7. Bintang

5 2 0
                                    

Happy reading 💕
Jangan bosen sama cerita ini
Jika ada kesalahan mohon beri tahu aku. Insyaallah aku bakal open minded.

Sabtu sore cuaca sangat baik. Sinar matahari yang berwarna jingga terlihat indah. Begitu cantik dan sangat menarik perhatian banyak orang. Banyak orang yang berhenti dari perjalanan hanya untuk mengabadikan momen ini.
Berbeda dengan laki-laki tinggi dengan kulit sawo matang yang kini duduk di kursi rotan menunggu Zora yang tengah bersiap.

Ia ditemani dengan eyang Zora, untuk mengobrol ringan.

"Terima kasih ya nak Razi." ucap eyang Zora.

"Buat apa eyang?"

"Jangan kapok temenan sama Zora ya nak," kata eyang dengan nada sendu. Ada harapan yang terpancar dari mata eyang.

"Enggak kok eyang. Razi bakal tetap sama Zora." kata Razi tulus. Ia menatap eyang semeyakinkan mungkin agar eyang percaya bahwa ucapan Razi benar adanya.

"Dari kecil Zora itu pendiam. Tapi tidak separah sekarang." Eyang menatap depan dengan pandangan kosong.

"Dulu walaupun pendiam, Zora masih mau berteman dengan orang lain. Beda sama sekarang, dia lebih memilih sendirian daripada harus bersama orang lain. Tapi sekarang eyang seneng, karena setelah sekian lama Zora akhirnya mengajak teman untuk berkunjung ke sini." Razi menyimak. Menelaah setiap ucapan eyang, berharap menemukan jawaban dari pertanyaan yang selalu bermunculan dibenaknya.

"Sejak kapan Zora mulai menyendiri eyang?" tanya Razi.

"Eyang juga kurang tahu, eyang sadar ketika Zora SMA. Setahu eyang, masa SMA itu masa-masanya untuk bersenang-senang. Tapi beda dengan Zora, dia setiap pulang sekolah langsung pulang, tak pernah kemana-mana. Dan yang membuat eyang heran tak ada satu temanpun yang datang ke mari.

"Pernah, ketika pengambilan raport, eyang bertanya kepada teman sekelasnya. Jawaban mereka benar-benar membuat eyang merasa sedih. Di sekolahnya, Zora lebih senang menyendiri daripada berbaur.

"Mungkin ini juga pengaruh dari cerainya orang tua mereka." jelas eyang dengan raut wajah sedihnya.

"Orangtua Zora udah cerai?" kaget Razi. Lalu yang selama ini ia anggap orangtua Zora siapa? Eyang terkekeh pelan.

"Pasti kamu mikir Rini itu mamanya Zora ya?" Razi mengangguk mengiyakan pertanyaan eyang.

"Rini itu tantenya Zora, anak bungsunya eyang."

"Maaf eyang Razi enggak tau." kata Razi dengan wajah penuh penyesalannya.

Tak lama Zora datang. Ia berpamitan dengan eyang begitupun Razi yang juga meminta izin untuk mengajak Zora pergi. Padahal dalam hati Razi masih ingin mengetahui Zora lebih dalam.

Bukit Bintang. Tempat yang menjadi tujuan Razi. Sengaja Razi mengajak Zora untuk jalan-jalan, karena sebenarnya dirinyalah yang merasa suntuk di rumah.

Razi memakirkan motornya di salah satu warung yang berjajaran. Barulah Razi menggandeng Zora agar segera masuk, tapi sebelumnya Razi memesan minuman dan beberapa makanan. Dan bergegas memilih tempat yang paling pinggir agar mereka bisa melihat pemandangan kota Yogyakarta dari atas sini.

Mereka duduk lesehan saling berhadapan dengan meja kecil yang menjadi pemisah mereka. Cahaya matahari yang berwarna jingga semakin pekat di ujung barat, pertanda mentari siap memasuki peraduannya.

Dengan coklat panas yang menemani mereka juga roti bakar dan pisang coklat. Mereka duduk sambil menatap mentari yang lama kelamaan menghilang dari pandangan, menyisakan sedikit warna kemerahan di ufuk barat.

Love YourselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang