6. Speaking

9 2 0
                                    

Happy reading 💕💕
Semoga menyenangkan

Berjalan-jalan di Malioboro bukanlah hal yang menarik bagi Zora. Membaca sebuah buku atau berkutat dengan laptop sepertinya lebih menarik. Pasalnya sudah terhitung 10 menit sejak Zora sampai di Malioboro, perempuan itu hanya diam dan menatap sekelilingnya dengan pandangan meneliti seolah tengah mencari sesuatu yang mungkin bisa membuatnya tertarik.

Di bangku yang terdapat di sepanjang trotoar jalan Malioboro, Razi dan Zora duduk dalam keheningan. Walaupun sekitar mereka ramai, tapi mereka merasa sepi karena sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Kamu mau beli sesuatu gak?" tanya Razi. Ia menengok pada Zora yang menatap delman.

Niatnya Razi mengajak Zora kesini untuk mengajari Zora berkomunikasi. Tapi bodohnya, kini dia sendiri yang bingung bagaimana mengajari Zora berkomunikasi.

"Anterin beli gantungan kunci yuk," ajak Razi. Ia berdiri dan menarik tangan Zora. Bukannya melepaskan tangannya ketika Zora sudah berdiri, Razi justru menggenggam tangan kiri Zora erat.

Zora menarik tangannya ketika Razi berjalan sambil menggandeng tangannya. Zora, hanya merasa tak nyaman dengan hal yang tengah Razi lakukan terhadap dirinya.

"Tolong lepasin!" tutur Zora karena dirinya tak berhasil membuat Razi melepas tangannya yang menggenggam tangan Zora.

"Nanti kamu bisa ilang kalo enggak aku gandeng." jelas Razi. Ia mengeratkan tangan kanannya yang menggenggam tangan kiri Zora.
Razi mengernyit kala merasakan tangan Zora yang lama kelamaan berkeringat.

"Tangan kamu kok keringetan?" tanya Razi. Ia memperlihatkan tangan Zora yang ia genggam. "Kamu gerah?"

Zora tak berani bersuara, yang ia lakukan hanya mengangguk disertai senyum yang dipaksakan. Padahal sebenarnya, jantung Zora tengah bekerja ekstra. Efek traumanya ternyata masih ada. Mungkin jika Razi melepas tangan Zora dan melihatnya, dia baru akan mengetahui jika kini tangan Zora tengah bergetar.

"Beli disitu aja!" ucap Razi. Ia langsung mendekati pedagang gelang dan gantungan kunci.

"Berapaan pak, gantungan kuncinya?" tanya Razi. Ia melepas genggamannya pada tangan Zora.

"Sepuluh ribu tiga, mas." kata bapak penjual gantungan kunci dan gelang tersebut.

"Sepuluh ribu empat aja lah, pak." ucap Razi memulai negosiasinya.

"Enggak bisa, mas. Ini udah harga pas." balas bapak penjual.

"Yah pak, kita cuma berdua. Kalau dapetnya tiga gak adil dong." Razi sibuk memilih gantungan kunci yang bentuknya lucu-lucu. Tapi tetap saja mulutnya sibuk menawar.

"Belum bisa mas." jawab si bapak penjual. Sedari tadi Zora hanya menjadi penonton. Ia tak tahu harus berbuat apa.

"Kalo yang sepuluh ribu empat, gelangnya mas."

Razi tak menghiraukan ucapan bapak penjual gelang. Mata dan tangannya fokus meneliti satu persatu gelang yang ada dipajangan.

"Sepuluh ribu empat saya langsung beli pak," Razi melirik Zora. Lalu tangannya meraih bahu Zora. "Cari tempat lain aja yuk,"

Bapak penjual menghembuskan nafas pelan, "Ya udah mas, dua gantungan kunci sama dua gelang ya mas." ia menghadang Razi dan Zora yang akan pergi.

Ciri khas pedagang Indonesia, batin Razi sambil tersenyum dalam hati.

"Kamu mau yang mana?" tanya Razi setelah mengangguk pada penjual.

"Terserah kamu aja," jawab Zora karena ia juga bingung haru memiliki apa.

Love YourselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang