The Doctor & His Baby 8

4.6K 542 28
                                    

Cepetkan Updatenya...(✷‿✷)

Jangan lupa di vote 🌟 dan komen sebanyak-banyaknya ya, supaya abang Darren dan embu Nania updatenya rajin.

Makasih...💞💞💞

***

“Bilang embuh...” Nania tak lelah untuk supaya Baskara memanggilnya embu. Anak Batita yang sedang merangkak dan belajar berdiri tapi selalu gagal karena pantatnya yang gembul itu sangat senang mengucapkan mama dari bibirnya yang dipenuhi air liur. Tapi walau begitu ia sangat terharu dan bahagia, Baskara memanggilnya mama. Apalagi jika anak itu adalah anak kandung sendiri mungkin kebahagian yang ia rasakan akan berlipat-lipat ketika anaknya memanggilnya mama.

Berbeda dengan Nania yang tengah berbahagia, Darren malah sebaliknya. Ia kesal pada anaknya sendiri yang tidak mau memanggilnya papa.
Sebenarnya siapa disini yang orang tuanya!

Darren yang baru kembali dari rumah sakit, memperhatikan interaksi hangat antara Nania dan Baskara. Dia cemburu, jujur saja. Karena anak semata wayangnya lebih dekat dengan orang lain yang bukan siapa-siapa.

Seandainya.

Kata itu muncul begitu saja dalam benaknya. Ya, Darren berandai-andai jika yang ada dihadapannya sekarang, yang sedang bercengkrama itu adalah istri dan anaknya. Akan tampak sempurna. Karena itu adalah gambaran mimpi indahnya tentang sebuah keluarga. Ada istri yang selalu memperhatikannya. Ada anak yang selalu membuatnya bahagia.

Namun sayang, semua itu hanyalah mimpi belaka. Semenjak dia memutuskan untuk pergi.

Darren menyandarkan tubuhnya pada sofa. Dia sangat lelah, seharian ini dia harus menangani operasi pengangkatan kista pada pasien B20, itu tidak mudah, karena jika tidak hati-hati akan berakibat fatal untuk dirinya.

“Ehh, papa udah pulang.”

Mata yang terpejam, membuat Darren masih berada dalam mimpi tentang sebuah keluarga bahagia. Lelah bekerja ada istri dan anak yang siap menghibur menghilangkan rasa lelahnya. Bibirnya tersungging indah.  Seandainya ini nyata betapa bahagianya dia

“Bilang papa...”

Yes boy, call me papa! Pinta Darren penuh harap dalam hati.

Tapi, setelah beberapa detik menunggu dengan penuh harap dan cemas Darren mendengus kesal, dia membuka mata dan menegakan tubuhnya, menatap kecewa pada Baskara yang tidak memanggilnya dengan sebutan papa dan malah memilih kata embu yang diucapkannya.

Embu. Apa itu? Lembu?!

Lain halnya dengan Nania yang senang bukan main ketika apa yang diharapkannya terkabul. Baskara memanggilnya embu. Berkali-kali Nania mengecup pipi Baskara dengan gemas.

“Pak dokter, Babas manggil saya embu, yes...!” hingga tak sadar membuat Nania bertindak sok akrab pada Darren yang setiap harinya selalu ia jutekin.

Darren memutar bolanya sebal. Si cewek paspasan ini sedang kesambet rupanya sok akrab. Pikir Darren “Embu. Embu. Lo kira lembu?!”

“Ehh, embu itu kata lain dari mama, umi, uma, ema, mimi, mamih.”

“Apa hebatnya, terdengar kampungan sekali.”

“Justru itu, yang membuatnya hebat, beda dari yang lain.”

Tunggu dulu. Darren berpikir keras. Jika embu itu adalah kata lain dari mama, kenapa anak gue harus memanggil si cewek paspasan ini dengan sebutan itu?! Darren tidak rela.

“Ngapain juga anak gue harus manggil lo kaya gitu, dia bukan anak lo.”

“Ye...emang bukan, siapa juga yang bilang Baskara anak saya.”

“Terus?”

“Tidak ada terusnya, saya hanya suka saja dipanggil embu sama Baskara.”

Darren tidak mau menambah beban kepalanya. Dia mengibaskan tangan “Terserahlah.” Tanda menyerah pada sikap Nania yang kadang diluar nalar “Buatkan saya indomie, saya lapar.”

What! Gak salah denger, mie lagi?

Iya, semenjak Nania memutuskan kembali lagi menjadi babysitternya Baskar, setiap hari, Darren sering kali minta dibuatkan mie, meski Nania selalu menolak tapi ujung-ujungnya dia membuatkannya juga. Kasihan sih.

Tapi untuk kali ini Nania tidak akan membuat mie buat Darren. Bisa-bisa ususnya Darren berubah jadi mie nanti. Nania bergidik ngeri membayangkan itu.

“Kenapa masih disini. Cepat. Saya lapar.”

Orang kalo lagi lapar menyeramkan ya, melebihi singa yang kelaparan.

🍁🍁🍁



Darren yang sudah kelaparan, membayangkan mie favoritnya sudah terhidang di meja setelah ia selesai mandi harus menelan kekecewaan karena yang tersedia di sana bukan mie melainkan nasi goreng.

“Gak ada mie buat hari ini.” Tutur Nania, yang kembali ke dapur untuk mengambil air hangat buat susunya Baskara “Itu, saya masakin nasi goreng cikur spesial pake telor orak-arik dan ceplok sekaligus, mumpung saya lagi seneng makanya dibuatin. Aslinyamah ogah.”

Ya sudah daripada dia kelaparan mau tidak mau Darren duduk dan memakan nasi goreng buatan Nania. Kalau dari baunya sih menggiurkan. Suapan pertama, kedua, dan selanjutnya, rasanya tidak mengecewakan, sama seperti indomie ala Nania. Enak!

“Tolong bukain pintu.” Darren yang tidak ingin diganggu menikmati makan sorenya, seenaknya menyuruh Nania yang sedang menyeduh susu untuk Baskara ketika bel berbunyi.

Tanpa kata, Nania beranjak dari sana dan membukakan pintu “Cari siapa ya?” Tanya Nania pada wanita cantik di hadapannya, dia lupa kalau penghuni apartement itu hanya Darren dan anaknya.

Wanita itu mematung.

“Mbak, mau cari siapa?”

Belum sempat wanita itu menjawab, Darren sudah terlebih dahulu muncul di antara mereka “Nania siapa...” Gerakannya terhenti ketika melihat wanita itu. Darren mendekat ke arah Nania. Bahkan terlalu dekat menurut Nania, dan itu membuatnya risih.

“Sayang...”

Ehh, jadi ini pacarnya pak dokter toh. Nania mengira panggilan sayang itu ditujukan pada perempuan di hadapannya.

“Ada tamu rupanya.”

Kenapa malah jadi pegangan tangan gini. Nania berusaha menarik tangannya dari genggaman Darren.  Bisa salah paham si mbaknya.

“Darren...” Panggil wanita itu sedikit bergetar, menghentikan aksi tarik menarik antara Darren dan Nania.

“Kamu ganggu quality time kami.”

Kamu? Baru kali ini Nania mendengar Darren memanggil seseorang dengan kata kamu dan bukan lo, seperti kepadanya. Wanita ini pasti spesial. Tebak Nania.

“Aku hanya ingin melihat Baskara.”

“Baskara ada kok mbak...” Sela Nania, sudah akan mempersilahkan wanita itu untuk masuk.

“Anak aku lagi tidur, tidak bisa diganggu!”

“Baskara enggak tidur kok...”

Pernyataan Nania membuat geram Darren sedangkan wanita itu terlihat bingung.

“Ya, barusan tidur sayang.” Darren membelai rambut sebahu Nania “gue yang nidurin.” geram Darren.

Sayang?! Nih si duren kenapa sih pake ngelus-ngelus segala. Otaknya lagi gesrek kali. Bagus dah!

“Lah, bukannya kamu lagi makan ya...”

Hmmm...cewe paspasan ini emang gak bisa diajak kerjasama!

“Barengan...”

“Bisa gitu?!”

“Bisalah.” Jawab Darren asal.

“Gimana caranya?!”

“Nanti gua tunjukin sayang, ayo kita harus menyelesaikan makan sore kita yang tertunda.”

“Aku ga...” Darren segera membekap mulut Nania, kalau tidak, cewek paspasan ini akan semakin merusak dan membongkar kebohongannya.

“Sorry ya, kita gak bisa diganggu.”

“Tunggu Darren.” Sebelum Darren benar-benar menutup pintunya, wanita itu berkata lagi “Aku hanya ingin ketemu anakku.” Ucapnya penuh permohonan.

Anak? Berarti dia mantan istrinya si duren yang di mall waktu itu. Nania baru mengenalinya. Pantas saja si duren bertingkah aneh, awas aja kalau main nyosor, Nania tidak segan-segan untuk memberi pukulan hingga babak belur.

“Anakmu?!” Ucap Darren sengit “Sudah ku katakan sebelumnya, semenjak kakimu memutuskan untuk keluar dari rumah ini semenjak itu pula Baskara sudah tidak punya ibu lagi!”

“Darren, please...jangan seperti ini, walau bagaimanapun aku ibunya, yang melahirkannya.”

“Hanya sebatas itu, tidak lebih. Dan Baskara tidak membutuhkan ibu sepertimu.” Sengit Darren

“Kali ini saja biarkan aku menemui Baskara, sekali saja Darren, sebelum aku pergi.”

Nania yang jadi penonton semenjak tadi, kakinya gatal ingin pergi dari sana, melihat dua orang yang sudah menjadi mantan ini membuat kepalanya pening. Dia serasa nonton telenovela secara live.

“Lo mau kemana?” Ketika Nania bergerak akan pergi, Darren menghentikannya.

“Saya mau lihat Baskara.” Ucap Nania ragu.

“Kalau begitu ayo sama-sama.” Darren mengulurkan telapak tangannya pada Nania.

Nania yang mendapat perlakuan seperti itu hanya bergeming, tidak tahu harus melakukan apa. Takut-takut dia melirik pada mantan istri Darren. Ia terhenyak kala Darren menarik tangannya dan menutup pintu secara keras.

Blum!

Darren masih menggenggam tangannya saat dia menarik Nania ke dalam “Jangan bukakan pintu untuk dia lagi, lo ngerti!” Teriaknya, marah.

Nania tidak menjawab. Percuma mendebat orang yang sedang marah. Tidak ada gunanya.

“Pergi!” Usir Darren.

“Gimana saya mau pergi kalau tangan saya masih digenggam gini.” Nania menunjuk pada genggaman tangan Darren.

Darren yang baru sadar langsung melepaskannya “Pergi sana!”

“Ya, tanpa dimintapun saya akan pergi.” Jengah Nania, meninggalkan Darren dengan menghentak-hentakan kakinya. Kesal.

🍁🍁🍁

TBC

Copyright©NANISTSU12.07.2019

THE DOCTOR & HIS BABY [ 📚 Ebook Tersedia di GooglePlay Book ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang