Darren termenung disebuah kursi, menatap hampa jendela kaca yang menampakan langit biru dan teriknya matahari. Mengabaikan Baskara dalam karpet yang dijadikan box tempatnya bermain, Baskara merengek dengan mata sembab sehabis menangis, meminta perhatian sang papa yang sedang sibuk dengan dunianya sendiri.
Ada banyak pertanyaan dalam benak yang tak mampu dia temukan jawabannya. Kenapa?
Iya, kenapa dia bisa melakukan hal tak senonoh itu? Meski diluar jam kerja, tapi jika Nania melaporkannya, dia bisa terkena sanksi indisipliner dari rumah sakit tempatnya bekerja, secara dia dan Nania satu tempat kerja.
Ngomong-ngomong soal Nania, sudah hampir satu minggu lebih Nania tidak muncul, rupanya dia benar-benar memegang ucapannya untuk berhenti menjadi babysitter Baskara. Dan selama itu pula, Darren dibuat pusing tidak hanya oleh Baskara yang rewel dan manja tapi oleh pikirannya sendiri yang selalu mengulang kejadian antara dirinya dan Nania diwaktu sore kala itu.
Seperti kaset rusak saja! Gerutunya dalam hati.
Darren menjambak rambutnya berkali-kali, berharap bisa menghapus memori itu, tapi otaknya tidak sejalan dengan apa yang diinginkannya.
Enyahlah, please!
“Kenapa juga gua harus melakukan itu?! Dasar bodoh. Bodoh. Bodoh...!” Maki Darren pada dirinya sendiri “Ya, lo bodoh main nyosor cewek tengil, udik, dan kampungan itu, heh!” Dia terlihat seperti orang gila saja. Berbicara dan memaki diri sendiri. Dan hal itu tak luput dari perhatian sang anak Baskara, yang tertawa senang melihat kelakuan papanya.
“Gua Cuma marah dan gak terima ya dengan kelakuan cewek tengil itu bukan karena suka!” Darren bergidik ngeri, membayangkan jika dia punya rasa pada Nania “Ehh, amit-amit. Kaya yang gak ada cewek cantik saja!”
Tapi jika boleh jujur...
“Tidak. Tidak. Tidak...” Darren langsung menepis dan menghilangkan secuil rasa yang menggelitik di sudut kalbunya “Bah, tak mungkinlah...!”
Memikirkan hal itu, membuat tenggorokannya kering dan kepalanya semakin terasa mumet. Dia bangkit, perlu sesuatu yang dingin untuk melepaskan rasa dahaga dan menyegarkan otaknya kembali.
Nikmat. Begitu yang ia rasakan kala jus dingin itu mengaliri tenggorokannya.
Dan Belum habis jus itu diminum, mata Darren menangkap satu bungkus mie berwarna kuning. Dia jongkok mengambil mie itu “Indomie rasa ayam bawang.” Darren tampak berpikir sejenak, dia jadi teringat mie kuah buatan Nania yang enak dan tidak ada duanya “Kayanya enak nih, panas-panas makan indomie rasa ayam bawang ala Nania.”
Tanpa pikir panjang, Darren mengeluarkan peralatan masak dan bahan-bahan yang selalu Nania gunakan untuk menambah kelejatan mie instannya.
Bawang merah, bawang putih, bawang daun, sedikit minyak, digoreng jadi satu, tambahin air, tunggu hingga mendidih, masukan bakso dan sosis, ditambah sayur sawi, lalu masukin mie. Telur digoreng terpisah. Oiya, jangan lupa bagi yang suka pedas bisa ditambahkan cabe rawit sesuai selera tingkat kepedasannya.
“Selesai!” Seru Darren bahagia karena bisa meniru memasak mie instan ala Nania yang pernah dicicipinya. Dan itu sangat enak. Beneran. Darren gak bohong, mie rasa ayam bawang buatan Nania memang seenak dan selezat itu kok, cobain deh. Pasti nagih. Haha...
Darren tersenyum, aroma mie yang sudah terhidang sangat menggugah selera.
Tapi rasanya kok...
“Darren....!”
Mendengar teriakan itu, Darren langsung menutup kedua telinga dengan telapak tangannya. Suara lengkingan yang mengalahkan suara vokalis serius band yang sudah bubar, siapa lagi kalau bukan kanjeng mami.
Darren menghela napas panjang. Sepertinya, dia harus menyiapkan tenaga untuk mendengarkan ceramah panjang yang tak bertepi.🍁🍁🍁
Ketika dirasa sudah tidak ada lagi teriakan disekitarnya Nania melepaskan telapak tangan yang menutup kedua telinganya.
“Aku dilamar...!” Teriak Sesil lagi tepat di telinga Nania.
Ini teriakan yang entah sudah keberapakalinya. Nania bosan mendengarnya, gendang telinga rasanya mau pecah mendengar suara teriakan Sesil yang melebihi suara toa.
“Sil, udah dong, aku mau kerja nih, banyak laporan yang harus aku selesaikan, jangan teriak-teriak lagi ya.” Mohon Nania pada rekan kerjanya itu.
Tapi dasar Sesil yang selalu over acting dalam segala hal, dia sama sekali tidak mengindahkan permohonan Nania yang sudah badmood sejak masuk kantor atau bahkan sejak seminggu yang lalu ketika di apartemennya Darren.
“Kamu gak senang ya, duluan aku yang dilamar.”
“Bukan begitu, suara kamu ngeganggu konsentrasi ...”
“Jujur aja napa, aku gak bakalan marah kok.” Sesil terkikik, entah apa yang wanita muda itu tertawakan “Aku tahu kok, kamu pasti merasa sedih karena yang muda yang lebih dulu dilamar dan yang tua kaya kamu semakin jauh dari jodohnya, kasian, cup, cup, cup...” Dengan muka sok sedih, Sesil menepuk-nepuk bahu Nania.
Nania menghela napas “Terserah dah...” Dia menjatuhkan kepala di atas meja, saat ini dia tidak ada tenaga menanggapi celotehan Sesil dan sesi curhatnya kala ia di lamar sang kekasih dengan segala keromantisannya. Saat ini Nania sedang lelah dengan hati dan pikirannya.
“...Tau gak sih, Fendi itu cowok romantis, dia selalu ada buat aku, apa yang aku mau selalu dipenuhi.” Fendi nama kekasih Sesil “Dan tahu gak sih mbak, pas Fendi ngelamar aku tadi malam, aku ngerasa itu adalah momen yang paling, paling, paling, indah seumur hidup aku...”
“Mbak tahu gak kenapa ...?”
Nania masih tak menanggapi.
“Karena di bawah terang bulan, kita berdua berciuman.” Sesil terkikik senang kala mengingatnya.
“Apa?” Lain dengan Nania, ketika mendengar kata ciuman dia seakan alergi “Kamu rela aja gitu ngasih bibir kamu dicium-cium sama orang yang belum halal ...”
“Emang kenapa, wajar aja, gak usah sok polos dah, jaman sekarang itu sudah biasa.” Jawab Sesil cuek.
Nania bergidik ngeri. Kenapa setiap orang dizaman sekarang menganggap jika melakukan sesuatu yang bukan dengan pasangan halalnya adalah sesuatu yang lumrah. Astagfirullahhaladzim. Nania akui dia bukanlah orang baik nan suci, tapi dia sudah berkomitmen untuk tidak melakukan hal itu sebelum ijab kobul terjadi.
“Jadi kamu sering ngelakuin itu sama pacar kamu?!” Tanya Nania penasaran.
“Ya, iyalah. Ngapain juga pacaran kalau gak gitu-gituan, kan gak asyik.” Ucap Sesil yang diakhiri dengan kekehan.
Nania hanya bisa menggelengkan kepala seraya beristigfar dalam hati dan berdoa semoga dia dijauhkan dari hal itu.
“Mbak...” Seru Sesil, menyenggol lengan Nania, Sesil menggeser kursi kerjanya dan membisikan sesuatu di telinga Nania, yang membuat Nania mati kutu dan tak tahu harus menjawab apa.
“Belum ya...” Tebak Sesil seraya tertawa “Mbak. Mbak. Kasian banget sih...” Sesil masih tertawa tepatnya menertawakan Nania “...Lagian siapa juga laki yang mau nyium mbak, pacaran aja kagak pernah ...” Dia semakin tertawa senang “Tapi kalau dipikir-pikir siapa laki-laki yang mau sama mbak, mbaknya gitu sih, udahmah muka pas-pasan pake sok-sokan polos lagi, kagak mau ngelakuin itu sebelum halal. Itumah, ketinggalan zaman mbak...”
Bagi Nania, tidak apa-apa dia disebut ketinggalan zaman, asalkan dia bisa menjaga diri dan komitmennya.
Tapi yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah masihkah ia memegang komitmen itu, dikala bibirnya sudah terjamah oleh laki-laki yang sayangnya pacar bukan, apalagi suami. Apakah itu bisa disebut sebagai ciuman?
Dasar Duren brengsek!
Jika ia, Sesil tidak tahu bahwa bibirnya sudah tidak suci lagi dan jangan sampai tahu!
Tapi Nania beranggapan itu bukanlah sebuah ciuman tapi pemaksaan.
“Ya, pemaksaan!”
“Siapa yang memaksa siapa?”
Nania lupa, jika dia tidak sedang sendiri.
“Bukan apa-apa.”
Sesil mengangkat bahunya, tak peduli “Ya sudah...yang penting aku bahagia mbak! Aku dilamar...!”
Sekali lagi Nania harus menutup telinga dengan kedua telapak tangannya, matanya terpejam, menghindari teriakan Sesil.
Tak mengindahkan seruan Sesil yang memanggil-manggil namanya dan mencoba melepaskan telapak tangannya, Nania tetap pada posisi itu.
“Mbak....!” Sesil menghentakan tangan Nania dengan keras karena kesal teriakannya diacuhkan “Ih...”
“Mbak...!”
“Apa?!” Nania yang sudah lelah, melepaskan telapak tangannya.
“Tuh ada yang nyariin,” Telunjuk Sesil mengarah pada seseorang yang berdiri tepat di depan meja kerjanya.
Ngapain siberengsek di sini? Mata Nania hampir copot melihatnya, dia masih enggan melihat wajah bak malaikat tapi berhati iblis itu. Nania benci pokoknya!
“Saya sibuk, tidak bisa diganggu!” Ucapnya tegas tidak bisa diganggu gugat.
Namun naas ucapannya itu terpatahkan dengan perkataan Sesil, entah dia itu bisa disebut teman? “So sibuk lo mbak, orang dari tadi kita ngobrol saja kok...”
“Sesil...!” geram Nania, giginya bergemelutuk menahan marah.
Membuat orang yang dihadapannya itu tersenyum menahan tawa.
“Gak usah senyam-senyum kagak ada yang lucu!”
Membuat dia tak lagi menahan tawanya.
Sialan!🍁🍁🍁
TBC
Copyright©NANISTSU.08.07.2019Abang Duren sama tante Nania, butuh dukungan kalian semua 😍😍😍
Jangan lupa vote 🌟 komen 📜 dan viralkan 🔄
Thank you...
KAMU SEDANG MEMBACA
THE DOCTOR & HIS BABY [ 📚 Ebook Tersedia di GooglePlay Book ]
Lãng mạn❤️ CERITA LENGKAP TERSEDIA DI GOOGLEPLAY BOOK ❤️ Tentang.... Sebuah cinta yang tak pernah disesalinya seumur hidup, meski kehadirannya disertai dengan kekecewaan dan penyesalan akan cinta sejati yang selalu diagungkan sebelumnya, hingga membuatnya m...