.
Langit kini sudah berubah menjadi jingga kemerahan. Tapi kepala yang sudah ganti warna jadi kecoklatan itu masih setia menunduk pada buku-buku tebal di hadapan.
Fokusnya masih utuh bahkan meski sedari pagi otaknya sudah dijejali berbagai macam materi pelajaran. Si perfeksionis nilai ini masih saja merasa kurang. Terlebih setelah dirinya resmi menduduki tingkat akhir sekolah menengah atas.
Siapa lagi kalau bukan Lee Jihoon, yang menghabiskan sela waktunya untuk belajar sebelum malam nanti harus pergi bimbingan belajar, lagi.
Lengan kiri menganggurnya digenggam makin erat dan sebuah kecupan di punggung tangannya. Sudah pasti Kwon Soonyoung, yang sedari tadi kerjaanya hanya memandangi paras manis si teman kecil.
"Lepas dulu, aku mau ambil buku yang lain." Bisik yang mungil berusaha melepaskan genggam hangat yang lebih tua.
Langkahnya pelan menyusuri rak buku yang ia cari. Berjinjit berusaha meraih buku di atas ketika maniknya mendapatkan apa yang ia cari.
"Kebiasaan," kekehan kecil terdengar tepat di belakang telinganya bersama buku yang telah berpindah tangan di Soonyoung.
Jihoon balik badan niat meminta dan berterima kasih. Tapi memang Kwon Soonyoung ini pintar mencari untung dalam kesempitan. Malah makin memangkas jarak antaranya dan Jihoon.
Yang dipepet menunduk mendapati tubuh mereka benar rapat. Dagu si mungil di tarik lembut dan dua pasang manik itu menyelami satu sama lain.
Terukir seringaian di sana, kepalanya makin mendekat dan Jihoon yang menutup matanya rapat-rapat. Paham dengan apa yang akan terjadi selanjutnya ketika di wajahnya jelas rasa terpaan napas hangat sahabatnya,
yah, sebelum sebuah dering ponsel sukses mengganggu semuanya.
Soonyoung reflek menjauh, merogoh saku celananya mengambil benda pipih yang berdering nyaring menganggu.
"Aku duluan ya, Ji. Yuna sudah menunggu di gerbang."
Dan Lee Jihoon hanya bisa diam dengan manik sendu sembari meremat buku yang diambilkan Soonyoung untuknya tadi.
