MERAKI (4)

66 6 0
                                    

Udara dingin di kota embun itu membuatku enggan beralih dari tempat tidur aku, terbaring lemah terbalut selimut tebal yang menutupi tubuhku saat itu. Aku sedang tidak ingin ke mana-mana saja.

Aku ingin diam memikirkan keberadaan sosok Gio alfaro yang tiba-tiba menghilang bagai ditelan alam sadar, taku tidak ingin kekasihku tahu bahwa aku sedang memikirkan laki-laki lain walau sebenarnya dia hanya teman aku. Aku tidak ingin menyakiti hati Edgar, sudahlah lebih baik aku tidur lagi.

Hari libur seperti biasa ini memang sangat aku nantikan, bangun lebih siang, tidak sarapan rumus-rumus atau sejarah-sejarah pertempuran, beginilah rasanya menikmati hari kebahagiaan. Lebih-lebih lagi ketika ditemani kucing kesayangan.

Pukul 07:30 aku baru benar-benar bisa lepas dari balutan selimut ku, melipat selimut lalu bergegas menuju kamar mandi untuk mandi. Sebenarnya saat itu aku diajak jalan-jalan oleh Edgar, tetapi ku tolak, dengan alasan bahwa aku harus mengerjakan tugas sekolah.

Walaupun tidak sepenuhnya berbohong karena aku memang ada sedikit tugas, namun sesungguhnya aku sedang tidak mood untuk pergi jalan-jalan dengan siapa pun, aku memilih mengambil buku catatan aku dan mulai menulis.

"Aku tahu kita hanya sebatas teman, namun aku juga tahu bahwa teman tidak akan punya hak untuk melarang perasaan. Aku paham itu, Maafkan" - Catatan Filosofi.

Hanya kalimat itu yang mampu kutulis, tidak panjang, namun tidak terlalu pendek juga. Cepat-cepat aku mengucap air yang mencoba ingin keluar dari mataku, aku tidak tahan dengan kebosanan ini.

Aku mencoba memberanikan diri untuk datang kerumah Gio, siapa tahu sikapnya akan kembali hangat seperti dahulu agar bisa menghangatkan perasaan aku yang sedang membeku ini.

"Permisi" Mengetuk pintu rumah

"Iya, ada apa?" Jawab seorang wanita yang sudah terlihat tua itu, pasti dia asisten rumah tangga dirumah Gio

"Gio ada?" Tanya ku.

"Sebentar ya, duduk dahulu aja" Ucap wanita mempersilahkan ku duduk.

"Iya bu, makasih"

"Gio nya lagi tidur de" Ucap bibi yang baru keluar dari rumah.

"Oooh ya sudah bu, terima kasih" Ucap aku kecewa.

"Iya de Frensia" Jawab wanita tadi, aku tahu betul Gio pasti dia sedang berbohong.

Tidak mungkin jam begini dia tidur, pasti dia mencari alasan dariku. Ahhh, rasanya aku sedih, jadi seperti ini rasanya menghindar dari seseorang yang sedang membutuhkan.

Apakah Gio juga sedih waktu dia mencari aku namun aku pura-pura tertidur. Biarlah, aku tidak mau memikirkan nya lagi, biar waktu yang menjawab, aku lelah.

Hari-hari aku kulakukan tanpa Gio, aku yang tetap bersama Edgar, tanpa sedikitpun ingin memikirkan Gio. Aku memilih menjauh darinya, karena mungkin itulah cara terbaik yang harus ku lakukan.

untuk apa aku harus memaksanya jadi temanku, sedangkan dia lebih memilih menjauh ketika aku bahagia. Ibuku yang sudah pasti curiga terhadap hubungan ku dengan Gio memilih diam dengan segala pertanyaan di benak nya.

Aku tidak keberatan jika ibu tahu permasalahan ku, hingga akhirnya aku memilih untuk menceritakan semua kronologis kejadiannya, ibuku hanya diam tertawa.

"Aduuh jadi ke ingat masa muda dahulu" Ucap ibu setelah aku selesai bercerita.

Di akhir pekan ini aku menghabiskan waktu ku dengan Edgar di sebuah kedai coffee. Kami sering datang ke sini, mengobrol, menceritakan hal-hal konyol yang membuatku kenyang. Menikmati segelas coffee kesukaanku, merasakan angin senja menghirup udara segar bersama Edgar.

"Sudah mau malam, pulang yuk" Ucap Edgar

"Iya" Jawabku singkat sambil tersenyum.

Edgar mengantar aku pulang dengan mobil milik ayahnya, Mobilnya cantik. Ketika sampai di depan rumahku, aku langsung turun dari mobil masuk ke rumah aku, Edgar langsung pergi entah mau ke mana.

Aku mendapati Gio yang berada di rumahnya, sedang duduk santai namun matanya tajam memandang aku dengan tatapan pahit yang sama sekali tidak kuinginkan. Aku berlalu pergi, masuk kedalam rumah.

"Permisi..." Jelas itu adalah suara Gio.

Aku sedikit berlari untuk menghampirinya membukakan pintu untuknya, dia sudah bisa masuk gerbang rumahku tanpa izin. Dia hanya menunggu di depan pintu rumah untuk mendapat izin masuk.

"Iya? Ada apa Gio?" Tanya ku.

"Aku cari ibumu".

"Ooh, mau ngapain? Eh sebentar aku panggilkan".

"Iya".

Ternyata Gio hanya ada perlu dengan ibuku entah keperluan apa aku tak tahu yang jelas dia tidak mencari aku, bahkan dia tidak merespons hangat tanggapan aku. Aku benci pada sifat dingin Gio yang seperti itu.

Aku memanggil ibu yang sedang masak bersama bibi di dapur, ibu segera keluar untuk menemui Gio aku masuk ke kamar membuka buku catatan lalu menulis

"Aku benci kepada sikap dingin seperti itu". - Catatan Filosofi.

di sekolah aku jarang bertemu dengan Edgar, dia juga jarang mengajak ku makan di kantin atau menghampiri aku di kelas. Kurasa dia sedang sibuk dengan tugasnya, aku lebih banyak sendiri.

Sore ini aku memilih pergi ke kedai coffee sendiri, memesan coffee menikmati sendiri. Duduk di sebuah kursi yang menghadap ke taman membuatku mengembalikan mood yang sempat hancur itu.

Menyaksikan langit yang mengajarkan bahwa keindahan tidak hanya kita temukan di awal, namun keindahan bisa kita temukan di ujung pencarian. Aku sempat berpikir bahwa Gio pasti sudah melupakan aku memiliki teman baru yang bisa membuatnya senang.

Kurasa kami benar-benar dua orang yang saling melupakan walau sebenarnya aku senang berteman dengan nya, hanya saja waktu itu aku harus berhati-hati dengannya, lalu di tabrak dengan datangnya seseorang yang dengan gampang menyembuhkan hatiku.

Aku tidak suka Gio dan aku juga tidak mencintainya, namun yang kurasa setelah dia menjauh dariku, aku kesepian. Aku kehilangan teman yang selalu menghibur aku dengan membicarakan hal-hal tidak penting. Tapi dengan begitu aku senang. karena dia aneh.

"Aku ingin berteman dengan mu, jangan menjauh dariku. Aku senang bertemu denganmu". - Catatan Filosofi.

Kutulis di buku catatan aku sebelum aku pergi meninggalkan kedai coffee itu, sampai jumpa senja.

Bulan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang