TAKSA (8)

54 6 0
                                    

Malam itu, di rumah masing-masing, aku dan Saga tersambung oleh jaringan telepon yang tanpa bosan mendengarkan kisah kami.

Saat itu kami sedang merencanakan kegiatan untuk memperingati hari libur terakhir pada tahun ini. Memilih waktu, mencari tempat hingga mempersiapkan topik pembicaraan.

Minggu, kami sengaja memilih waktu sore hari di tempat yang sudah tidak asing lagi. Kedai coffee yang selalu menjadi pilihan kami untuk menghabiskan waktu bersama.

Aku sengaja datang lebih awal untuk menunggu Saga menyaksikan senja dibalik tirai jendela yang mengarah kepadanya.

Aku memilih untuk memesan segelas coffee kesukaanku. Kurasa Saga akan sedikit terlambat, aku lirik arloji yang menempel di tangan kiri aku, waktu benar-benar lama.

Kuputuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu, penuh rasa sedih kecewa aku berjalan menembus malam yang makin larut.

"Frensia..." Suara dari belakang

Aku balikan leher aku ke asal suara. Ternyata benar, sosok Saga datang disaat yang tidak tepat, Disaat semua angin-angin indah sudah ter belah.

Kulangkahkan kaki ku tanpa menghiraukan panggilannya, dia berhasil menghadang aku menjelaskan kejadian sesungguhnya yang mengakibatkan dia terlambat.

Kini kami hanya duduk berdua di seberang trotoar dengan jarak yang tidak begitu dekat. Saga berusaha menjelaskan dengan penuh kelengkapan alur nya.

"Begitulah ceritanya Frensia, aku bingung. Apakah aku harus ikut pindah dengan keluargaku? Ataukah aku tetap di sini? Itu pilihan terberat dalam hidup aku" Ucapnya mengakhiri cerita.

Sontak terkejut atas apa yang di ceritakan Saga, air mata aku mulai menetes mendengar cerita dari nya.

"Gausah bingung, ikuti kata hati kamu, ya sudah aku mau pulang" Ucap aku sambil mengusap air mata beranjak pergi.

"Aku antar?" Hadang nya.

"Ga usah, aku ingin sendiri"

"Tidak, terlalu bahaya untuk perempuan berjalan sendirian, aku temani saja."

"Terserah kamu"

Heran, di perjalanan tidak ada sedikitpun suara yang keluar dari bibir kami. Diam hening tanpa suara sama sekali, hanya ada suara kendaraan lalu lalang di jalanan.

"Besok berangkatnya ku jemput ya" Ucapnya setiba di depan rumahku.

"Bukannya kamu harus ke sekolah barumu?"

"Tidak, besok aku ke sekolah dahulu untuk perpisahan"

"Ya sudah. Pulang sana, sudah malam."

"Iya, selamat tidur"

Pagi yang sendu tanpa embun atau pun matahari yang menyambut pagi ku. Padahal hari ini adalah hari pertama aku masuk menepati kelas baru.

Terdengar suara motor di depan rumah, kurasa itu adalah Saga, aku segera berpamitan kepada ibu ku berangkat bersama dia.

di jalan kami tidak menemukan topik pembicaraan yang tepat, hingga akhirnya situasi menjadi dingin walau sebenarnya udara saat itu lumayan panas.

"Frensia, maaf ya nanti aku pulang dahulu soalnya mau bantu beres-beres barang. Kamu gapapa kan pulang sendiri?" Tanya Saga setiba di gerbang sekolah.

"Iyaa, tidak apa-apa"

"Sekali lagi aku minta maaf ya, aku harus pindah. Aku harus jauh dari kamu".

"Iyaa, emang sudah takdir nya begitu kan".

"Ya sudah, aku masuk kelas dahulu" Tambah aku singkat.

Pagi sudah beranjak siang, siang pun sudah beranjak menjadi sore, sore sudah menghampiri malam, hingga malam pun terus berlarut-larut. Semenjak berpisah sama Saga, hari-hari aku menjadi sepi.

Tiada lagi tawa, tiada lagi canda ny, bahkan tiada lagi notifikasi pesan singkat darinya, sudah tidak tahan aku menunggu kabarnya. Aku putuskan untuk menelpon nya.

"Halloo, ini siapa ya?" Ucap seseorang dari telepon.

"Kamu siapa?" Tanyaku heran.

"Aku pacarnya Saga, kamu siapa?!"

"Tuuut, tuuut, tuuut" Kumatikan telepon genggam aku.

Dengan sejuta rasa tak percaya, aku menepuk-nepuk pelan pipi aku, aku tumpahkan semua amarahku pada air mata yang tak berhenti mengalit aku biarkan itu semua hingga hilang.

Sehari kemudian, telepon genggam ku berdering. Bertuliskan nama orang yang ku sayang sekaligus kubenci, kuangkat dengan segala kekuatan yang tersisa.

"Halo Frensia, bagaimana kabar?"

"Hancur terima kasih telah mengajarkan ku betapa perih nya cinta, semoga pilihan barumu bisa lebih membuat kamu bahagia."

"Maaf Frensia..."

Kembali aku matikan panggilan itu kini aku akan bertahan dengan segala kekuatan yang tersisa. Dengan segala rasa yang tersisa, segala kebencian yang tersisa.

Bulan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang