Di ujung jalan itu, aku melihat dua orang yang sedang beradu kata. Kurasa mereka adalah pasangan suami istri. Mereka terus bertengkar tanpa menghiraukan pandangan orang lain. Walau sebenarnya tidak ada orang lain selain aku.
Aku masih mengenakan seragam sekolah dengan tas, sepatu, lain-lain. Ku dengar satu per satu kalimat yang agak kasar terdengar di telingaku. Setelah aku mendengar semua nya aku jadi tahu penyebab pertengkaran mereka. Namun, salah satu dari mereka menyadari keberadaan ku yang sedang berdiri memantau mereka.
Untung sebuah angkot segera datang hingga aku dapat berlari tanpa dicurigai. sampai dirumah aku masih terbayang kata-kata sang perempuan yang sedang bertengkar dengan laki-laki tadi. Namun lamun aku buyar ketika ibu datang menghampiri aku. Dia menghampiri aku dengan membawakan semangkuk sereal kesukaanku.
dari awal ibu memang sudah tahu kalau aku menjalin hubungan dengan Edgar. Jadi ketika aku sedang sedih atau senang, sasaran pertama yang akan di tuju ibu adalah Edgar.
"Enggak bu, aku sedikit pusing dengan pelajaran di sekolah." Jawabku berbohong.
"Ya sudah, ini dimakan. Lalu istirahat."
"Iya bu, terima kasih."
Aku segera menghabiskan semangkuk sereal yang dibuat ibu tadi. Lalu segera masuk ke kamar untuk istirahat. Rasanya aku tidak bisa tidur.
Aku di hantui oleh sosok Edgar yang membuatku bahagia, sekaligus cemas. Aku rindu padanya. Sudah lama aku tidak berjumpa dengannya.
Keesokan harinya aku memutuskan untuk pergi ke kelas Edgar untuk menghampirinya mengajak ngobrol di kantin. Namun aku terkejut. Sungguh aku terkejut ketika melihat nya sedang berpegangan tangan dengan perempuan yang mungkin adalah teman sekelas nya.
"Edgar!" Ucap aku agak berteriak
"Ehh, Frensia, ada apa?."
"Tadi siapa?."
"Eee, cuma teman kok.."
"Ga mungkin." Ucap aku sambil menangis meninggalkan Edgar.
Dia hanya memanggil namaku sekali, dia tidak menahan aku atau mengejar aku. Sungguh hari itu aku sangat marah padanya. Sempat teringat kembali ucapan prempuan yang ku temui di ujung jalan sana. Katanya
"Aku tidak akan pernah mencintaimu lagi. karena semua cintaku telah kamu hianati dengan cara mencari penganti". Apa betul Edgar mencari penganti aku? Apa betul dia sudah bosan denganku.
sampai di rumah aku mendapati pesan singkat yang sangat aneh, pengirimnya adalah Edgar. Namun isi pesan nya sama sekali tidak tertuju denganku. Isinya adalah tentang janjinya entah dengan siapa yang akan pergi ke taman. Sengaja tidak ku balas, namun aku akan pergi ke taman untuk mengintai nya. Apakah dia menunggu aku? atau dia sedang ada janji dengan orang lain.
sampai nya di taman aku melihat Edgar bersama perempuan yang tadi kulihat saat di kelas Edgar, kali itu aku makin terkejut ketika mendengar bahwa Edgar menembak perempuan itu. Aku segera menghampirinya dengan perasaan yang campur aduk, antara kesal, sakit, marah.
"Maksud kamu apa Edgar?" Tanyaku pada Edgar.
"Fren... ngapain kamu ke sini?" Tanya Edgar sedikit gugup melihat aku berada di sana.
"Kita PUTUS !!!" Ucap aku yang sudah pada titik berat emosi.
Lagi-lagi aku menangis meninggalkan dia. Aku tidak sempat berdebat sama halnya yang dilakukan dua orang pada saat itu.
"Fren..." cegah Edgar, namun tidak ku respons aku tetap pergi meninggalkan nya.
Sehari aku menangis. Aku tidak makan, aku tidak minum, aku tidak keluar kamar. Ibu yang sempat khawatir dengan keadaan ku mencoba membujuk aku supaya aku mau keluar dari kamar. Namun usaha ibu sia-sia.
"Frensia, bisa kau buka kan pintu ini untuk aku?"
Seseorang mengetuk pintu mengatakan hal itu, aku tahu betul suara itu. Suara yang pernah kubenci, suara yang kurindukan. entah mengapa dia seperti magnet yang dapat menarik aku untuk membukakan pintu untuknya. Aku buka kan pintu itu untuknya.
di teras rumahku bersama Gio ku ceritakan semua yang terjadi. Aku sangat nyaman bercerita dengannya. Dia asyik, tetapi masih juga aneh. Kami tidak berdua, kami bertiga. Gio mengajak cimol untuk ikut duduk bersama kami.
"Biar tidak ada orang ketiga." Katanya. Tawa aku kembali terdengar oleh dunia, tercatat senja yang berlalu dengan cepat.
"Kamu jangan sedih. Kan ada...." ucapnya sambil menguap.
"Kan ada cimol hehehe."
"Aku kira ada kamu."
Kami tertawa diselingi angin yang menghembuskan rambut aku. Tidak lama kemudian Gio pamit pulang berpesan kepadaku supaya aku tidak lupa tersenyum.
"Jangan pergi Gio. Aku masih ingin bercerita tentang banyak hal dengan mu. Terima kasih kamu masih mau menjadi temanku." Ingin sekali aku ucapkan kalimat itu dia.
Hari-hari berikutnya aku lebih sering terlihat bersama Gio, mungkin orang lain sudah mengira bahwa kami berpacaran. Biarkan saja jika mereka berpikir begitu, mereka tidak tahu versi aslinya.
di akhir semester ini, pihak OSIS sibuk untuk mempersiapkan acara pelepasan kelas dua belas untuk tahun ini. Mereka harus berusaha semaksimal mungkin untuk acara tahunan sekolah kami.
ini bukan acara pelepasan saja, melainkan acara tahunan yang mungkin tidak ada di sekolah-sekolah lain. Acara luar biasa seperti ini sudah pasti dipersiapkan oleh orang-orang yang luar biasa juga. Tidak sembarang orang bisa masuk dalam daftar panitia. Aku jadi ingin masuk dalam daftar panitia itu. Namun rasanya hanya dalam mimpi aku.
"Hey, kamu Frensia ya?" Tanya salah seorang cowok yang sepertinya dia adalah kakak kelas aku.
"Iya." Jawab aku
"Aku mau tarik kamu ke dalam tim panitia acara tahunan sekolah kita. Kamu mau tidak?" Tanya dia
Setelah dia ngomong begitu, aku shock. Bingung mau ngomong bagaimana, rasanya mimpiku menjadi kenyataan.
"Oh, maaf kaka siapa ya?" Tanya aku ke dia
"Oh iya aku lupa. Namaku Genandra aditiya putra, panggil aja Genan. Aku dari kelas 11 IPA 1, aku anggota osis yang termasuk dalam panitia acara tahunan sekolah kita. Aku dengar kamu anak yang puitis. Langsung aja aku rekomendasikan untuk ikut dalam tim panitia. Kamu mau tidak?." Ucapnya panjang lebar.
"Boleh aku pikir-pikir dahulu?"
"Tentu. Jika kamu mau besok pada jam istirahat kedua silakan datang ke ruang osis. mau di adakan rapat perdana." Jelasnya, kemudian dia meninggalkan aku.
"Iya." Ucap aku singkat.
Keesokan harinya, setelah jam pelajaran ke enam selesai, aku segera menuju ke ruang OSIS. di sana aku langsung disambut Kak Genan. Aku sangat terkejut ketika mendapat Gio berada diruang itu.
Ngapain dia di situ ucap aku dalam hati, bahkan Gio tidak pernah bercerita tentang apa pun.
"Frensia, silakan perkenalkan nama kamu" Genan menyuruh aku memperkenalkan diri.
"Halo, perkenalkan nama aku Frensia aku dari kelas 10 IPA 2, salam kenal."
"Dia memang bukan anggota OSIS, tetapi aku sengaja merekomendasikan nya. Dia anak yang puitis. Sesuai kan dengan tema kita tahun ini." Lanjut Genan setelah aku perkenalkan diri.
Aku merasa tegang dengan suasana, rasanya aku seperti salah kostum saat menghadiri pesta. Genan juga memperkenalkan semua orang yang berada di ruang itu.
seperti Kak Arka sebagai ketua panitia, Kak Levine Kak Amanda sebagai penanggung jawab acara. Gio sebagai ketua koordinator. Alena, Audrey, Fiano, Melvio sebagai seksi-seksi yang lainnya. Mereka semua tersenyum kepadaku. Namun aku sempat terkejut ketika mendengar bahwa Gio sebagai ketua tim koordinator.
Akhirnya rapat pertama kami selesai. Menghasilkan sebuah Tema yang resmi akan dipakai untuk acara tahunan nanti, aku senang bisa mengenal mereka. Aku yang dipercayakan sebagai penanggung jawab penulisan menjadi makin giat akan itu.
di tempo hari diselenggarakan nya acara, aku sempat egois. Namun Gio selalu datang dengan kegilaan nya yang selalu membuat aku tegar. Aku jadi semangat karenanya.
Hingga acara yang kami buat ini sukses membuat para penonton kagum, kami semua puas dengan hasil yang kami perjuankan bersama-sama ini.
*Perjuangan memang akan selalu berat. Namun, ketika melakukan segala hal itu bersama-sama, sebuah kemenangan akan dengan mudah kita dapatkan*. Kutulis di buku catatan sebagai agenda pengingat bahwa aku pernah berhasil bersama mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan Bintang
Teen FictionCerita ini tentang seorang perempuan yang dilukai hatinya, dan hanya ada satu orang bisa menyembuhkan luka dia. ☆ New update 2022 - Cerita sudah di revisi - Cerita lebih menarik di baca - Pergantian judul dari "Filosofi Bersama" menjadi "Bulan Binta...