikuti tanpa perlawanan, itu saja.

"Friska siapa, Yah?"

Mendengar jawaban sang Putra, membuat Kean menghela napas. Semenjak kecelakaan yang menimpa putranya beberapa tahun yang lalu, Kean tak pernah melihat atau mendengar kabar jika putranya itu dekat dengan seorang perempuan. Kean tidak bermaksud menyuruh putranya itu berpacaran. Hanya saja, kadang ia ragu jika putranya normal. Ayolah, orang tua mana yang tidak khawatir melihat anaknya melajang seumur hidup. Terlebih, Kean sudah menyetujui jika ada dari kolega bisnisnya yang meminta memperkenalkan putri mereka pada Davian. Dan hasilnya, semua anak gadis kolega bisnisnya itu ditolak. Dan yang lebih parah, diusir oleh putranya itu.

FADED | End of Our StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang