Hari sabtu dan minggu adalah hari yang bisa Zora manfaatkan untuk bermalas-malasan. Beruntunglah Zora karena hari ini adalah hari sabtu. Zora hanya tinggal bersama dengan eyang putri, Tante Rini dan suami Tante Rini, Om Ardi.
Orangtuanya telah lama bercerai semenjak Zora masih duduk di bangku sekolah dasar. Keduanya telah membangun rumah tangga sendiri-sendiri tanpa memikirkan bagaimana dengan perasaan Zora. Maka dari itu Zora lebih memilih untuk tinggal bersama eyangnya.
Setiap bulan, kedua orangtuanya selalu mengirimkan uang untuknya. Padahal yang di inginkan Zora bukan itu, Zora hanya ingin bertemu orang tuanya bukan uang orangtuanya. Toh uang eyangnya lebih dari cukup untuk menghidupinya. Bahkan uang eyangnya bila lebih banyak dari uang yang diberikan atau malah gaji orang tua Zora.
Eyang putri Zora adalah pensiun PNS sedangkan almarhum eyang kakungnya adalah pensiunan TNI. Yang mana uang mereka masih mengalir pada rekening eyang putri.
Tapi sekarang Zora juga tak masalah jika tak bertemu dengan orangtuanya. Zora sudah terlanjur biasa dengan tanpa kehadiran orangtuanya. Lagian, tante Rini dan Om Ardi telah mengisi posisi kosong itu.Terkadang Zora juga merasa kasihan dengan Tante Rini dan Om Ardi, mereka sudah menikah 10 tahun namun belum juga mendapatkan keturunan.
Zora membuka matanya ketika mendengar suara merdu yang setiap hari menyapanya dengan lembut.
“Iya eyang, sebentar.” kata Zora. Sedari tadi ia hanya memejamkan mata dan kini ia bangkit dari tidurnya. Menyisir rambutnya cepat dan berjalan menghampiri eyang dengan tangan yang sibuk mebcepol rambut.
“Kenapa eyang?” tanya Zora ketika sudah berhadapan dengan eyangnya. Ia menurunkan tangannya yang sudah selesai mengikat rambut.
“Ada teman kamu di depan. Sana kamu temuin dulu, eyang mau buat minum.” tutur eyang.
Dahi Zora mengkerut sambil bergumam, “teman?”
Yang benar saja. Selama ini Zora tak pernah menjalin pertemanan. Kenapa sekarang tiba-tiba ia memdapat tamu dari seorang teman.
Zora menghela nafas, lalu berjalan menuju ruang tamu. Seorang laki-laki duduk tenang dengan tubuh yang bersandar di kursi rotan. Tangan kanannya memegang HP dan tangan kirinya menjadi bantalan kepalanya. Bukankah itu sangat sopan sekali untuk dilakukan ketika bertamu?
Zora berdehem lalu duduk diseberang laki-laki itu. Sedangkan laki-laki itu menegakkan duduknya dan mengantongi ponselnya. Zora menatap laki-laki yang kini tersenyum menatapnya. Laki-laki waktu itu.
“Hai,” sapanya. Sedangkan Zora hanya bergeming. Tak lama eyang datang membawakan dua gelas teh hangat dan biskuit.
“Ayo silahkan diminum dulu,” kata eyang sambil menyodorkan teh ke Razi.
“Terima kasih, bu.” ujar Razi dengan senyum lebarnya.
“Panggil eyang aja! Eyang ke dalam dulu,” eyang memberikan senyum ramahnya pada Razi.
Razi meraih gelas berisi teh tersebut lalu menyeruput sedikit.
“Aku Razi,” tangan kanan Razi terulur meminta berjabat tangan dengan Zora. Masih bergeming, Zora menatap tangan itu. Ia masih terlalu bingung. Perlahan tangan kanan Zora terulur memnalas tangan Razi.
“Zora.” ungkapnya pelan. Razi tersenyum ramah ketika Zora mau bersalaman dengannya.
“Bingung ya kenapa aku tiba-tiba bisa disini?” Razi bertanya dengan senyum yang tak pernah luntur sejak tadi. Sedangkan respon Zora hanyalah diam dan pandangan matanya pun tak lagi menatap Razi melainkan menatap kakinya yang ia goyangkan. Ia sedang memenangkan dirinya dari rasa takut.
“Aku pengen kenal kamu. Pengen temenan sama kamu.” Zora mendongak. Menatap Razi dengan meneliti.
“Boleh aku temenan sama kamu?” tanya Razi. Menatap Zora meminta jawaban. Awalnya Razi pikir dia akan berakhir dengan diusir dari rumah ini. Tapi nyatanya ia malah diperlakukan seperti tamu agung oleh eyangnya Zora.
Zora memejamkan mata sedang tangannya meremas sisi bajunya erat. Haruskah Zora menerima tawaran perteman ini.
Haruskah dia keluar dari zona nyamannya?
"BTW, maaf ya kemarin-kemarin aku ngikutin kamu." ujar Razi.
Mata Zora memicing mendengarnya. Jadi laki-laki didepannya ini tahu alamat rumahnya karena dia membuntuti Sampai rumah.
“Assalamualaikum,” sapaan dari Tante Rini mengagetkan Zora.
“Wa'alikumussalam,” jawab Razi bersamaan dengan gumaman balasan salam dari Zora.
“Wah siapa ini?” tanya tente Rini terarah pada Razi.
“Razi tante.” kata Razi. Ia berdiri dan menyalami Tante Rini dengan sopan. Sama seperti saat ia menyalami eyang tadi.
“Pacarnya Zora ya?” tanya Tante Rini usil. Ia menatap Zora bermaksud menggoda.
“Bukan.” kata Zora cepat.
“Terus siapa dong?” Tante Rini menaik turunkan alisnya.
“Saya teman kampusnya tante.” tutur Razi menjelaskan.
“Oh teman kampusnya,” ulang Tante Rini. “Kalau mau jadi pacarnya enggak apa-apa kok. Tante malah seneng karena ada yang jagain Zora.” tambahnya dibarengi kekehan.
Zora bergumam tidak jelas. Ia merutuki kenapa juga tantenya malah menggodanya seperti ini.
“Yaudah tante masuk dulu ya. Lanjutin aja pacarannya!” serunya sambil tergelak melihat ekspresi kesal keponakannya.
“Aku enggak pacaran.” Kata Zora menekankan setiap katanya.
Razi menegak minumannya hingga habis.“Aku harap kamu mau jadi temenku.” Zora membuang wajahnya kesamping enggan untuk menatap Razi. Jantungnya berdetak kencang karena digoda tantenya tadi. Ia merasa malu.
“Aku pamit dulu. Salamin buat eyang sama mama kamu.” Zora mengerutkan keningnya. Mama?
“Ya.” Jawab Zora. Ia ikut berdiri mengantarkan Razi keluar rumah.
Laki-laki itu memakai helm dan segera pergi dengan motor besarnya.To be continue ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Yourself
Teen FictionAwalnya Razi hanya ingin membuat Zora berubah. Kebiasaan bercanda dan menggoda membuat Zora baper. Biasa tapi menyentuh dan mungkin, romantis. Zora tak bisa mencintai diri sendiri, tapi kenapa ia bisa mencintai orang lain? Lalu bagaimana dengan Raz...