ASMARALOKA (1)

406 12 0
                                    

Manado 2018, aku keluarga ku pindah ke kota yang orang-orangnya ramah tersebut, sebenarnya kami sudah betah untuk menetap di Jakarta, namun ayah yang tugasnya di Manado membuat kami harus ikut berbondong-bondong ke sana. Sekaligus aku yang kebetulan tahun ini akan masuk di sekolah menengah atas pun harus mencari sekolah di daerah ini.

Ayah sengaja membeli rumah di sini, membiarkan rumah yang di Jakarta, di sini aku dan keluargaku tinggal di daerah Jalan Sam Ratulangi, Manado. Sebenarnya aku sempat sedih juga marah, karena harus meninggalkan segala aktivitas aku yang sudah banyak membuahkan hasil.

Inilah aku seorang wanita remaja yang dengan gampang nya marah. Aku punya karakter yang mungkin tidak dimiliki oleh orang lain. Benar-benar inilah Frensia Angelin sesungguhnya.

"Permisi... permisi..."

"Iya ada apa ya?" Tanya bi Irma.

Oh iya inilah bi Irma, seorang perempuan yang sudah cukup tua yang menjadi asisten rumah tanggaku. Dia baik, dari aku bayi dia sudah berada dan selalu standby di rumahku.

"Engak bi, Frensia nya ada? Aku tetangga baru, rumah aku ada di seberang sana" Ucapnya sambil menunjuk kearah rumahnya.

"Oh, bentar ya, bibi panggilkan dahulu"

"Iya" Jawab dia.

Bibi membukakan pintu menemui sosok yang misterius, entah asalnya dari mana, ternyata dia tetangga seberang. tetapi yang membuat aku terkejut, katanya dia mencari aku. untuk apa ya? Bahkan sebelumnya aku belum mengenalnya.

Aku keluar menghampiri dia yang sedang memainkan pot bunga di atas meja santai yang berada di halaman rumahku.

"Hai" Safa aku.

"Kamu Frensia kan ya? Anak dari SMA 19 Manado?" Tanya nya.

"Iya, mengapa?"

"Enggak apa-apa, cuma mau kenalan. Perkenalkan nama aku Gio Alfaro, panggil aja Gio" Ucapnya sambil mengulurkan tangan tanda perkenalan.

"Frensia Angelin" Membalas juluran tanggan dia.

"Sudah tahu" Lanjutnya. 

Kami berdua pun saling ngobrol bersama, selayaknya pertama kali masuk sekolah yang memperkenalkan diri di muka kelas, saking serunya ngobrol tertawa pun tidak bisa di control.

"Rumahku di seberang tu. kalau kamu kesepian, datang aja. Aku siap jadi hiburan" ucapnya sambil menunjuk kearah rumah yang ada di seberang rumahku

"Ehh, iya"

Sejak saat itu, aku tahu nama nya, aku tahu rumah nya, pun aku tahu di mana dia sekolah. sampai-sampai kami sudah akrab dekat, entah apa maksudnya aku pun tak tahu. Aku berusaha menjaga diri dari orang yang baru aku kenal, aku pernah di tindas dengan cara nya yang kasar, hingga aku pernah masuk BP cuma sekadar itu.

Saat di jalan menuju ke sekolah aku selalu naik angkutan umum. Tidak sendiri kok, dijalan pasti aku bertemu dengan teman sekelas aku.

Namanya Fina, kami selalu berangkat bersama naik angkot, namun kali ini sepertinya dia tidak ada, mungkin tidak masuk sekolah kali. Akhirnya aku berjalan sendiri saja, dari belakang aku merasa ada yang mengikutiku.

Ternyata benar, Gio datang menghampiri aku menggunakan motornya. Aku diajak bersama, namun aku menolak dengan alasan bahwa aku ada janji dengan temanku. Dan dia percaya, bagus lah.

di hari libur ini aku memutuskan untuk istirahat di rumah, menjadi anak IPA membuatku lelah karena tugas yang setiap hari hadir tanpa absen. Aku selalu berharap semoga tugas-tugas itu tidak ada lagi. Aku berusaha sakit atau izin supaya tidak hadir, namun sampai sekarang belum juga terkabulkan.

Aku yang sedang duduk malas di sofa sambil nonton televisi, menerima amplop dari tukang pos yang dititipkan bibi yang sedang menyiram tanaman di halaman rumah, katanya buat Frensia. 

Aku buka surat itu, tadinya aku santai-santai aja membukanya namun setelah aku membaca, aku terkejut mendapatkan surat yang berisi.

"Aku suka kamu Frensia, kamu cantik, namun aku belum mau pacaran, nanti aja setelah lulus SMA". - Gio Alfaro.

Telepon genggam aku berbunyi, di layar telepon aku tidak tertera nama penelpon. Namun tetap kuangkat, tetapi ku awali dengan diam.

"Halo Frensia, aku Gio. Sudah terima amplop nya belum?" Kata dia.

"Sudah, itu darimu?" Tanya aku.

"Iya, bagaimana?".

"bagaimana apanya?".

"Senang tidak?.

"Enggak, biasa aja" Jawabku sambil tertawa.

"Aku serius itu".

"Owh. Sudah dahulu ya Gio, mau mandi".

"Tidak mandi juga sudah cantik" Terdengar dia tertawa.

"Ya sudah" Lanjutnya.

Aku segera menutup telepon dari Gio, aku berpikir lagi mengapa dia mau nulis surat itu padahal baru juga kenal? Apa jangan-jangan dia... Ahh sudah lah lupakan saja tentang itu.

Bulan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang