.
Senangnya dalam hati, kalau punya pacar lagi. Mana pacar barunya cantik, populer, ramah, aduhay paket lengkap.
Iya, pacaranya Soonyoung,
Choi Yuna namanya.
Nggak, Jihoon ga cemburu. Tapi dirinya juga tidak tahu kenapa dada kirinya berdenyut tak nyaman kala dua maniknya menatap Soonyoung dan kekasihnya di ujung lorong sana.
Rematan di seragamnya ia kendurkan sembari helaan napas yang lolos begitu saja. Langkahnya ia putar balik. Batal dengan niat menemui sahabatnya yang tengah asyik dengan dunia mereka.
Lupa dengan janjinya pulang bersama.
Batu-batu kecil yang ada di depannya sengaja ditendang pelan mengalihkan bosan. Pulang sendiri, jalan kaki berlatar sepinya sore hari yang menjelang malam di trotoar.
Biasanya jika pun hanya pulang naik bus, Soonyoung pasti berisik di sampingnya. Mengatakan hal-hal konyol bersama rangkulan hangat.
Jihoon menggeleng keras menghilangkan pikirannya itu, surainya teracak dengan dua tangan yang menekan pipi bulatnya sendiri.
"Memang siapa dirimu Jihoon, bukan siapa-siapanya."
Lirih sekali.
.
Gelap dan sepi, dua kata yang Soonyoung dapatkan ketika ia melihat ke kediaman tetangga samping rumah. Kebingungan dengan janggalnya pemandangan itu. Benaknya menyesali kebodohan otak pelupanya atas janji yang hanya tinggal janji karena Yuna yang mengajaknya bicara sore tadi.
Hela napas kasar tidak absen menemani selama perjalanan pulangnya. Rasanya sesak ketika bayangan si mungil bersama raut sedih tergambar.
Banyak pertanyaan muncul di kepalanya sampai ia tersadar untuk masuk ke dalam rumah sebelum kena ocehan sang ibu jika ia belum menyetorkan hidungnya saat makan malam.
Tak lama waktu yang ia gunakan untuk membersihkan diri sebelum turun ke meja makan. Dari mata sipitnya ia bisa mengabsen seluruh anggota keluarga yang sudah hadir di sana. "Ibu, aku ke rumah Jihoonie."
"Ah, Jihoon sudah pergi, Soonyoung."
Terdengar lembut tapi membuat pergerakan Kwon Soonyoyng kaku. Napasnya tertahan. Pernyataan yang ia takutkan menjadi kenyataan sekarang.
Dua tangannya mengepal hingga putih sebelum melangkah kasar meninggalkan debuman pintu yang dibanting.
Ia kecewa pada dirinya sendiri. Berharap bahwa pendengarannya sedang bermasalah. Ya, benar, pasti ia salah dengar. Jihoonnya tidak pergi. Jihoon tidak mungkin meninggalkannya.
Fakta kesayangannya memilih pergi ia harap hanya mimpi. Semua salah dirinya.
"Bodoh."
Ia tertawa sumbang. Wajah sendunya ia usap berkali-kali. Pagar hitam menjulang tinggi ia remat berharap sesak di dadanya hilang.
Menyandarkan kepalanya di sana. Kedua maniknya memanas, air matanya tertahan berlomba ingin keluar.
"Eoh? Soonyoung hyung? Ngapain di sini?"
Itu Lee Chan, adik kandung Lee Jihoon yang nampak baru kembali dari tempat lesnya. Alis Kwon Soonyoung naik satu mencoba membaca situasi.
"Jihoon hyung pergi berlibur ke Jepang bersama Appa-Eomma. Hyung tidak jadi diajak memangnya?"
Ah, leganya batin Soonyoung. Ia terjang si jagoan keluarga Lee satu itu. "Yo, man. Kau yang terbaik."
Hanya persekon saja rautnya kembali cerah. Lee Jihoon tidak pergi dari sisinya.
Tidak akan pernah dan tidak akan ia biarkan terjadi.