9. Baper

8 2 0
                                    


HAPPY READING 💕💕💕

Tepat pukul 19:00 WIB di kota Yogyakarta. Zora termenung memikirkan kejadian yang telah ia alami sebelumnya. Ketika ia berkenalan dengan tiga laki-laki yang berstatus teman Razi. Rasa takut itu ada, padahal Zora pikir rasa takutnya sudah hilang. Bersama Razi rasa takutnya telah hilang entah ke mana. Namun kenapa bersama makhluk berjenis kelamin sama seperti Razi ia masih merasa takut.

Menghela nafas pelan, Zora memandang ponselnya yang sudah memperlihatkan roomchat dengan Razi. Ragu antara akan menghubungi Razi atau tidak. Hatinya gelisah mengingat jika ia langsung pergi tanpa berpamitan.

Setelah menimbang-nimbang lama, akhirnya Zora memutuskan untuk tidak menghubungi Razi. Ia sedikit mengotak-atik ponsel untuk keluar dari roomchat dengan Razi dan mematikan ponsel. Tangan kirinya meraih sebuah buku novel. Sebuah buku yang ia dapat dari Tante Rini. Zora membuka buku yang berkisah tentang percintaan remaja itu.

Namun baru membaca awalnya saja, Zora sudah merasa tak konsentrasi. Padahal biasanya ia akan selalu merasa konsen kapan pun ketika ia membaca. Tapi tidak untuk kali ini. Ada perasaan mengganjal di hati dan ia tak tahu apa itu.

Dengan kasar Zora menutup bukunya dan kembali meraih ponselnya.
Kembali ia membuka aplikasi berwarna hijau dan mencari kontak Razi. Ia membuka foto profil Razi dan memandangnya intens.

Lama terdiam mengamati foto Razi yang menurutnya tampan itu, hingga membuat jantungnya berdebar. Akhirnya tangan mungil itu mengetikkan pesan untuk Razi. Entah kenapa juga akhir-akhir ini pikirannya penuh dengan Razi.

R A Z I

Razi
Aku minta maaf ya, sama kamu Dion Ivan dan Rudi
Maaf, tadi aku langsung pergi gitu aja

Zora menggigit kukunya. Ia tak sabar menanti tanda centang dua itu berubah menjadi centang biru. Hatinya ikut berdebar menantikannya. Ada rasa malu menulis kalimat itu. Dia kurang paham bagaimana cara berbasa-basi sebelum mengungkapkan maksud dan tujuan.

Zora mendesah lelah. Diletakkannya ponsel berwarna silver itu dan bersiap menjalankan ibadah isya'.

Setelah menjalankan ibadahnya, Zora mempersiapkan apa yang akan ia bawa ke kampusnya esok. Tanpa sadar ia sudah menghabiskan waktu hampir dua jam untuk membaca buku-buku yang akan ia bawa esok hari.

Zora kembali merebahkan dirinya di kasur. Hatinya bersorak untuk segera membuka ponselnya.

Udah hampir dua jam, Razi udah bales belum ya? batinya. Dengan gesit tangannya meraih ponsel yang berada di dekat bantal. Senyum mengembang di bibirnya karena beranggapan bahwa Razi sudah membalas pesannya. Namun senyumnya luntur ketika tidak mendapati balasan Razi. Pesan yang ia kirim masih menunjukkan centang dua yang artinya pesan tersebut belum dibuka Razi.

Zora kembali menutup aplikasi itu dan meletakkan ponselnya di nakas. Ia mematikan lampu dan bersiap-siap untuk berlayar ke dunia mimpi.

Ia membaringkan tubuhnya dan menarik selimut sebatas dagu. Tak lupa guling kesayangannya, karena Zora tak akan bisa tidur jika tak memeluk sesuatu.

Niat untuk memejamkan mata Zora urungkan karena bunyi ponselnya yang menggangu. Ia memutuskan meraih ponselnya dan mengecek sebab ponselnya berbunyi.

Matanya membulat sempurna ketika menatap segelintir kalimat yang masuk ke ponselnya. Pesan tersebut berasal dari laki-laki yang sedari tadi Zora tunggu.

R A Z I

Oh iya, Ra 😃
Kirain kemarin kamu marah karena aku ketawain 😂😂
Maaf juga ya, udah ngetawain kamu 😬🙏
Kamu lucu sih. Jadi pengen macarin

Zora memegang pipinya. Ia merasa jadi salah tingkah. Dengan menggigit bibir bawahnya, ia meraih ponsel. Rasa gugup dan jantungnya yang berdetak kencang membuatnya tak bisa berpikir. Ia bingung harus menjawab apa pesan Razi.

Iya gak papa kok.

Balasnya. Ia hanya menjawab permintaan maaf Razi dan berusaha mengabaikan pesan terakhir Razi.

Kamu enggak tidur?

Mau

Mau apa? Jadi pacarku?

Zora semakin tak bisa menahan senyum. Hatinya berbunga-bunga dengan banyak kupu-kupu yang menggelitik di perutnya.

Bukan. Mau tidur

Oh kirain mau jadi pacarku.

Enggak

Yaudah tidur gih! Aku juga mau tidur, gak sabar pengen mimpiin kamu 😆😆

Zora tak lagi membalas pesan Razi. Untuk kali ini ia benar-benar merasa malu sekali. Ia rasa ini pertama kalinya ada yang menggombalinya. Dan juga ini pertama kalinya merasakan sesuatu yang berdesir di dadanya. Bukannya tak suka, Zora justru merasa bahagia.

Perempuan itu menggigit ujung selimut yang ia gunakan untuk menghangatkan tubuh. Sedari tadi senyum salah tingkahnya tak bisa terelakkan.

Zora memiringkan tubuhnya ke kanan, ia memejamkan matanya dan mencoba mengalihkan pikirannya yang hanya terfokus pada Razi. Gagal, Zora membalikkan tubuhnya ke kiri dan melakukan hal yang sama seperti sebelumnya. Lagi-lagi gagal.

Karena kesal matanya tak juga tertutup, Zora menyibak selimutnya sebatas pinggang dengan kasar.

“Ih, aku kenapa sih?” pekiknya tertahan karena ia tak mau membangunkan eyang, Tante Rini dan Om Ardi. Zora masih waras untuk tidak melakukan itu.

“Apa kayak gini yang orang-orang bilang baper?” tanya Zora pada dirinya sendiri. Tangan kanannya menyentuh dada untuk merasakan jantungnya yang bekerja cepat meskipun tak secepat tadi.

“Bawa perasaan. Ternyata efeknya bikin senyum-senyum sendiri.” Kata Zora. Kali ini tangannya menangkup kedua pipinya. Masih dengan senyum lebar yang terus menghiasi wajah ayunya.

Zora tak tahu saja jika ia baper, ia harus menerima konsekuensinya. Entah buruk atau baik.






To be continued ...

THANK YOU FOR READ
Regards,

ROZ

Love YourselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang