.
Jihoon berlari cepat keluar rumahnya. Menutup pintunya kasar, sehingga menimbulkan suara debam yang mengagetkan Nyonya Lee. Sapaan satpam penjaga rumahnya hanya ia balas sambil berlari keluar gerbang. Yang ia pedulikan sekarang adalah membangunkan seorang Kwon Soonyoung si pembenci hari Senin. Ya, ditambah ulangan kimia, siapa yang tidak benci.
Jihoon yakin kalau Soonyoung akan bolos sekolah hari ini. Sebenarnya tidak peduli juga sih dia, tapi Jihoon adalah murid teladan yang anti absen saat ulangan. Dan sungguh sialnya ia bangun kesiangan. Ayahnya sudah berangkat kerja. Chan sudah berangkat sekolah diantar supir keluarga yang seharusnya juga mengantarnya, ya kalu saja ia bangun lebih awal. Jadi harapannya saat ini hanya berangkat bersama Soonyoung. Meskipun Jihoon juga ragu kalau Soonyoung mau berangkat sekolah.
Jihoon membuka asal sepatunya. "Eomma, Sonyoung sudah bangun belum?" Jihoon berteriak sambil menaiki tanga menuju kamar Soonyoung kepada Nyonya Kwon yang sedang bersantai sambil menonton tv itu. "Tadi dia bilang tidak mau masuk sekolah, Jihoonie. Coba kamu bangunkan, siapa tahu ia mau," Nyonya Kwon juga tidak mau kalah berteriak.
Bruk
Itu bukan Jihoon yang tersungkur, tapi suara Jihoon yang menubrukkan diri pada Soonyoung. Ajaibnya Soonyoung tak membuka matanya sedikit pun, bergerak saja tidak.
"Soonyoung..."
Yeah, bahkan Jihoon sekarang merengek.
"Soonyoung, ayo bangun,"
Serius, sebenarnya Soonyoung ingin sekali membuka matanya untuk melihat Jihoonya yang sudah seperti biang gula. Tapi mau tak mau ia tetap memejamkan mata demi kelancaran rencananya.
"Jihoonie, ..."
Jihoon memberengut. "Ayolah Soon, ini benar-benar bukan waktu yang tepat. Sekarang cepat bangun atau aku siram air,"
"Terserah," dan Soonyoung kembali mencari posisi nyamannya untuk tidur meskipun Jihoon tetap berada di atas tubuhnya. "Lakukan atau berangkat sendiri baby Hoon."
Jihoon mencibir. Tapi tetap saja ia melakukannya. Mendekatkan wajahnya pada Soonyoung.
CUP
Jihoon mengecup pipi Soonyoung, meskipun ujung bibirnya Soonyong juga kena sih.
"Aku sudah menciummu Soon, sekarang bangun,"
"Aku benci hari Senin, Hoonie. Beri aku lebih banyak energi,"
Baiklah demi ulangan kimia yang baru diberi tahukan semalam di grup kelas mereka.
CUP
Sampai satu detik pun tidak. Tapi untuk Jihoon yang penting benar-benar di bibir. Tapi sayangnya tidak untuk Soonyoung,
"Ji, serius nanti itu ulangan kimia. Aku benci kimia. Beri aku energi ekstra,"
Jihoon mengerang frustasi. Kalau bukan ulangan, ia tak sudi melakukan ini.
Ia mendekatkan lagi wajahnya. Menutup matanya perlahan. Napas mereka saling bersahutan menerpa permukaan wajah masing-masing. Meskipun sudah sering, tetap saja Jihoon merasa gugup. Wajahnya memerah dan perutnya terasa seperti tergelitik. Namun sensasinya menyenangkan. Entah, ia juga bingung.
Sama seperti tadi, Jihoon menyentuhkan pelan bibirnya pada bibir tebal milik Soonyoung. Kali ini ia tidak langsung memberikan jarak pada dua belah bibir itu. Kenahannya sebentar, memberikan lumatan halus pada bibir bawah yang lebih tua. Menghisapnya lembut namun menggoda.
Jihoon melepasnya, kini memiringkan kepalanya meraup dua belah bibir Soonyoung. Dan kembali melumat juga menghisap bibir atas Soonyoung.
Yeah, Soonyoung tersenyum menang. Ia tak lagi hanya diam menikmati. Tangannya menekan tengkuk Jihoon memperdalam pagutan. Balik menghisap bibir bawah Jihoon. Menggigit pelan bibir bawah si mungil yang sangat manis. Jihoon melenguh tertahan, memberikan akses lidah Soonyoung menjelajahi seluruh mulutnya. Kemudian mengerang keras saat Soonyoung menggelitik langit mulutnya.
"Ekhem... maaf mengganggu acara mesra-mesraan kalian, tapi ini hanya tinggal lima belas menit kalau kalian benar-benar mau berangkat sekolah."
Dan berakhirlah pagutan nikmat mereka. Jihoon bahkan terbelalak kaget. Memaksa menarik bibirnya yang tengah diemut Soonyoung.
.
.
.
Baiklah, satu masalah sudah beres: Soonyoung sudah bangun. Sekarang yang harus Jihoon lakukan adalah menyiapkan tas sekolah Soonyoung dan seragam sekolahnya. Untung saja mereka satu kelas- bahkan teman sebangku dari taman kanak-kanak sampai sekolah menengah atas, jadi Jihoon tahu betul hari ini apa saja yang harus Soonyoung bawa.
Sebenarnya otak Soonyoung hampir menyeimbangi Jihoon si peringkat pertama. Yang jadi masalahnya hanya sifat pemalas dan pembangkangnya. Ya, Soonyoung memang termasuk spesies berandal tapi pintar. Peringkatnya tidak pernah jauh-jauh dari Jihoon, kalau Jihoon satu, Soonyoung pasti dua.
Ya begitulah. Lalu setelah semua buku dan peralatan belajar Soonyoung sudah beres, Jihoon berganti membuka lemari besar ini. Lemari pakaian Soonyoung yang jelas. Mengeluarkan semua yang Soonyoung akan pakai. Mulai dari yang terluar sampai yang Soonyoung kenakan di dalamnya. Benar-benar sudah seperti pasangan suami-istri saja.
"Soonyoung! Cepat keluar! Tas dan pakaianmu sudah kusiapkan, aku tunggu di bawah!" Seperti itulah teriakan Jihoon sebelum dirinya benar-benar turun menemui Ibu Soonyoung di dapur.
Tepat lima menit setelah Jihoon keluar dari kamar besar Soonyoung, dan kini Soonyoung yang balik meneriakinya.
"Jihoonie, dasiku,"
Jihoon mengangkat satu alisnya. Sejak kapan pula dasi menjadi penting untuk Soonyoung. Lagian tadi dia sudah meletakkan dasi milik Soonyoung di sebelah seragamnya. "Jihoon, pakaikan dasiku." Ucap Soonyoung lengkap saat ia sudah berhasil menemukan yang ia cari.
Tanpa banyak bertanya ia menghampirinya. Sebaiknya lakukan saja jika tidak ingin tambah lama. Mengambil dasi yang dipegang Soonyoung. Memasangnya cepat dan tepat. Tapi Soonyoung lagi-lagi mengganggunya. Menarik pinggangnya mendekat, dan memberinya kecupan-kecupan ringan pada wajah Jihoon.
Jangan tanyakan Nyonya Kwon sedang apa, tentu saja gelemg-geleng kepala sambil sibuk mengabadikan momen romantis ini. Baiklah, mereka benar-benar perlu menyelesaikan kegiatan itu secepatnya. Lebih tepatnya Jihoon yang harus menghentikannya, mana mau Soonyoung melepas Jihoon begitu saja. Dengan segenap kecepatan yang bisa mereka lakukan, dua sejoli itu meninggalkan rumah keluarga Kwon, tak lupa bekal dan mencium pipi Ibunya Soonyoung. Jiihoon pipi kiri, Soonyoung pipi kanannya. Ah, bahagianya jadi Nyonya Kwon.
Begitulah mereka, memang sahabat. Sahabat yang bisa saling mencium, ciuman panas sekalipun.