PENDAR (6)

71 6 0
                                    

Pada tahun ajaran baru ini aku menepati bangku kelas sebelas IPA 2, masih sama dengan tahun-tahun sebelumnya, bosan dengan pelajaran, lelah dengan soal-soal ujian, sekarang aku jauh lebih sibuk oleh ekstrakurikuler pramuka di sekolahku.

Aku mencalonkan diri sebagai ketua Dewan Ambalan Penegak, aku tahu menjadi pemimpin itu berat namun dengan adanya kegigihan tekad untuk berusaha, aku pasti bisa menjalankannya.

untuk menjadi ketua di ekstra itu memerlukan proses yang cukup panjang, dari pendaftaran, seleksi, membuat Visi-Misi bersosialisasi, sampai berduel dalam kompetisi. Aku gagal dalam tahap terakhir, walau hanya selisi satu poin, tetap akan diperhitungkan.

tetapi aku bersyukur bisa menepati kedudukan sebagai wakil ketua Dewan Ambalan Penegak. Awalnya aku sedih kecewa namun kurasa semua itu tidak ada guna.

Kesibukan ku terus menyita waktuku untuk bertemu dengan Gio, dalam beberapa Minggu ini aku jarang bertemu atau bermain dengan dia, cukup dalam pesan singkat kami saling bertukar pendapat, itu juga sebentar. Bahkan beberapa hari ini dia tidak mengirim aku pesan, positif aja mungkin dia sedang sibuk.

karena kelas 12 sudah tidak diperbolehkan mengikuti ekstrakurikuler, maka semua tim inti sedang sibuk dengan pertemuan-pertemuan yang membahas tentang bagaimana menarik minat siswa baru untuk mengikuti ekstra Pramuka ini.

Alhasil, sebuah acara pameran yang akan di selenggarakan pada hari Sabtu, sepulang sekolah yang akan menyajikan mini show untuk mengajak siswa baru untuk bergabung bersama kami.

Saga sebagai ketua, aku sebagai wakilnya akan memaksimalkan tanggung jawab kami yang begitu besar. dari mempersiapkan barang-barang, mendata siswa baru, membuat skripsi persentase, membuat undangan dan masih banyak lainnya.

Sekolah aku memang terkenal akan ekstrakurikuler nya, walaupun hanya ada tujuh ekstra tetapi masing-masing tim akan berebut supaya mendapatkan anggota baru. Hari Sabtu yang akan datang, tersedia enam pilihan ekstra, yaitu Pramuka, Palang merah remaja, Sinematografi, Basket, Osis. Mini show ini selalu diadakan dalam satu tahun sekali.

Kebetulan mini show tahun ini aku Saga terpilih sebagai pembawa acara. Walau sebenarnya aku senang mendapat tugas yang membuatku bisa bertanggung jawab.

karena aku Saga mendapat tambahan tugas, Saga meminta supaya Dita sebagai sekretaris kami, supaya membuat tugas ku dengan nya menjadi lebih ringan.

Meskipun acaranya tidak besar, namun semua guru, staf aku, sampai kepala sekolah akan menyaksikan nya, maka dari itu aku Saga setiap hari menyempatkan sedikit waktu untuk latihan.

Sore itu aku sedang duduk di teras rumahku sambil membaca novel, tiba-tiba Saga menghampiri aku, entah  dari mana dia tau rumah aku.

"Hallo.." Ucapnya yang kemudian masuk ke halaman rumah aku.

"Hallo Saga, ada apa?" Tanyaku bingung, aku tidak ada menyuruhnya ke sini, atau mungkin dia tersesat.

"Tidak apa-apa, aku hanya ingin latihan".

"Tadikan sudah?"

"Iya tidak apa-apa, biar tambah bagus lagi".

"Oh iya deh".

Saga duduk di samping meja yang terapit oleh kursi aku dan kursi nya, kemudian ibu pulang lalu lalu mengadakan interogasi kecil-kecil kepada Saga, dia masuk keluar lagi membawakan minum tempat berisi kue yang dibuat ibuku semalam.

"Aduhh tante repot-repotin aja" Ucap Saga.

"Tidak apa-apa, santai aja, anggap rumah sendiri".

Kami langsung makan minum, kemudian latihan sebentar lalu dia pulang. Saat dia keluar dari pintu rumah, terlihat Gio yang terhenti di depan rumah. Dia melirik kearah aku, lalu memalingkan muka masuk kerumah nya.

"Ya sudah, aku pulang dulu ya".

"Ehhh iya" Jawabku sedikit gugup karna melihat Gio.

Jari-jari aku menyuruh aku untuk mengetik pesan singkat yang akan kukirimkan kepada Gio.

"Gio, aku rindu, sini kerumah. Sudah lama juga tidak keruma" Mengirim pesan untuk Gio.

Lima belas menit kemudian berlalu dengan sangat lama. Aku tunggu balasan dari dia

"Iya, maaf aku kelelahan baru pulang" Gio membalas pesan dari aku.

Ada apa dengan nya? Seolah-olah dia adalah musuh yang akan menyerang aku. Pesan itu tidak aku balas, karena aku malas untuk membalasnya.

Keesokan harinya, seperti biasa aku naik angkutan umum bersama Ririn untuk menuju ke sekolahan, lalu berjalan menuju gerbang melewati lorong kelas yang di tempel sebuah mading besar yang fenomenal untuk mendapat kabar atau mendapat puisi-puisi dari siswa di sekolah aku.

"Puisi siapa itu Frensia?" Tanya Ririn yang melihat aku tiba-tiba berhenti di depan mading bertempel puisi yang di tulis.

"Enggak tahu, tidak ada namanya" Ucap aku sedikit berbohong. 

Walaupun di sana tidak tertera nama pengarangnya, namun aku tahu betul itu adalah tulisan Gio, itu adalah karangan dia.

"Aku adalah rumah yang dekat dengan rumahnya. Datang ketika lupa, hilang ketika ingat. Aku bukan terminal, jangan harapkan aku bisa kau permainkan" Tulisan yang tertera di mading.

Puisi nya singkat namun menusuk. Kurasa ini adalah puisi untuk ku, ketika aku lewat di depan kelas Gio, dia melihat aku, dia tak sedikitpun ada niat untuk senyum atau menyapa aku, aku pun sama.

Dengan buku dan pena yang aku genggam aku pun menulis puisi di bagian halaman belakang, tiga kalimat yang ku ingin sampaikan ke Gio.

"Maaf kan aku yang selalu membuat kamu tak hidup, maafkan aku yang selalu membuat kamu benar, aku hanya ingin kau mengerti kesibukan bersamanya".

Sepulang sekolah aku langsung menuju ruang kelas yang kami gunakan untuk rapat, di sana aku tidak melihat Saga, namun tidak lama kemudian dia datang dengan sedikit berlari supaya tidak telat, walau sebenarnya dia sudah telat tiga menit.

Wajar saja dia terlambat, dia kan ketua kelas di kelasnya. Aku melanjutkan rapat dengannya membahas persoalan-persoalan yang akan kami keluarkan nanti. Aku mulai menjelaskan bersama Saga di bantu oleh Delia yang akan menjadi wakil penanggung jawab di pramuka.

"Sekian pertemuan pada hari ini, apabila saya atau yang lain ada salah kata mohon maaf jangan sungkan untuk memberi pendapat. Rapat berikutnya di adakan pada hari jum'at pada jam istirahat untuk gladi bersih" Ucap Saga mengakhiri rapat hari ini, aku suka mendengar cara bicara nya Saga.

Aku berdiri di depan gerbang sekolah untuk menunggu angkutan kota yang siap untuk mengantarkan pulang, di temani langit yang muram seperti perasaan aku sekarang.

"Frensia nunggu siapa?" Tanya Saga yang baru datang entah dari mana.

"Angkot"

"Jalan kaki aja. Sore nih, takut tidak ada angkot langit juga sudah agak mendung"

"Iya" dalam hati aku berpikir "Bukannya dia bawa motor ya tadi?"

"Motor aku tadi kempes ban nya, jadi aku taruh di bengkel"

entah dari mana dia tahu bahwa aku sedang menyimpan pertanyaan yang membutuhkan jawaban itu, setahu aku dia tidak punya indra ke-6

"Owh iya"

"Jadi gak bisa bonceng kamu deh" Ceplos nya.

Aku tidak menjawab, aku hanya tertawa sebentar. Sampai di pertigaan, aku belok kanan untuk menuju arah rumahku, sedangkan Saga belok ke kiri.

"Frensia, hati-hati ya. mau kuantar?".

"Iya, tidak usah Saga".

"Ya sudah, hati-hati ya".

Di jalan itu kami berpisah, yang ku maksud berpisah adalah berpisah arah, bukan berpisah hubungan seperti aku dengan Gio. Mungkin kata-katanya tadi, dia memberi simbol bahwa aku bukan lagi temannya, aku bukan lagi teman hidupnya.

Aku yakin berpisah aku dengan Saga tidak akan sama seperti berpisah aku dengan Gio. Sejak rapat tadi aku merasakan ada yang berbeda mengenai cara Padang aku kepada Saga rasanya aku senang berada di dekatnya.

Frekuensi detak jantung dalam sekejap meningkat drastis, tanganku cepat berkeringat walau sudah aku usap berkali-kali. Aku juga merasa ada yang beda cara pandang Saga kepadaku.

atau mungkin aku suka kepadanya? dia juga suka kepadaku? Entahlah tentang hal itu, aku tidak tahu, yang aku tahu, mulai dari sinilah kisah aku dengan Saga dimulai.

"Aku senang bisa mengenal kamu. Jika kau juga begitu, jangan pernahberfikir untuk meninggalkan aku". - Catatan Filosofi.

Bulan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang