The Doctor & His Baby 1

10.1K 793 55
                                    

Hari yang sangat melelahkan untuk Nania, setelah seharian ini dia disibukan dengan segudang aktivitasnya sebagai staf administrasi di sebuah rumah sakit besar di Bandung. Pekerjaannya yang hanya sebagai bangsawan alias bangsa karyawan biasa dengan gaji yang super biasa, menuntut untuk bekerja lebih dari pada petugas dengan jabatan yang lebih tinggi. Tapi bagi Nania itu bukan masalah tapi terkadang menimbulkan masalah kejengkelan dan ketidakadilan.

Huft!

Sudah-sudah. Nania tidak ingin memikirkan hal itu karena hanya menambah beban dan stress yang berkepanjangan dan sama sekali tidak memecahkan solusi. Oleh karena itu, Nania acap kali bersyukur dengan apa yang telah diperolehnya saat ini, besar kecil itu soal jumlah saja, sedangkan cukup tidaknya itu tergantung penerimaan manusia. Karena masih banyak orang-orang yang berpenghasilan tinggi akan tetapi tetap merasa tidak cukup atas apa yang diraihnya.

Nania melirik jam di dinding, sudah menunjukan pukul setengah lima sore, lebih satu jam dari waktu seharusnya pulang, mungkin bisa disebut lembur itupun kalau dibayar kalau tidak, ya sudahlah Nania tidak bisa berbuat banyak, mesin absensi hanya mencatat kehadiran saja tanpa memperhitungkan jam petugas yang bekerja lebih dari yang seharusnya.

Ruangan mulai sepi, ternyata tinggal Nania sendiri yang belum pulang karena harus menyelesaikan laporan bulanan. Ia lalu membereskan meja, mematikan komputer dan bersiap untuk pulang.

Di lorong rumah sakit menuju parkiran, tempat motor bututnya terparkir ia dikejutkan dengan seseorang yang menghadang dirinya.

"Tolong saya." Ucap lelaki itu tersengal-sengal seperti habis lari maraton "Lo pegawai sinikan?!"

Nania mengangguk.

Tanpa diduga lelaki itu menyerahkan sebuah buntelan ke tangan Nania. Ia terkejut saat matanya bersibobrok dengan mata bulat milik makhluk hidup dalam gendongannya, pipi gembul bersemu merah, tersenyum menatap dirinya.

Apa-apaan ini?!

Sebelum Nania membuka mulutnya, lelaki itu terlebih dahulu berbicara "Titip dia sebentar oke! Gue dokter bedah di sini, sebentar lagi ada operasi darurat. Lo tahukan sekretariat bedah sentral ada dimana?! bawa dia ke sana, nyokap gua lagi diperjalanan buat jemput dia, sebentar lagi datang."

Lelaki yang mengaku dokter itu menyerahkan sebuah tas berwarna navy yang diduga Nania adalah perlengkapan sibayi gembul.

"Gue percaya lo."

Seakan terhipnotis dengan tiga kata itu, yang tadinya akan protes tapi Nania hanya bisa mengangguk dan bengong menatap punggung berbalut jas putih yang sudah menghilang dari pandangannya. Lalu gerakan kecil dalam pelukannya, menyadarkannya bahwa ia tak sendiri.

"Hello." Sapa Nania pada makhluk mungil itu. Menghela napas pasrah, Nania berjalan gontai menuju ruang yang disebutkan dokter tadi.

Gak jadi pulang deh. Huft!

Bukankah bayi dilarang masuk rumah sakit! Rutuknya dalam hati.

🍁🍁🍁

Sudah satu jam lebih, waktu menunjukan pukul setengah enam sore tapi yang ditunggu-tunggu 'Oma si bayi emesh' tak kunjung datang jua. Nania sudah beberapa kali menenangkan 'Baby emesh' begitu dia menyebutnya yang sudah mulai rewel dan menangis.

Sebentar endasmu! Mana katanya sebentar. Satu jam cuy! Lagi-lagi Nania ngedumel, sesuatu yang sebenarnya ada dalam daftar terlarang yang tidak boleh dilakukan oleh Nania.

"Cup. Cup. Cup. Baby emesh sayang..."

Nania mulai frustrasi ketika Baby emesh itu tak kunjung berhenti menangis.

THE DOCTOR & HIS BABY [ 📚 Ebook Tersedia di GooglePlay Book ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang