13

5.9K 493 53
                                    

Krist sudah sampai di Thailand, tak langsung menuju rumah Singto. Ia menaiki taksi dan pergi menuju rumah keluarganya.

"Krist?" Terdengar suara Mae yang sedikit terkejut setelah membukakan pintu.

"Jangan tanyakan apapun! Besok saja bicaranya. Aku lelah Mae." Hari sudah larut memang saat Krist sampai di Thailand.

Mae yang mengerti membiarkan Krist masuk ke dalam rumah dengan sejumlah barangnya. Berjalan melewati ruang tamu, dimana Pho nya tengah duduk bersantai, berjalan terus menuju kamarnya, membawa semua barang bawaannya.

Sesampainya di kamar, Krist tak berniat berganti pakaian, ia hanya ingin memejamkan mata. Mengistirahatkan tubuh dan pikirannya.
.
.
Ketika matahari sudah mulai mengusik tidurnya, Krist membuka kedua matanya, mencerna kejadian kemarin, mengingat kenapa ia bisa didalam kamar miliknya.

"Tok Tok Tok"

Krist membukakan pintu, terlihat Mae menunjukkan senyum manisnya.

"Suamimu ingin bertemu" Mae sedikit menyingkir, menunjukkan seorang pria tengah berdiri di belakangnya.

Krist hanya tersenyum tak ingin menjawab lebih. Ia membuka pintunya sedikit lebih lebar, membiarkan Singto memasuki kamarnya. Terlihat Singto masih mengenakan setelan kemarin saat Krist pergi meninggalkannya.

Mae tersenyum sebelum pergi meninggalkan keduanya.

"Kenapa tidak pulang ke rumah?" Singto mengawali pembicaraan

"Rumah yang mana? Ini kan juga rumah"

"Rumah kita Krist..."

"Yang mana itu?" Krist menjawab dengan ketus, tak berniat menghalus

"Kau marah?"

"Siapa?"

"Kau Krist, kau marah karena aku membiarkanmu menunggu sejam?"

Krist tak berniat menjawab, ia berjalan keluar kamar. Krist turun menuju dapur di ikuti Singto berjalan dibelakangnya.

Terlihat Mae dan Pho tengah bersiap sarapan bersama.

"Nah kalian sarapan disini kan?" Tanya Mae yang di jawab anggukkan kepala oleh Krist.

Krist duduk disamping kiri Pho nya, dan Singto disisi kirinya. Ia mengambilkan makanan ke atas piring Singto seperti sewajibnya ia lakukan.

"Aow Krist. Tanganmu? Kenapa memar?" Mae terkejut melihat tangan Krist memar, sontak Singto langsung memperhatikan pergelangan tangan Krist yang memar.
Teringat bagaimana ia memperlakukan Krist kemarin.

"Ah. Ini? Kemarin terbentur ujung meja, ku kira akan baik - baik saja Mae, ternyata tidak." Krist memberikan senyuman manisnya. Meyakinkan kedua orang tuanya jika ia baik - baik saja.

Singto hanya diam, seperti memikirkan sesuatu. Pagi itu, sarapannya hening, hening sekali hingga suara ponsel Singto menghancurkan keheningan itu.

"Maaf, saya permisi dulu" ujar Singto sebelum beranjak pergi.

"Kalian bertengkar?" Tanya Mae Krist

"Tidak, hanya salah paham Mae" ujar Krist lembut

"Kau yakin?" Tanya Mae lagi dengan sedikit berbisik.

"Seburuk-buruknya suami mu, percayalah jika dia benar - benar mencintaimu dan akan terus menjagamu" ujar Pho memberi nasihat, setelah memberi kode pada Mae untuk tak bertanya lebih jauh lagi.
.
Setelah sarapan, Krist berjalan keluar rumah, dilihatnya Singto masih melakukan panggilan, tanpa banyak bicara ia merebut ponsel itu, meletakkannya di telinganya, mencoba mendengar apa yang dibicarakan orang yang di seberang panggilan hingga membuat suaminya mengabaikannya.

Like a Sugar Daddy? (SK) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang