D u a b e l a s

3.3K 368 9
                                    

"K-Kak

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"K-Kak ...."

Keigen mengerjapkan matanya sesaat. Ia bangkit dari sofa ketika mendengar panggilan lirih itu. Segera saja, Keigen menghampiri Radhi yang terbaring lemah di atas bed. Kedua manik jernihnya tampak menatap Radhi dengan lembut. Ada sorot khawatir di kedua netra tersebut.

"Adek, kamu butuh apa?" tanya Keigen. Diusapnya surai kecokelatan milik Radhi dengan lembut.

Sejak Radhi sadar kemarin, Keigen hampir tidak pernah sekali pun absen untuk menunggui Radhi. Meski beban kuliahnya makin lama semakin berat, tapi ia tidak bisa untuk tidak datang. Sebisa mungkin, Keigen menyempatkan waktunya. Walaupun hanya sebentar.

"Haus, Kak ...." Radhi berucap, agak malu-malu.

Lantas saja, Keigen tersenyum lembut. Ia mengatur bed agar posisi Radhi menjadi setengah duduk, lalu mengambil air yang berada di atas nakas. Dibantunya sang adik untuk minum, sebelum akhirnya ia duduk di bangku yang ada di samping bed.

"Makasih, Kak," ucap Radhi singkat. Ia membuang pandangannya, enggan menatap Keigen. "Maaf kalau aku nyusahin."

"Kamu nggak pernah nyusahin aku, Dek," balas Keigen. Ia bangkit dari bangkunya, lalu duduk di atas bed. Kedua tangannya berada di atas paha, sementara kakinya menggantung di sisi bed. Ia menunduk dan menarik napas panjang sejenak. "Aku udah janji ke Bunda dan Ayah, kalau aku bakal ngejaga kamu. Nggak usah minta maaf, itu udah tugas aku."

Nyatanya, meski Keigen berkata seperti itu, Radhi tetap saja merasa tidak enakan. Karena keberadaannya, kehidupan Keigen menjadi lebih rumit. Sepertinya memang benar. Seharusnya, Radhi dibiarkan mati saja dulu, daripada menjadi beban seperti ini.

Pernah sekali, Radhi bertanya pada rekan kerja Zio. Jika ada suatu kasus di mana harus memilih antara mempertahankan si ibu atau si bayi, mana yang harus dipilih? Dan sebagian besar---bahkan semuanya menjawab bahwa yang dipertahankan adalah si ibu.

Lalu, kenapa Radhi masih ada di sini? Masih bernapas, sementara sang bunda sudah terkubur sejak lama?

"Dek, kamu tahu 'kan kalau aku sayang sama kamu?" Itu pertanyaan retorik, Radhi tidak perlu menjawabnya. Lagipula, segala hal yang sudah Keigen lakukan, menunjukkan kalau dirinya benar-benar menyayangi Radhi.

"Kak, aku sayang Kakak."

Keigen tersenyum lembut. Ia mengacak rambut Radhi asal. "Aku juga sayang kamu," balasnya, "terus bertahan, ya, Dek."

Sebisa mungkin, Radhi balas tersenyum. "Iya, Kak."

"Oh, iya. Dek, aku udah ngasih tahu kelas kamu kalau kamu sakit, ya. Nanti, Ayah bakal datang ke sekolah, buat nganterin suratnya."

Lagi-lagi, Radhi tersenyum. Untuk kesekian kalinya, Radhi harus berterima kasih. "Iya, Kak. Terima kasih."

●The Dream Catcher●

The Dream CatcherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang