The Doctor & His Baby 11

4.8K 566 82
                                    

Vote 🌟 dan komen sebanyak-banyaknya ya, sebelum kalian melanjutkan membaca, biar bang Darren dan Embu Nania seneng...

Makasih 💞💞💞

🍁🍁🍁

Nania bersyukur dan tidak menyesal mengiyakan ajakan Oma cantik dan Opa ganteng berkunjung ke kebun dan peternakan mereka. Udara di sini sejuk dan juga segar, jauh dari polusi, walaupun terasa sangat dingin. Refresh diri dari penatnya rutinitas sehari-hari yang sangat menjemukan dan membosankan.

Ooo, satu lagi jangan lupakan niatan perjodohan antara dirinya dan agus. Ternyata, jauh dari bayangannya semula yang sudah berpikiran negatif. Agus orang yang sangat menyenangkan dan juga menghibur tapi dewasa dalam pemikiran. Agus yang seorang peternak dan juga tukang kebun, begitu dia menyebut dirinya di awal perkenalan adalah seorang lulusan Program Magister Fakultas Kedokteran Hewan dari sebuah Universitas Negeri terkenal di Negara ini. Nania terkejut kala mengetahuinya.

Memang benar pepatah yang mengatakan “Jangan lihat orang dari luarnya saja.”

Apalagi dia yang sudah menjudge negatif sebelum lihat orangnya langsung. Malu sekali Nania pada dirinya yang suka meremehkan orang lain. Padahal belum tentu dirinya lebih baik dari orang yang diremehkan. Dan itu terbukti. Dirinya tidak ada apa-apanya.

Sambil menggendong Baskara, pagi ini Nania berniat berjalan-jalan, membawa Baskara ke peternakan sapi, domba dan kambing, ada berbagai macam sapi disana, dan ia tidak mengerti akan hal itu, dia hanya bisa membedakan sapi perah dan juga sapi biasa.

Ternyata di sana sudah ada Pak Ario bersama beberapa pekerja sedang mengurus sapi-sapinya.

“Kamu senang disini...” Tanya pak Ario setelah selesai mengurus sapi-sapinya.

Nania mengangguk seraya tersenyum.
“Den Babas juga ya...” pak Ario membawa Baskara ke pangkuannya “Senang sekali cucunya opa.” Baskara jingkrak-jingkrak senang kala melihat sapi-sapi itu.

“Maafkan istri saya yang suka memaksa...” Ujar pak Ario yang dibalas gelengan kepala oleh Nania “Sejak awal bertemu dengan kamu, istri saya setiap harinya tidak jauh-jauh membicarakan kamu ini dan itu.” Pak Ario terkekeh mengenang bagaimana antusias istrinya ketika membicarakan Nania “Saya bahkan bertanya-tanya seperti apa sih sosok seorang Nania yang mampu mencuri perhatian istri saya itu?” Pak Ario melirik Nania “Istri saya memang tak salah menilai ...”

Nania mengernyit, heran.

“...walau dikatakan saya baru berkenalan dengan kamu, tapi saya berpendapat sama dengan Laksmini, kamu memang baik, kalau gak baik Baskara gak mungkin betah sama kamu, iyakan den Babas...” Pak Ario mencium gemas pipi Baskara.

“Pak Ario dan Ibu Laksmini terlalu berlebihan menilai saya.” Entah apa yang Oma cantik bicarakan pada pak Ario tentang dirinya. Lagipula Oma cantik jarang sekali berbaik hati jika dihadapannya.

“Tidak.” Ia lalu melanjutkan bicaranya “Hanya orang yang tertutup mata batinnya yang tidak bisa melihat kebaikan dan ketulusan kamu, untuk itu kenapa istri saya bersikeras menjodohkan kamu sama Agus, karena memang Laksmini gak mau kehilangan orang baik seperti kamu. Maafkan ya, kalau dia cerewet sama kamu...” Pak Ario tertawa, dia terlalu mengenal istrinya dengan baik, jadi tidak aneh lagi jika istrinya itu melakukan hal yang diluar nalar “Maklumin istri saya ya, dia terlalu excited sama anak perempuan.” Pak Ario kembali terkekah.

“Dia kagum sama kamu sejak pertama kali bertemu, tapi ya itu Laksmini sama kaya anaknya gengsinya tinggi...” Kali ini pak Ario tertawa terbahak-bahak.

“...Sebenarnya saya kaget dan gak setuju ketika Laksmini mengatakan akan menjodohkan kamu sama agus, itu namanya pemaksaan saya bilang, tapi dianya kekeh ingin kamu menjadi bagian dari keluarga kami. Agus orang baik,  sudah seperti anak bagi kami, bukan lagi anak seorang kebun, dia yang banyak membantu kami mengelola perkebunan dan peternakan ini, padahal dianya sendiri mempunyai perkebunan dan peternakan yang tak kalah besarnya dari ini. Kamu sudah bertemu dengan Agus bukan?!”

Nania mengangguk.

“Bagaimana menurut kamu?!”

“Siapa?”

“Agus, siapa lagi? Masa iya saya nanyain anak saya Darren yang sudah pasti senang bikin ulah, iyakan?!”

Nania mengangguk mengiyakan perkataan pak Ario, tapi sesaat kemudian dia menggeleng.

Pak Ario hanya tertawa “Gak usah sungkan, Darren emang sedari dulu suka bikin ulah.” Ia menghela nalas lelah “Entah kapan anak itu akan berubah.”

Ada kegetiran dan perasaan sedih seorang ayah dalam nada bicara pak Ario “Sudahlah, jangan bicarakan dia, sekarang  bagaimana penilaian kamu tedengar Agus.”

“Saya?!” Tunjuk Nania pada dirinya sendiri “Saya gak tahu.” Terlalu dini untuk menilai seseorang, walau kesan untuk pertama kali bertemu dengannya adalah orangnya sangat menyenangkan diajak bicara, low profile banget, sangat menghargai orang lain, tidak melihat seseorang dari penilaiannya dan jangan lupakan postur yang tak kalah tinggi dari Darren serta warna kulit eksotis karena seringnya terpapar matahari terlihat sangat manly. Apa sih Nania? Wah, kalau kaya gini  sih sudah terlalu banyak kesannya.

“Tapi dia terlihat baik.” Ujar Nania akhirnya, dia tersipu malu, maklum Nania belum pernah memuji seorang laki-laki.

“Dia memang baik.” Timpal pak Ario.

“Sepertinya ada yang sedang membicarakan saya.” Nania terlonjak kaget melihat Agus yang tersenyum hangat  sudah ada di depannya, berbeda dengan pak Ario yang membalas senyuman anak angkatnya itu.

Agus ikut duduk bersama Nania dan Pak Ario, dia mengajak bercanda Baskara yang tak bisa diam dipangkuang pak Ario “Sini sama om?” ia mengulurkan tangannya dan Baskara menyambut dengan senang “Mau lihat sapi, kambing, sama om?”

Baskara tertawa menimpali.

“Sana gih, ajak juga Nania.” Usul pak Ario, supaya mereka lebih akrab lagi dan perjodohan ini sukses seperti yang diinginkan Laksmini.

Nania terlihat ragu, tapi akhirnya dia mengikuti juga.

Mereka sampai di sebuah perkebunan sayuran, setelah sebelumnya mengunjungi peternakan sapi, domba dan kambing. Di sini yang paling excited adalah Baskara, semenjak tadi anak itu terlihat gembira dan senang. Bahkan meronta-ronta ingin turun dan memegang ketiga hewan itu.

“Nih anak sama kaya bapaknya waktu kecil gak bisa diem.”

Nania mengernyit.

“Kita beda lima tahun Nania, saya sudah mengenal dia semenjak kecil, dia itu atraktif banget, mudah bosan, makanya pas dia mau mengambil jurusan kedokteran saya terkejut, kamu tahu sendirikan kuliah jurusan kedokteran seperti apa?”

“Saya gak tahu.” Jawab Nania jujur karena memang dia tidak pernah kuliah disana dan hal itu membuat Agus tertawa “Apanya yang lucu?” Tanya Nania bingung.

Agus kemudian berdehem. Gadis ini sangat lucu, dia memang punya sifat keibuan dibalik sikap polos, jujur dan spontanitas, terkadang bersikap dewasa dan bertingkahlaku seperti anak-anak. Tapi tidak mudah bergaul apalagi dengan seseorang yang baru dikenal seperti dirinya.

“Ayo kita ke sana.” Agus menunjuk saung yang ada ditengah-tengah perkebunan “hati-hati jalannya.”

Nania mengangguk, tidak banyak bicara, dia canggung dengan orang yang terlalu sopan. Beda dengan sikap Darren yang semena-mena dan maunya sendirj tapi itu membuat Nania lebih berani membalas perlakuannya.

“Kamu tidak marah bukan sama pak Ario dan Ibu.”

“Kenapa harus marah?” Nania malah balik bertanya.

“Tentang perjodohan itu...”

“Kamu sudah tahu?” Tanya Nania terlonjak dari duduknya, membuat kaget Baskara yang sedang terkantuk-kantuk dan sedikit tak nyaman.

“Biar saya saja.” Nania mengambil alih Baskara, dan bayi itu memeluk nyaman Nania, sesaat kemudian dia sudah terlelap.

“Pak Ario dan Ibu sudah cerita, lihat...” Agus mengeluarkan handphonenya dan memperlihatkan beberapa foto Nania yang sedang menggendong, bercanda dengan Baskara.

“Itu...”

“Ibu yang ngirim. Kamu lucu di sini.” Agus menunjuk salah satu foto Nania yang posenya enggak banget menurut Nania.

Nania mencebik “Apanya yang lucu, Baskaranya sih iya ngegemesin, nah saya amit-amit yang ada, dan itu mata kenapa juga bisa melotot gitu.”

Agus tertawa, dalam foto itu Nania sedang bercanda ci luk ba dengan Baskara yang tersenyum senang.

“Kamu keberatan.” Tanya Nania yang sebenarnya sudah ingin ia tanyakan sejak pertama kali bertemu mengenai perjodohan ini. Dia tidak ingin memaksa orang untuk hidup bersamanya.

“Kamu tahu siapa yang mengusulkan pak Ario dan bu Laksmini untuk berlibur di sini?”

Nania mengedikan bahunya.

“Saya.”

Hah.

“Kalau saya katakan, saya jatuh hati sama kamu sejak pertama kali Ibu mengirimkan foto kamu pada saya, apa kamu akan percaya?” Agus kemudian melanjutkan ucapannya “Tidak bukan?! Tapi itulah yang saya rasakan.”

Bukan terkejut lagi mendengar perkataan itu, Nania bahkan mempertanyaakan keadaannya saat ini. Apa ini mimpi? Jika ini mimpi tapi kenapa terasa begitu nyata? Nania mencubit lengannya sendiri, sakit.

“Tapi kenapa?” Tergugu Nania mengajukan pertanyaannya.

“Apa perlu alasan untuk jatuh hati.”

Bagi orang seperti dia yang tidak punya kelebihan apapun, apalagi fisik sangat dibutuhkan sekali alasan, kenapa orang seperti Agus yang nama dan wajahnya bahkan mirip dengan anak pertama mantan presiden Indonesia bisa dengan mudah jatuh hati kepadanya? Agus tentu bisa mendapatkan wanita yang lebih dari dirinya.

“Kamu cantik dengan cara kamu sendiri Nania.” Ujar Agus meyakinkan Nania yang terlihat tidak percaya diri, dan itulah salah satu kelemahan Nania.

“Tapi saya sama sekali tidak cantik.” Nania menunduk ketika mengatakannya, dia merasa tidak pantas harus bersanding dengan orang seperti Agus. Lihat wajahnya, tidak ada cantik-cantiknya, sudah bersyukur dia mempunyai kelengkapan diwajah dan tak kurang satu apapun, walau hidungnya mancung ke dalam.

“Cantik yang sesungguhnya itu dari sini.” Agus menunjuk dada sebelah kirinya, tepat dimana jantung berdetak “Cantik fisik seiring waktu bisa pudar, tapi hati dia tak akan pernah padam, akan selalu bersinar dan kekal. Dan kecantikanmu takkan lekang dimakan waktu.”

Tersipu malu, Nania mendengarnya. Dia tidak pernah dipuji sekalipun oleh laki-laki dan ini untuk pertama kalinya. Rasanya seperti ini ya, seperti terbang ke awan ke langit ke tujuh.

“Jadi apa kamu mau memulai hubungan ini dengan saya?”

Pertanyaan Agus sontak membuyarkan rasa senangnya, berubah menjadi terharu.

“Tanpa ada pemaksaan?” Agus menatap lekat mata indah Nania yang berbentuk melengkung seperti daun, sangat indah dengan bulu mata lentiknya “Tanpa ada kata perjodohan?” dia melanjutkan ucapannya.

Nania bergeming. Ia sudah tahu rasanya dipuji, dan sekarang dia merasakan rasanya ditembak, ternyata rasanya selain menyenangkan juga membuat jantungnya berdetak tak karuan “Hmmm, aku...” Dia ingin menjawab iya, tapi kenapa mulutnya susah sekali untuk mengecap “Aku...”

Tapi belum sempat Nania melanjutkan ucapannya, dia dikejutkan dengan teriakan seseorang yang sangat dikenalnya.

“Nania....!”


🍁🍁🍁

TBC

Jangan benci Oma cantik ya,,,🙈😘

Copyright©NANISTSU.17.07.19

THE DOCTOR & HIS BABY [ 📚 Ebook Tersedia di GooglePlay Book ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang