Nania memejamkan matanya, merasakan pantatnya yang sakit sampai ke tulang. Sakit banget gila. Rutuknya.
"Tuh orang, bener-bener gak punya perasaan! Seenaknya narik-narik, bikin anak orang jadi sakit gini kan." Nania meringis, ngilu disekitar pantatnya membuat dia tidak nyaman duduk.
"Mbak nih pesenannya sudah datang." Sesil rekan kerja Nania menjinjing bingkisan di tangannya dengan kresek bermerk salah satu restoran terkenal di Bandung.
"Siapa yang pesen makanan?" Karena Nania tidak merasa memesan makanan lewat aplikasi berwarna hijau itu.
"Mbaklah siapa lagi?! Di sininya tertulis jelas Nania." Sesil menyerahkan struk yang diberikan oleh abang driver tadi.
"Aku gak pesen makanan kok. Orang hapenya aja lagi dicas. Tadi mati. Baterinya Ngedrop." Nania meraih handphone yang masih tersambung dengan colokan listrik. Lalu dia menghidupkan benda pipih itu. Baterainya sudah seratus persen "Tuh lihat, aplikasinya aja aku gak punya. Ramnya gak muat, kegedean datanya."
"Makanya lem biru tuh hape jadul. Beli baru napa, jangan kaya orang misssqueeen. Banyak tuh hape satu jutaan yang udah bisa chatting, messeging, selfi apalagi. Beh...jangan salah tuh hape merk appa emang ngemanjain banget dah kameranya, kita-kita orang yang wajahnya kusem dan jerawatan gini bisa secercah mentari, seglowing artis-artis korea. Kan bagus, tinggal cekrek, cekrek, posting deh di instagram. Cocok tuh buat kamu yang..."
Nania beranjak dari duduknya, tak menghiraukan celotehan Sesil yang kadang menyentil sampai ke ulu hati. Membuka makanan yang dibawanya tadi. Memang benar distruknya tertera nama dia. Tapi siapa yang telah memesankan makan untuknya?!
Sesaat setelah Nania berpikir keras. Aha...! Nania menjentikan jarinya. Ini pasti Oma Cantik deh. Pikirnya. Nanti setelah makan dia akan telepon Oma cantik untuk bilang terima kasih. Tapi untuk sekarang biarkan perutnya yang sudah keroncongan karena belum diisi sejak tadi pagi mendapatkan haknya, setelah haknya yaitu nasi goreng direnggut oleh dokter bodoh itu.
Ehh! Mengingat dokter bodoh itu, Nania jadi senewon dan semakin membuatnya kalap menyantap aneka seafood kiriman oma cantik hingga ia lupa untuk menawari Sesil yang sekarang sedang berdiri dihadapannya seraya berkacak pinggang.
"Enak tuh udang sama cuminya, kepitingnya juga, wah capcaynya boleh juga, beli dimana?!"
"Kamu mau?!" Tawar Nania.
"Ehmm, tadinya aku mau beli sih, tapi karena kamu ngajak aku buat makan ya sudah ya daripada gak habis sama kamu, mubajirkan jadinya. Jadi boleh deh..."
Nania tersenyum, seraya menggelengkan kepala. Sesil. Sesil. Rekan kerjanya yang satu ini memang selain pandai berbicara, dia juga pandai mengambil segala kesempatan. Mumpangmempeng kata orang tuamah!
Selagi asik rebutan kaki kepiting dengan Sesil, handphonenya berbunyi.
"Bunyi tuh hape jadul, angkat!"
Nania menggeleng. Demi apapun dia tidak akan merelakan kaki kepiting yang penuh dengan daging itu untuk Sesil. Tidak sama sekali!
"Hallo..." Nania melotot ketika Sesil mengangkat teleponnya dengan satu tangan tanpa melepaskan kaki kepiting dari pegangannya yang satu lagi. Terdengar suara ngebass dari sebrang sana. Nania buru-buru mengambil handphonenya dan menon-aktifkan kembali loudspeakernya.
Sedangkan Sesil menyeringai penuh kemenangan. Untuk sekarang Nania harus merelakan kaki kepiting itu yang sudah masuk mulut Sesil.
Nania bersegera meninggalkan Sesil ketika melihat wajah kepo wanita itu. Jangan sampai Sesil mengetahuinya! Bisa gawat! Sesil dengan bibir tipisnya sama dengan lambeh turah. Bahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DOCTOR & HIS BABY [ 📚 Ebook Tersedia di GooglePlay Book ]
Romance❤️ CERITA LENGKAP TERSEDIA DI GOOGLEPLAY BOOK ❤️ Tentang.... Sebuah cinta yang tak pernah disesalinya seumur hidup, meski kehadirannya disertai dengan kekecewaan dan penyesalan akan cinta sejati yang selalu diagungkan sebelumnya, hingga membuatnya m...