ASA (2)

144 7 0
                                    

Aku merasa mulai menemukan kebahagiaan di kota baru ini, berjumpa kawan yang baru juga baik, berjumpa guru yang ramah pula, juga berjumpa dengan tetangga konyol yang selalu membuatku terkejut atas apa yang dia katakan kepadaku. 

Cukup unik aku menilainya, Mengamati sikap nya yang unik, aku makin tertarik untuk berteman dengannya. Aku, Gio sama-sama menempati bangku SMA kelas 10. Tetapi kami berbeda kelas, aku di IPA 2 sedangkan dia di IPS 4. 

Sepulang sekolah aku berjalan menyusuri jalan yang biasa ku lewati sendiri, Gio menghampiri aku menawarkan tumpangan untuk pulang, aku menolaknya lagi. Dengan alasan yang berbeda, yaitu aku akan pergi dengan Ririn ke toko buku. Ririn adalah teman sekelas aku, dia baik dan tau selalu tentang aku.

Sebenarnya aku tidak ada janji dengan siapa pun, tidak ada acara ke toko buku atau ke tukang bakso. Tujuan ku hanya pulang ke rumah, tanpa Gio atau pun yang lain, aku ingin sendiri. 

Mendapat kabar bahwa Gio adalah anak nakal yang masuk dalam geng yang desas desus nya paling kejam di sentero sekolahan, aku jadi ragu untuk dekat dengan nya.

Kecewa sekaligus lelah, lelah memikirkan apakah aku harus berteman dengan nya atau tidak. Aku lelah sekali hari itu, pikiran ku dipenuhi dengannya, aku jadi tidak bersemangat melakukan apa-apa. Aku hanya berdiam diri di kamar.

karena aku anak baru di sekolah itu atau pun di kota itu, jadi aku belum tahu sepenuhnya siapa Gio. Setelah aku cari tahu lebih lanjut, ternyata dia anak geng. Geng roublemaker adalah geng terkenal di sekolah dan jalanan Sam Ratulangi, terkenal karna nakal, ganas, menakutkan. Jujur aku takut bertemu dengan nya, takut di tindas sama seperti aku SMP dahulu.

Dia sering mengirim ku pesan singkat, namun jarang ku balas. Dia sering menelpon di handphone ku, namun jarang kuangkat. Beberapa hari terakhir ini aku seperti debu yang di embus oleh angin, pergi jauh entah ke mana, hilang. Dia terus nekat untuk menemui ku hingga mencari ke kelas datang menemui aku.

"Kamu ke mana aja?" Tanya nya.

"Ada!" Jawabku acuh.

"Kamu marah? Salah aku apa?".

"Sudah bel masuk, aku mau belajar. Ada ulangan sebentar" Saat itu, keadaan berpihak kepadaku. Bel tanda masuk berbunyi hingga aku dapat mengalihkan pembicaraan ku dengan nya.

"Nanti siang pulangnya sama aku" Ucapnya sebelum dia pergi.

"Tidak usah, aku mau belajar kelompok ke...." ucap ku sedikit berteriak karena dia sudah pergi begitu aja tanpa permisi, Ahhhhh.

Bel pulang berbunyi, aku heran mengapa Gio ada di depan kelas ku? sedangkan aku lihat di kelas nya kegiatan belajar mengajar belum berakhir. Pasti dia bolos Gumamku dalam hati.

"Ayuk" Ajak nya.

"Kan aku sudah bilang, aku mau belajar kelompok!" Ucap ku kesal.

"Nanti aja belajar nya, lagian aku pantau dari tadi tidak ada tugas yang harus di selesaikan secara berkelompok. Sudah ayuk pulang, sudah mau hujan" Ucapnya sambil menarik tanganku.

Aku tidak bisa berkata lagi, aku kesal. Di perjalanan, aku hanya diam hingga akhirnya Gio yang memulai pembicaraan.

"Kamu kenapa sih Frensia belakang ini beda?"

"Beda bagaimana?" Tanyaku datar.

"Menjauh dari aku".

"Kan aku sudah bilang aku itu lagi sibuk" Ucap ku sedikit membentak.

Membuatnya terdiam, bagus lah kalau dia diam. Ketika sampai dirumah aku mendapati seorang wanita paruh baya sedang mengobrol dengan ibu di halaman rumahku, siapa dia?.

"Bunda! Bunda kok di sini?" Tanya Gio kepada wanita paruh baya tersebut. 

Apa? Bunda, Jadi ini ibunya Gio kenapa dia disini? dan kenapa dia juga kenal ibu aku?

"Ehhh kalian" Jawab ibunya Gio.

"Frensia, kenalin ini bundanya Gio" Sambung ibuku.

"Ohh, Frensia bu" Aku berkenalan sama ibu nya Gio.

"Cantik, kaya ibunya" Ucap bundanya Gio, ibu aku pun tertawa.

"Orang cantik jangan diapelin" Saut Gio tertawa.

"Ya sudah aku ke dalam dahulu ya bu" Aku tak menghiraukan kalimat Gio, aku masuk dan berganti baju, makan, lalu istirahat.

Makin hari makin dekat, bukan aku dengan Gio, tetapi ibu aku dan bundanya Gio. Setahu aku mereka selalu pergi bersama ketika ibu sedang tidak mengajar di kampusnya. Bahkan aku di lupakan, huuuh menyebalkan.

makin hari makin jauh pula hubungan aku dengan Gio, namun dengan santai nya dia selalu mempunyai cara untuk bisa dekat denganku. Contohnya dia sering main kerumah, awalnya sih aku berpura-pura tidur supaya tidak bertemu dengan nya.

Namun, pernah sampai malam dia terus dirumah aku. Mengobrol dengan ibu, entah topik apa yang dia berikan pada ibuku hingga mereka betah untuk membicarakan nya. Mana bisa aku seharian tidur, mau tidak mau aku pun keluar dari kamar, untuk mandi, makan, dll.

"Dari tadi ditungguin Gio loh, kamu nya malah tidur" Ucap ibu yang mengetahui jika aku sudah keluar dari kamar.

"Maaf bu, aku lagi tidak enak badan ini".

"Oh, kalau begitu besok aja deh tante aku ke sini lagi, tadi nya sih aku mau tanya tugas sekolahku, aku pulang dahulu tante, daah Frensia" ucapnya sambil melambaikan tangan kepadaku.

Tahu begitu aku bilang kaya begitu dari tadi, maaf aku sudah banyak berbohong. Aku begini bukan karena aku benci sama kamu atau bukan berarti aku tidak mau berteman sama kamu. Tetapi aku trauma dengan masa lalu, kamu harusnya paham walaupun aku belum pernah bercerita apa-apa tentang masa lalu aku.

Sudah berjalan satu bulan hubungan aku dengan Gio membaik, dia lebih sering menghabiskan waktunya dirumah aku. Jangan heran, dia mungkin lebih senang kepada Cimol kucing aku yang chubby.

"Pus,,, pus sini-sini aku pangku" Ucap Gio.

"Meowww" Jawab kucing aku.

Heran nya lagi ketika aku sedang marah atau sedang jengkel kepada nya, dia tidak kunjung menjauh atau pergi dari rumahku. Namun yang dilakukan nya adalah menjadikan kucing aku sebagai tempat curhat nya.

"Cimol, aku boleh bilang tidak kalau Frensia itu cantik ya. Dia itu baik, tetapi sayangnya dia galak. Padahal kamu lucu, eh sama deh" Ucapnya sambil melirik kepadaku yang duduk sendiri di sofa.

"Oh iya cimol, kamu suka cokelat? kalau suka aku beli kan di toko, bentar kamu bagi dua deh. Ya sudah kalau begitu aku belikan dahulu ya cokelat nya" Aku sedikit tertawa, lalu kusembunyikan lagi tawa ku itu supaya Gio tahu bahwa aku sedang marah.

"Aku beli cokelat buat Cimol dahulu ya Frensia" Pamitnya. 

Aku tidak menjawab, sebenarnya aku tahu rencananya. Sejak dia menerima telepon dari teman nya tadi, pasti ada yang tidak beres, aku curiga kalau dia mau berantem. Makanya aku ngambek pas dia izin mau ke temannya.

"Daaaah Frensia." Ucapnya Gio.

Keesokan harinya Gio menawari tumpangan untuk pergi ke sekolah. Namun, aku tak acuh menanggapinya, karena masih kesal dengan nya.

"Frensia masih marah ya?" Tanya nya.

"Tidak" Menanggapi dengan perasaan kesal

"kalau begitu ayo ikut aku".

"Tidak mau, aku mau jalan kaki saja, biar sehat."

"Emang kamu sakit apa?"

"Tidak".

"Ya udah ayuuk".

"Tidak mau!" Menanggapi dia dengan nada keras

"Ya sudah kalau tidak mau, ini aku titip cokelat buat kamu, dimakan ya. Jangan lupa Cimol nya dikasih, ntar dia marah kalau  tidak di kasih hehe" Ucap Gio yang kemudian meninggalkan aku yang berjalan sendiri.

Saat ketua kelas datang untuk menyampaikan pengumuman, semua murid kelas 11 IPA 2 langsung duduk di bangku masing-masing untuk menantikan pengumuman yang dibawa oleh Ridwan, ketua kelas.

Ternyata seputar olimpiade ekstrakurikuler pramuka remaja yang kebetulan aku ikut dalam ekstra tersebut. Aku mendengarkan seluruh pengumuman yang disampaikan oleh Alvin, satu per satu ku cerna hingga aku dapat memahami isi pengumuman tersebut. Meski tak semua nya mendengar pengumuman itu sampai selesai.

karena mereka yang juga ikut dalam ekstra tersebut, dari kelas aku hanya 7 orang. Aku tertarik mencoba mendaftarkan diri ke panitia saat jam istirahat disampaikan nya bahwa olimpiade itu akan dilaksanakan bulan depan.

Dalam ekstrakurikuler Pramuka remaja ini memang membutuhkan kemampuan untuk menghafal menjelaskan berbagai macam bidangnya. Mulai dari sejarah pramuka sampai Tali temali masih banyak lain lain nya, sedangkan semua itu hanya diberi waktu latihan selama satu bulan. Rasanya aku merasa bukan Frensia angelin yang menyukai tantangan, karena sebaliknya, aku merasa ingin mundur ketika mendata seluruh kegiatan yang akan di perlombakan nanti.

"Semangat dong" Ucap Gio menghampiri aku yang sedang stres

"Apaan sih".

"Duluan ya".

"Aneh" Gumamku.

Sore itu aku diajak Gio untuk menghadiri acara syukuran geng nya, karena sudah resmi terbentuk selama 3 tahun. Aku menolak. Kali ini aku tidak sedang mencari-cari alasan untuk menghindari darinya, kali ini aku benar-benar sibuk.

Akhir-akhir ini aku memang terlihat murung, jarang makan ke kantin, jarang main sama teman-teman, bahkan jarang bicara. Walau sebenarnya aku memang tidak banyak berbicara ketika ada yang mengajak aku ngobrol, aku tidak respons, ketika ada yang mendekati aku, aku menjauh.

Hingga akhirnya Gio berhasil menarik mood ku untuk bercerita mengungkapkan segala hal yang mengisi pikiran aku menyumbat otak aku, awalnya dia cuma bilang,

"Owh".

Namun hari-hari berikutnya dia mencoba mengajari ku tentang berbagai materi Pramuka remaja yang nantinya ku gunakan saat olimpiade. Sebetulnya aku heran, tahu dari mana dia, setahu aku dia tidak pernah ikut ekstra apa pun di sekolah, karena aku tahu sekali bahwa orang macam dia pasti berpikiran bahwa mengikuti ekstrakurikuler hanya akan membuang-buang waktu saja.

"Terima kasih Gio".

"Sama-sama" Dia tersenyum puas menyaksikan ku benar-benar untuk menghadapi lomba besok.

Bulan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang